Unspoken Love

28 6 2
                                    

Perkenalkan, namaku Wendy. Aku memiliki seorang sahabat yang tampan dan baik hati, namanya Yixing. Aku pertama kali mengenalnya saat perayaan ulang tahunnya yang ke 17. Sejak saat itu, aku selalu bersama Yixing kemanapun dia pergi. Baik itu ke sekolah, saat liburan, bahkan juga saat bersantai di rumah. Aku selalu menemaninya. Aku juga selalu ada untuknya dalam segala situasi dan kondisi. Yixing mencurahkan semua perasaannya padaku. Aku sangat menikmati saat-saat dimana Yixing bercerita padaku tentang apa yang dia rasakan. Saat dia sedih, aku juga ikut merasakan kepedihannya. Saat dia bahagia, aku ikut merasakan betapa riangnya dia. Saat dia galau, aku ikut merasakan ketidakberdayaannya. Kalau sudah begitu, biasanya kami akan berdendang bersama. Saling menghibur dan berbagi. Kapanpun Yixing membutuhkanku, aku selalu siap menemaninya. Tak peduli pagi, siang, tengah malam, bahkan pagi buta sekalipun. Aku rela mengorbankan segalanya untuk Yixing. Tapi dia tidak pernah bertanya bagaimana perasaanku. Dia tidak tahu betapa terlukanya aku ketika suatu hari dia membawa seorang gadis ke rumah.

Saat itu, aku sedang menunggu Yixing pulang kuliah. Hatiku seolah terperosok jatuh ke dasar jurang, saat Yixing memperkenalkan kami.

"Wen, ini pacarku. Yang sering aku ceritakan padamu itu."

"Ini dia yang namanya Wendy. Sahabat terbaikku," kata Yixing sambil menepuk-nepuk punggungku.

"Halo, salam kenal ya." Gadis itu tersenyum padaku dengan begitu manisnya.

Sementara aku tidak dapat berkata sepatah katapun. Aku memandangi wajah mereka yang sumringah. Jujur, aku iri, cemburu, marah, sedih. Tapi mereka tidak peduli. Aku ingin pergi meninggalkan mereka, tapi Yixing melarangku. Dia bahkan mengajakku menyanyikan beberapa lagu untuk kekasihnya itu. Sementara aku berusaha keras menahan perasaanku, gadis itu malah tersenyum senang. Pipinya bersemu merah. Giginya juga sangat putih dan rapi. Rambutnya hitam dan panjang. Sangat cantik. Dibanding diriku, dia memang jauh lebih unggul. Pantas saja Yixing lebih menyukainya daripada aku yang telah bertahun-tahun bersamanya.

Sejak hari itu, gadis itu selalu menjadi yang pertama bagi Yixing. Tapi Yixing itu tidak peka, tanpa rasa bersalah sedikitpun, Yixing selalu mengajakku di setiap acara mereka. Aku sudah berusaha menolak karena tak ingin menjadi saksi kemesraan mereka, tapi Yixing selalu saja menatapku dengan tatapan memelas sambil mengusap-usapkan kepalanya padaku, membuatku tak pernah sanggup menolaknya. Mata bening Yixing selalu mampu meluluhkanku. Tapi lama-kelamaan, bukan hanya aku yang risih dan terganggu. Gadis itu juga. Pernah suatu hari dia menyindir dan mengusirku pergi. Tapi lagi-lagi Yixing menahanku.

"Bisakah satu kali saja Wendy tidak usah kau bawa? Yang pacarmu kan aku, bukan dia!" cetusnya sinis, matanya memicing curiga. "Kenapa dia selalu ikut? Atau jangan-jangan, dia pacarmu juga?"

"Tidak bisa, sayang. Aku sudah terbiasa bersamanya kemana-mana. Tanpa dia, aku merasa ada yang kurang," bela Yixing.

Gadis itu terus menggerutu sambil memandangku penuh kebencian.

Dalam hati aku sedikit senang karena ternyata Yixing masih membelaku. Tapi aku harus mengalah karena pada akhirnya -setelah melalui perdebatan panjang-, Yixing mengalah. Akhirnya mereka pergi berdua. Tanpa aku. Dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun kami bersahabat, Yixing meninggalkan aku sendiri. Saat itu aku sadar, aku bukan lagi nafasnya. Aku bukan lagi segalanya untuk Yixing. Sepeninggal mereka, aku menangis. Sendirian.

Semakin lama waktu berlalu, posisiku dalam hidup Yixing semakin terpinggirkan. Aku tahu, seharusnya sudah dari dulu aku menyingkir. Tapi demi Yixing, aku masih ingin bertahan. Jika aku pergi, kepada siapa Yixing akan membagi tangis dan tawanya? Siapa yang akan menemaninya menghabiskan malam sambil memandang langit penuh bintang? Siapa yang akan mendukung dan menopangnya saat dia jatuh? Karena itulah, aku memilih bertahan meski menyakitkan.

