Chapter #02

820 147 3
                                    

  Doyoung terbangun tepat setengah jam sebelum berangkat ke rumah Haruto, terbangun dari tidurnya bukan karena tak sabar akan pergi liburan, melainkan ketukan pintu yang di pukul keras dengan menggunakan benda yang keras pula. Doyoung mendengus dan bersuara keras agar Neri berhenti membuat kebisingan.

   Doyoung mengucek kedua matanya dan segera masuk ke kamar mandi, membersihkan dirinya. Saat air dingin menyapa seluruh tubunya, Doyoung terkejut bukan main saat dirinya melihat dan merasakan air yang membasahi dirinya adalah cairan yang kental dan anyir, merah pekat kehitaman ini memberhentikan Doyoung saat ini juga.

  Doyoung terdiam mencerna apa yang baru saja dilihatnya, namun seketika gayung yang ada di tangan kanannya refleks dihantamkan ke kepalanya sendiri, ternyata beberapa bab dari novel horor yang dibacanya masih terbayang di kepalanya. Tidak pernah Doyoung mengalami hal seperti ini setelah membaca sebuah novel horor, apakah mungkin karena dirinya tidur terlalu pagi, yang membuat pikirannya acak.

  Doyoung segera melanjutkan kegiatan mandinya itu, bergegas dirinya memakai sabun dan mengguyur air ke seluruh tubuhnya. Tak lama, Doyoung sudah keluar dari kamar mandi dan segera berpakaian rapi, tidak lupa mengeringkan rambut sebentar menggunakan hair dryer lalu memberikan sedikit minyak dan menata rambutnya itu se-rapi mungkin.

  Doyoung menyandang tas super besar miliknya keluar kamar, beruntungnya tas super besar yang berat itu tak perlu disandang berlama-lama olehnya, karena Doyu datang menggantikan tanggung jawab anaknya itu. Doyoung tidak berkata apa-apa saat Doyu, selaku ayahnya itu membantunya.

Neri yang selalu siap sedia dan bersemangat terlihat sibuk menata barang bawaan mereka di bagasi, apalagi saat ada tambahan barang milik anaknya yang begitu banyak, Neri bisa menebak sendiri kalau isinya pakaian dan piyama, sisanya novel.

"Cepat Doyoung! Kita terlambat tiga menit." Neri berseru kesal pada putranya, sedangkan Doyoung hanya diam saja dan melangkah cepat keluar dari rumah, setengah berlari menuju mobil yang diparkir di depan rumah.

  Doyoung bersandar di jok belakang, memeluk boneka boba yang merupakan paket benefit dari beberapa novel yang dibelinya. Memang, Doyoung itu penikmat seni sastra dengan genre horor dan thriller. Berbicara soal buku, tiba-tiba saja Doyoung teringat novel horor yang dibacanya pagi hari tadi. Ia pun keluar dan melangkah cepat ke dalam rumah, membuat Neri geram dan meneriaki nama putranya itu dengan keras. Padahal, semua sudah siap berangkat bahkan, Doyu sudah duduk di depan setir.

  Selang beberapa menit kemudian, Doyoung kembali ke mobil disambut tatapan tajam ibunya, bukan Doyoung namanya kalau mempedulikan tatapan itu. Empat roda berguling di aspal hangat, Doyoung juga sudah melanjutkan bacaannya sambil bersandar di jok belakang yang empuk dan lengang. Nyaman sekali rasanya, menikmati waktu liburan dengan keseharian seperti ini.

🔸🔹🔸🔹

  Mobil yang dikendarai Doyu sudah sampai di tempat tujuan, yakni di rumah besar Haruto. Doyoung menutup novelnya yang sudah berada tepat di tengah halaman konfliknya, namun harus mengulur waktu lagi untuk memuaskan rasa penasarannya itu.

  Doyoung keluar dari mobil, sebelumnya dia mengintip remaja seumuran dirinya lewat jendela mobil. Doyoung melangkah pelan, matanya berkedip dan berkeliaran mencari Junkyu yang merupakan sepupu yang paling dekat dengannya. Sedangkan, kedua orangtuanya meminta maaf pada saudara-saudari mereka karena terlambat, bahkan mereka adalah satu-satunya keluarga yang di tunggu.

"Doyoung!" suara yang dikenalnya memanggil namanya dengan cukup keras, dan Doyoung tahu siapa pemilik suara itu.

  Doyoung menanggapinya dengan seulas senyum, Junkyu yang sudah duduk manis di dalam bus mengayunkan tangannya mengajak Doyoung agar segera mendatanginya. Hal itu dilakukan Doyoung, saat kaki kanannya melangkah, Haruto dengan sengaja menaruh kaki kirinya di depan Doyoung, alhasil dia terjerembab ke tanah berpasir.

