- 1 -

924 71 11
                                    

- Happy Reading -

Langit senja begitu indah, cerah tanpa awan, hanya ada matahari tenggelam yang sinarnya menghiasi langit
Indahnya langit hari ini tak seindah perasaan laki-laki yang tengah menangis dalam diam didepan makam seseorang yang ia cintai. Gurat wajah sendu dan mata sembab yang sedari tadi ia menangis, sudah hampir 3 tahun ia ditinggalkan dari dunia ini oleh orang yang ia cintai, namun rasa sakit itu masih ada, rasa kehilangan dan bersalah pun ada.

"Maafkan aku Yan, aku mencintaimu" gumamnya berulang kali didepan makam sang pujaan hati.

Dan tanpa dia sadari seseorang tengah memperhatikannya dari sisi belakang dengan jarak yang sedikit jauh sehingga orang yang memperhatikannya itu tidak dapat mendengar apa yang dia ucapkan, namun rasa bingung dan juga penasaran orang itu membuat orang itu masih betah memperhatikannya dan tak ingin mengganggu atau menyela sedikit pun.
.
.
.

15 menit sebelumnya.

Langkah kaki seorang pria terhenti ketika melihat seorang laki-laki berdiri sambil menangis menatap makam milik saudara kembarnya.

Siapa laki-laki itu, apakah ia teman Yan, kenapa dia lama sekali berada dimakam saudaraku, kata-kata itu terus terngiang dibenak pria itu, pria yang begitu penasaran akan hubungan antara saudaranya dengan laki-laki itu.

Ini pertama kalinya setelah 3 tahun kepergian Yan Aran Wong saudara kembar pria yang bernama Yin Anan Wong yang kini datang mengunjungi makam saudara kembarannya, selama 3 tahun ini ia tinggal di Perancis bersama sang mama. Yin sapaan pria itu, ia menghibur, menyemangati sang mama saat berada di Perancis, karena dia tau mamanya adalah sosok orang yang paling terluka ketika kehilangan Yan saudara kembarnya.

Hari ini Yin dan mamanya baru kembali dari Perancis, mamanya ingin sekali ikut ke makam Yan tapi Yin melarangnya karena tentu mama pasti lelah setelah perjalanan pulang dari Perancis, jadi Yin meminta sang mama untuk beristirahat dulu, besok ia berjanji akan mengantar mama ke makam Yan. Maka hari ini Yin pergi sendiri ke makam Yan dan disinilah ia sekarang menatap punggung laki-laki yang tengah berdiri disamping makam saudaranya, meski laki-laki itu diam, Yin tau jika laki-laki itu sedang menangis, terlihat dari tubuhnya yang bergetar dan berulang kali mengusap wajahnya.

Rasa penasaran Yin amat sangat tinggi tanpa sadar Yin malah mengikuti laki-laki itu pergi, ia bahkan lupa untuk mengunjungi makam saudaranya.
Dilihatnya laki-laki itu berjalan gontai, wajah laki-laki itu menunduk, tubuhnya bergetar, Yin terus saja mengikuti laki-laki itu secara perlahan dari belakang, hingga sampai dipinggir jalan raya disebelah pemakaman, disana banyak kendaraan berlalu lalang, namun entah bodoh atau apa laki-laki itu justru terus berjalan tanpa memperhatikan langkahnya, sebuah mobil melaju dengan cepat menuju kearah laki-laki itu, Yin pun dengan cepat berlari, lalu menarik tubuh laki-laki itu ke pinggir jalan sambil memeluknya. Laki-laki itu kaget sekaligus tubuhnya bergetar takut, wajah laki-laki itu tenggelam dalam dada Yin.

"Apa kau bodoh, apa kau ingin mati huh" Yin berkata kesal sekaligus lega, untung saja laki-laki ini tidak tertabrak, kalau saja tertabrak Yin yakin ia akan koma bahkan mungkin mati.

"Ma..af" gumannya terbata dengan tubuh bergetar dalam pelukan Yin.
Perlahan laki-laki itu melepaskan pelukan Yin dan beralih menatap Yin, mata mereka berdua bertemu, entah mengapa laki-laki itu terlihat kaget "Yan Aran Wong" gumannya tapi mampu didengar oleh Yin, setelahnya laki-laki itu pingsan dan Yin dengan sigap menangkap tubuh laki-laki itu yang hampir jatuh ke jalan.