Suatu malam, setelah sekian lama aku melaluinya seorang diri, Yixing datang padaku. Dia memelukku dan menangis. Seketika itu juga, hatiku turut hancur berkeping-keping. Meski Yixing tidak berkata apa-apa, tapi aku tahu, dia sangat terluka. Aku tidak tahu kalimat apa yang bisa menghiburnya, karena tiap kali melihat air mata Yixing, aku sering kehilangan kata-kata. Karena itu aku hanya diam dan membiarkan Yixing menumpahkan semua kesedihannya. Baru setelah tangisnya reda, Yixing perlahan berbisik. Lirih, hampir tak terdengar.

"Wendy, kami baru saja putus. Ada orang lain yang lebih disukainya. Apa aku memang tidak pantas untuknya? Padahal aku sangat mencintainya."

Saat itu, aku tidak tahu harus senang atau sedih. Tapi aku tidak ingin bergembira di atas penderitaan Yixing. Aku menguatkan hati Yixing dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

Setelah itu, Yixing kembali padaku. Aku senang, tapi aku juga khawatir karena dia masih sering terlihat murung. Aku paham, Yixing sedang berusaha memulihkan hatinya. Saat aku merasa semua sudah kembali seperti dulu, nasib kembali mencobaiku. Di suatu siang yang panas, seminggu sebelum ulang tahun Yixing yang ke 23, mantan kekasihnya itu tiba-tiba datang. Mereka berbincang cukup lama sambil sesekali diselingi adu mulut. Kemudian aku melihat gadis itu menangis lalu memeluk Yixing. Yixing tertegun sejenak, tapi kemudian dia melingkarkan lengannya di punggung gadis itu. Mereka berpelukkan dengan erat. Saat aku melihat binar bahagia di mata Yixing, aku tahu, dia telah menerima gadis itu kembali. Seharusnya aku sadar, cinta Yixing padanya tak akan pernah pudar. Mungkin memang tak ada lagi tempat untukku di hati Yixing. Aku sudah lama berpikir dan kali ini, aku ikhlas melepaskan Yixing. Asal dia bahagia, aku juga akan bahagia.

Hari ini adalah hari pernikahan Yixing. Untuk terakhir kalinya, aku menemani Yixing di hari bahagianya. Aku telah menjadi saksi perjalanan hidup Yixing. Saat dia bahagia, saat dia sedih, saat dia terjatuh, saat dia bangkit. Aku juga tahu bagaimana perjalanan cintanya. Tangis dan tawanya yang dia tumpahkan hanya untuk gadis itu. Aku tahu semuanya. Tapi Yixing tidak pernah tahu bahwa aku mencintainya lebih dari apapun. Meski aku selalu bersamanya, tapi dia tidak akan pernah tahu perasaanku.

Tidak, bukan karena aku tidak mau mengatakannya atau karena aku takut, tapi aku benar-benar tidak bisa mengatakannya. Karena aku bukan manusia. Aku hanyalah sebuah gitar klasik yang kini sudah usang dan tua. Tidak lama lagi, aku akan menghuni sudut sempit di gudang rumah Yixing. Bahkan mungkin aku akan dihancurkan bersama barang-barang bekas lainnya. Kekasihnya sudah membelikan sebuah gitar baru untuk Yixing. Sebuah gitar elektrik yang bagus dan mahal. Karena itu, hari ini aku menikmati hari terakhirku menemani Yixing bernyanyi. Satu di antara jutaan lagu yang pernah kami nyanyikan bersama. Lagu yang dipersembahkan Yixing untuk istrinya. Lagu manis dari Christian Bautista. The Way You Look at Me. Mengalun sangat merdu. Hanya ada suaraku dan suara Yixing. Romantis dan begitu syahdu.

Setelah lagu berakhir, Yixing memelukku, menciumku dan berbisik lembut.

"Wendy-ya, gitarku sayang, terima kasih karena sudah menemaniku selama ini. Kau akan selalu menjadi sahabat terbaikku. Bagiku, kau adalah musik yang paling sempurna. Terima kasih."

Di tengah keriuhan tepuk tangan para undangan, aku merasakan keharuan yang luar biasa. 

Terima kasih juga, Yixing. Karena membagi semuanya denganku. Karena kau menceritakan banyak hal padaku. Meski kini sudah ada seseorang yang mendampingimu hidupmu, saat-saat yang aku lewati bersamamu, aku takkan pernah melupakannya. Meski aku hanya sebuah benda, tapi kau membuatku begitu berharga. Happy Wedding, Yixing. Semoga bahagia selamanya.

Bertahun-tahun setelah itu, aku masih tetap bisa melihat Yixing. Aku bahagia karena dia masih menyayangiku. Dia menaruhku di balik pintu kamarnya, bukan di gudang yang pengap atau menjualku ke toko barang bekas. Yixing hidup dengan sangat bahagia bersama istri dan anak-anaknya. Dan itu sudah cukup untukku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 24, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cupcakes : Aneka Rasa Kisah dalam Sekali GigitWhere stories live. Discover now