04. KEHILANGAN RUMAH

25.3K 157 1
                                    

Sejak perceraian orang tua, aku sudah kehilangan kasih sayang. sudah lupa bagaimana rasanya dicintai oleh orang tua kandung. Karena saat usiaku sepuluh tahun, ibu memutuskan untuk tidak mau hidup bersama denganku. Ia mengirimku ke panti asuhan, hingga sampai beranjak dewasa pun ibu tidak pernah menengokku.

Mereka bercerai ketika aku menginjak usia tujuh tahun. Alasan ibu menggugat ayah karena perihal ekonomi. Ayah berhenti dengan kewajibannya dalam menafkahi, apalagi ayah selalu pulang dalam kondisi mabuk.

Ibu semakin murka dengannya, ia lebih merelakan pernikahan mereka yang masih berumur 7 tahun.

Sejak ekonomi keluarga kami tak berjalan lancar, sejak itulah aku  sudah tidak pernah melihat tanda kebahagiaan diwajah ibu.

Sejak menikah, ia mulai bekerja membantu ayah agar beban yang dipikul suaminya tersebut tak terlalu berat, meski sebelumnya ibu memang belum pernah bekerja sama sekali karena setelah lulus kuliah ayah melamarnya.

25 tahun yang lalu

" Ara ayah pulang. " aku seraya  bergegas keluar dari kamar dan meninggalkan mainan yang berceceran di lantai, dengan meraih tangannya untuk kucium.

" Coba lihat ayah bawa apa nih, taraaa.." menunjukkan kantong plastik yang berisikan es krim.

" Waaaahhh, aku mau aku mau. " seraya mengambil es cream dari kantong plastik. Melihatku yang tampak antusias, seketika senyumnya menyimpul.

" Makasih ya ayah, sudah belikan Ara es krim. "

" Ara sayang ayah. " Meraih pinggangnya, lalu kupeluk setelahnya berlari kegirangan sembari menjilati es krim.

" Eh jangan lari sayang, Nanti kalau jatuh bagaimana. " Belum selesai menutup mulut, seketika aku tersandung.

" Astaga nak, kan ayah tadi sudah bilang. " Jalan terbirit-birit menghampiriku. Tangisanku menggelegar, ia meraih kedua bahuku lalu didekapnya.

Aku menangis tersedu-sedu, dengan memegangi kaki. Ayah duduk bersimpuh, memeriksa kaki.

" Ara menangis saja dulu ya, nanti kalau sudah puas menangisnya baru berhenti. " Sembari mendekapku, lalu mengusap-usap punggungku.

" Huhuhuh.. huhuhuhu.." tangisku malah semakin kencang. Namun, tak lama aku berhenti menangis.

" Sudah menangisnya? Sudah tenang belum Ara? " ucapnya penuh perhatian, dengan memegangi kedua pipiku.

Aku mengangguk, sembari mengusap mata. " Ara sudah selesai nangisnya ayah. " seraya ia mengecup keningku.

" Yasudah, lain kali jangan lari-larian lagi ya. " Aku mengangguk. Lantas, ayah berdiri dengan mengambil tisu basah membersihkan es krim yang terjatuh.

Aku merebut tisu dari ayah, berinisiatif untuk membersihkannya sendiri. " Ayah, biar Ara saja yang membersihkannya. "

" Kan ini salahnya Ara, jadi Ara harus bertanggung jawab. " sembari mengelap es krim yang sudah mencair tersebut.

Tak hentinya, ia mengelus dada merasa tidak menyangka anak seusiaku yang berusia 6 tahun bisa bersikap seperti itu.

" Astaga nak, kelak kamu tumbuh menjadi anak yang baik. " Menutup mulutnya, dengan matanya yang berkaca sembari memperhatikanku dari belakang.

" Sudah Ara? " Aku membalikkan badan, lalu membuang tisu tersebut di tempat sampah.

" Sudah selesai ayah, bersih kan lantainya? " aku meringis, seraya ayah mengusap kepalaku.

" Hari ini anak ayah pintar sekali, good job. " Sembari mengacungkan kedua jempol, seketika aku loncat-loncat kegirangan.

" Besok ayah belikan es krim lagi ya nak. " Aku menggeleng,

ARABELLAWhere stories live. Discover now