Apalagi ini, kenapa aku harus terlibat dengan laki-laki ini, hanya karena rasa penasaranku yang begitu tinggi, ah bodohnya diriku, tapi setidaknya aku menyelamatkan nyawa seseorang yang mungkin mau bunuh diri, gumam Yin menatap laki-laki yang tengah ia gendong itu.
.
.
.

Ruang VVIP Rumah Sakit Bangkok.

Seseorang menatap gelisah laki-laki bernama Wanarat Ratsameerat itu, ia terus menggenggam tangan Wanarat atau sering disapa War.

"Ku mohon bangunlah War" gumamnya berulang kali.
Ia mendengar berita mengejutkan tentang putranya yang jatuh pingsan dan disampaikan oleh sekretarisnya ketika ia sedang meeting diperusahaan dan ia pun dengan segera menuju RS Bangkok, dan disinilah ia sekarang mendapati putranya terbaring tak sadarkan diri.
.
.
.

30 menit kemudian.

War merasa seseorang menggenggam tangannya erat, ia pun perlahan membuka mata, orang pertama yang ia lihat adalah papanya, senyuman terpancar dari wajah pria paruh baya itu ketika menyadari bahwa putranya sudah membuka mata "Akhirnya kamu bangun juga nak, bagaimana keadaanmu apa ada yang terasa sakit?"
War melihat wajah papanya begitu cemas, ia pun tersenyum teduh mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja "aku baik pa, hanya saja kepalaku terasa berat"
Papanya War tersenyum lalu memanggil dokter untuk memeriksa putranya.

Setelah selesai diperiksa oleh dokter, War teringat akan sesuatu "Yan Aran Wong" gumamnya ketika mengingat siapa pria yang memeluknya sebelum jatuh pingsan.
Apakah itu benar-benar Yan atau hanya ilusinasiku saja, sungguh aku menjadi gila setelah kehilangan Yan, rasa bersalahku padanya dan aku belum sempat mengatakan jika aku juga mencintainya, semua tentang Yan terngiang dibenak War saat ini, wajahnya sendu mengingat kisahnya dengan Yan, pria yang ia cintai.

Tanpa disengaja sang papa menatap War bingung karena tingkah putranya seperti kebingungan "Ada apa War? Apa ada yang terasa sakit lagi?" wajah sang papa kembali cemas padahal tadi dokter bilang keadaan putranya baik-baik saja dan hanya butuh istirahat beberapa hari.

"Papa siapa yang membawaku ke rumah sakit? Apakah seseorang yang kamu kenal dan apakah orang itu Yan?" tanpa mengindahkan pertanyaan sang papa justru War balik bertanya.

"Apakah yang kamu maksud itu Yan Aran Wong? Kalau iya tentu saja bukan, sadarlah anakku Yan sudah tiada, jangan kamu ungkit lagi, Yan sudah tenang di Surga sana" sang papa menatap putranya iba, ia menggengam tangan putranya erat.

"Maaf pa, aku masih belum bisa melepas kepergiannya, aku berharap sebuah keajaiban membawa Yan kembali padaku" sang papa hanya geleng kepala mendengar ucapan serta sikap putranya ini, sudah 3 tahun berlalu tapi putranya ini masih saja memikirkan tentang anak laki-laki bernama Yan itu.

"Papa tak memintamu melupakannya tapi kamu harus move on, jalani hidupmu lagi seperti dulu jadilah War yang kuat" papa mengusap kepala War dengan sayang.

"Tapi pa....." belum sempat War membantah, papanya sudah memotong ucapannya.

"Istirahatlah nak, papa tak mau kondisimu turun lagi, jangan banyak pikiran dulu, papa akan meminta pak Chan untuk membantu menyiapkan kebutuhanmu disini dan papa akan menginap disini malam ini, jadi kamu istirahatlah"

Tak ada perbincangan lagi antara anak dan papanya itu, War tau ia tak bisa membantah sang papa, kepalanya juga masih terasa berat, War pun berusaha untuk tidur tapi pikirannya selalu tertuju pada Yan Aran Wong.

- To Be Continue -

Jangan lupa vote dan komen.


YinWar I am Not Him (END)Where stories live. Discover now