  Doyoung merasakan perih di kedua telapak tangannya, namun memilih mengabaikannya karena Haruto sedang berbahagia setelah memasang jebakan dadakan yang sukses membuat malu Doyoung. Asahi tertawa terbahak-bahak, menepuk pundak saudaranya si Haruto.

  Saudara sepupu yang lain yang menyaksikan kelakuan Haruto hanya menggeleng lemah namun tersenyum menahan tawa, itulah Mashiho. Sedangkan anak yang paling pendiam dengan warna kulit paling berbeda dari semua orang bernama, Zivan Zan. Katanya Zivan itu sepupu dari pihak keluarga Ibunya Mashiho.

  Doyoung duduk tepat di sebelah Junkyu, kakak sepupu yang selalu ceria dan antusias itu memeluk Junkyu dalam hitungan detik sambil terus menatap wajah Doyoung.

"Ku lihat kau memasang wajah masam, jangan katakan padaku, kau juga memasang wajah seperti ini saat menjawab teleponku?" Junkyu melepas pelukan pertemuan itu sambil mengutarakan pertanyaan sebagai pembasmi canggung di antara keduanya.

"Tidak, aku sedang kesal karena Haruto tadi." Doyoung cemberut beberapa saat, namun ekspresi wajahnya itu berubah seperti biasanya. Doyoung terlihat menatap jendela, memerhatikan orang tuanya yang masih asik mengobrol dengan saudara-saudarinya.

"Dia memang selalu saja membuat onar, ku dengar dia juga sudah berkali-kali di skors di sekolahnya. Ironisnya, hampir dikeluarkan." Junkyu berbisik pelan agar hanya Doyoung yang mendengarnya.

"Bagaimana dengan saudaranya, si Asahi?" Doyoung yang tertarik langsung menjawab dan mengutarakan pertanyaannya, memang tinggi rasa penasaran Doyoung, lagipula ini hal yang cukup menyenangkan bagi mereka.

"Namanya juga saudara, mereka sama-sama menyebalkan." Balas Junkyu berbisik sangat pelan, hal itu dilakukan karena mata Junkyu tidak sengaja melihat kehadiran Haruto dan adiknya itu. Junkyu memang senang sekali membicarakan tentang sepupunya yang satu itu, bukan karena hanya kenakalannya saja, tapi juga sifatnya yang sangat menyebalkan.

"Ku rasa, inilah salah satu alasan aku tidak menyukai liburan keluarga besar ini." Doyoung berkata sambil mengeluh meskipun tak tampak.
Matanya melihat ke samping kanan, dan tanpa sengaja matanya bertemu dengan Haruto dan Asahi, Doyoung juga sempat melirik laki-laki pendiam yang bernama Zivan Zan.

"Tenang saja, mereka berdua tidak akan mengganggu mu, asalkan kau selalu di dekat ku." Junkyu menghibur Doyoung dengan tepukan pundak  yang lembut, matanya menatap wajah risau Doyoung karena dirinya begitu yakin, apa yang sebetulnya membuat adik sepupunya itu begitu takut mengikuti kegiatan tahunan ini

"Setidaknya aku merasa aman sekarang." Jawab Doyoung menatap wajah Junkyu sebentar, lalu matanya menatap ke jendela, memperhatikan para saudara-saudari orang tuanya yang berbaris mengantri sambil menating barang bawaan yang begitu banyak, mereka masuk bergantian ke dalam bus yang di tumpangi Doyoung saat ini.

  Lagi-lagi perasaan aneh mengganjal hatinya, semacam sebuah informasi bahwa Doyoung tidak salah jika menolak mentah-mentah ajakan kedua orangtuanya ini untuk pergi ke Mansion di tengah hutan rimbun akan pepohonan yang tumbuh berdempetan itu, namun Doyoung tidak berani menolak lagi karena takut mendapatkan kekerasan dari orangtuanya seperti tahun lalu.

  Semua orang sudah berkumpul dan duduk santai di tempat masing-masing, mesin juga sudah dinyalakan pertanda mereka akan segera berangkat. Doyoung kian gelisah, pikiran buruk akan hal-hal yang akan terjadi begitu kuat menghantui pikirannya. Tidak pernah Doyoung merasa demikian ketika berangkat ke Mansion tahun-tahun sebelumnya, dan kali ini sangat aneh.


🔹🔸🔹🔸





BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Where stories live. Discover now