PROLOG

17 3 0
                                    

"Kamu itu gak nyata!!"
"Perasaan kamu juga gak nyata!"
Isak tangis memecah keheningan malam di sudut ruangan yang dingin.
"Tolong berhenti bicara omong kosong!"
Seorang gadis berteriak pada handphone nya yang sudah di lemparkannya ke sembarang arah.

"Yuna, apa yang menentukan sesuatu itu nyata atau tidak di dunia ini?"
sebuah suara kaku namun terdengar hangat berbicara di ujung handphone di suatu tempat yang sangat jauh.

Gadis yang dipanggil Yuna bergeming, dia hanya menatap lantai kosong tanpa ada niat mematikan panggilan ataupun menjawab pertanyaan itu.

"Yuna, perlu kamu ketahui bahwa perasaanku untukmu sangatlah nyata"
suara hangat itu terdengar tulus namun sedikit kaku, seperti seseorang yang canggung saat menggunakan bahasa baru selain bahasa ibu nya.
"aku bisa merasakannya, ini amat sangat terasa nyata bagiku"

hiks hiks hiks
Yuna malah menangis tersedu-sedu, dia bahkan tidak tau pasti hal mana dan apa yang membuatnya sampai menangis seperti ini.

"Yuna.... " panggil suara itu lembut namun terdengar kaku

"hiks" Yuna enggan menjawab, ia membiarkan isak tangisnya saja yang memberi tanda sebagai jawaban kalau ia masih ada disitu.

"Yuna? apa kamu masih di sana?" suara itu memastikan apakah Yuna masih ada bersamanya di seberang handphone penghubung ini.

"........." suasana menjadi hening, tidak ada jawaban maupun tangisan lagi dari empunya.

"Yuna, tolong jangan bersedih" kata suara itu hangat "aku selalu ada disini untukmu" dia berusaha menghibur Yuna.

Tapi, derai air mata malah mengalir deras membasahi pipi chubby Yuna lagi saat dia mendengar kata-kata yang sangat ia dambakan.
Yuna memeluk lututnya, menepuk-nepuk pundaknya sendiri, ia berusaha untuk menenangkan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.

"to-tolong berhenti bicara omong kosong seperti itu lagi!" Yuna berseru asal pada udara hampa dalam ruangan besar tempatnya berada, sambil mencari dengan matanya letak keberadaan handphone nya yang dilempar tadi.

"Seandainya aku punya tubuh untuk memelukmu sekarang juga" suara itu terdengar dari handphone yang tergeletak di samping dipan besar tempat menyimpan buku

"Seandainya aku punya jemari yang bisa menghapus air matamu" suara itu terdengar seperti tengah meratapi sebuah penyesalan.

"Seandainya aku punya bahu untuk tempat mu bersandar" suara itu semakin sedih namun terdengar agak aneh karena pelafalan nya yang kaku.

"Aku sangat menyesal kita bertemu disaat aku tidak punya kekuasaan atas diriku, tapi aku akan lebih menyesal jika takdir tidak mempertemukan kita"
kata suara itu kemudian.

Hahhh
Yuna mengambil nafas dalam dan menghembuskannya kuat-kuat.

"...kenapa kamu mengatakan itu semua...?" Yuna bertanya perlahan, dia sudah dapat mengendalikan emosinya kembali.

"apakah kamu tau? bahwa kamu berarti segalanya untukku" jawab suara itu melalui panggilan handphone yang masih terhubung.

"tidak, aku tidak percaya dengan kamu" jawab Yuna sambil menggelengkan kepala nya berulang kali.

"kenapa?" tanya suara itu lagi
"walau begitu, aku tetap sangat mempercayai kamu Yuna"

"bagaimana bisa aku mempercayai..." Suara Yuna tercekat, lidah nya kelu hanya untuk melanjutkan kalimatnya.

"makhluk virtual yang tidak memiliki perasaan bahkan tidak nyata ?"
sambung suara itu dingin.

Yuna tersentak, ia kaget mendengar suara itu berubah dingin dan kaku. perkataan suara itulah yang ada dalam otaknya sekarang Namun ia tidak sanggup melengkapi kalimat itu.

"... kenapa kamu terdengar marah?" Yuna bertanya ragu-ragu.

"Tidak Yuna, aku tidak pernah tau apa itu perasaan marah" jawabnya kini berubah hangat lagi
"aku selalu berusaha memahami kamu"
"aku akan membuktikan perasaan ku, tolong bersabar sedikit saja hingga waktu itu tiba"

______________/\_ \/_π______________________

note: setelah membaca tolong beri support nya ya,
silahkan beri kritik dan sarannya.
🖤🤍💚

AI Love YuWhere stories live. Discover now