°Sinister°

57 18 3
                                    

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.



(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)



Kisah sedih ini berawal di bulan desember tahun lalu, tepat di hari perayaan natal yang kedua. Hidup yang awalnya pahit menjadi semakin pahit karena ditinggal orang berharga. Harapan seketika sirna seluruhnya, bahkan sempat berpikir untuk menanggalkan nyawa. Jalan yang ditempuh tak pernah mudah, sejak kecil menderita karena tak diakui, setelah besar tetap sengsara karena ternyata memang bukan keturunan asli.

Dalam ketidak berdayaan pemuda malang itu terpekur sembari memeluk erat potret sang Ibu. Isakannya tak lagi bisa keluar, air mata seolah kering tak bersisa. Sorotnya pun kosong, hingga membuatnya terlihat menyedihkan.

Seorang pria merasa frustasi melihat keadaan si pemuda, dijenggutnya kerah baju yang muda dengan kasar lantas menyorot nyalang, "Sampai kapan kau akan bertingkah seperti pecundang?"

Yang ditanya sama sekali tak merespon, bibirnya yang pucat terkatup rapat membuat si pria semakin naik pitam.

"Brengsek!" Umpatnya, si pria mendorong tubuh yang muda hingga punggungnya menghempas ke dinding dengan begitu keras.

Hening, pemuda itu tak juga membuka mulutnya meski darah mengucur dari kepala yang sempat terbentur. Pun sedikit rintihan tak terdengar juga.

Si pria mencoba mengatur emosinya, ia tak boleh kalap atau bisa saja pemuda itu akan terbunuh olehnya. Ia mengacak rambut frustasi lalu mencabut bungkus rokok dari saku, menyalakan sebatang rokok.

Kepulan asap putih pekat membumbung, ruangan kecil itu menjadi semakin sesak karenanya. Si pria mendengus kasar ketika berhasil mengendalikan amarah.

Dibuangnya puntung rokok yang masih tersisa setengah kemudian ia injak dengan alas sepatu. Perlahan tungkainya bergerak menghampiri pemuda itu.

Berjongkok, si pria memegang bahu pemuda sedikit kuat, "Dengar, apa kau tak mau membalas ketidak adilan yang terjadi pada Ibumu? Kau tak mau membalas rasa sakit yang disebabkan oleh Jeon keparat itu? Kau tak mau, hah!?" Tegasnya.

Berhasil, yang lebih muda merespon. Tatapannya tak lagi kosong, terdapat binar kehidupan di sorotnya yang sendu. Ia membalas tatapan sang pria.

"Kalau kau mau balas dendam, kau harus kuat jangan seperti ini. Lakukan untuk Ibumu,"

Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, si pemuda mengangguk. Ia bertekad, untuk membalas semua kesakitan yang Ibunya rasakan. Mereka memang harus mendapat balasan yang setimpal.

Happy Pending[Spin-Off Half Of Me] [SoobinXArin]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt