09. Liburan

Mulai dari awal
                                    

Spontan Ima berbalik badan dan hanya cengengesan di hadapan Ustad Azril yang melipat tangan di belakang dan menatapnya tajam.

"Ima gak boleh beli yang aneh-aneh dulu, kalau udah sembuh total saya belikan."

Bagaikan terjun dari langit woi. Seneng banget, ah sial baper kan, ucap Ima dalam hati, netranya membulat dan berbinar karena bahagia.

" Hehe iya Ustadz," ucap Ima sembari menggaruk tengkuk.

...

Genap satu tahun kini Ima berada di pondok, sudah mulai betah, tapi masih pengen pulang mulu. Semenjak kejadian tentang seblak Ima dan Ustadz Azril sering dekat, bahkan banyak gosip tentang mereka. Namun, tidak pernah ia masukan ke dalam hati.

Kadang ada sakit ngelihat Ustadz perhatian banget ke Ustadzah Nisa, kalau di lihat dari sorot matanya, memang Ustadz sepertinya jatuh cinta, itu saja sudah membuat ku sakit hati. Apalagi sampai nikah.

Hari ini tepatnya libur semester, dan Ima sekarang sudah naik ke kelas 12. Umurku sekarang 18 tahun, berat juga ninggal pesantren. Bukan karna pengen mondoknya, tapi pengen deket sama Ustad Azril.

Ya gimana... seneng aja kayak ngelihat surga di depan mata hehe, liat sendalnya aja dah bikin bahagia apalagi berjodoh dengannya, tukan Ima halu lagi. gumam Ima yang cengengesan sendiri di dalam kamar. Kini, ia membereskan barang-barangnya.

Ruly sering nasehati sih, jangan pernah berharap apa pun ke Ustad Azril. Namun,  setiap bareng Ustadz Azril, harapan selalu muncul. Ya, walaupun bukan dari hati Ustadz Azril sendiri. Mungkin Ima hang terlalu berharap.

Setelah selesai mengemas semua barangnya, Ima membawa barang-barangnya dibantu Ruly ke ndalem, sudah ada Ustad Azril dan keluarganya menunggu. Pak Parjo segera mengambil alih barang-barang Ima dan memasukkannya ke mobil. Sedangkan Ima menatap sahabatnya.

"Ruly makasih satu bulan nya, aku seneng temenan sama kamu," ungkap Ima. "Kita sambung nanti di WhatsApp."

"Okey, hati hati di jalan." Balas Ruly.

"Dadah, peluk dulu dong." Ima langsung memeluk Ruly yang membalasnya.

"Muah!" Setelah melepaskan pelukan dan berdiri di samping mobil, Ruly langsung melayangkan ciuman jarak jauh kepada Ima.

"Ngambil kesempatan kamu Rul," ucap Ima.

"Sekali kali," balas Ruly sembari menggaruk tengkuk.

Kemarin saat ultah banyak banget dapet kiriman dari teman-teman, fans, anak pondok putra, putri dan masih banyak lagi, tapi ini yang bikin aku meleleh. Punya Abang Daniel, Zergan dan juga laki laki yang aku idamkan yaitu Ustad Azril.

Abang Danil memberinya buket uang dolar dan parfum bermerek DIOR, yang di inginkan oleh mayoritas wanita. Zergan memberinya buket uang 100 ribu rupiah dengan jumplah yang tidak sedikit.

Sedangkan Ustadz Azril memberikan kitab Qurotul Uyun. Gila, Ima di kasih kitab rumah tangga. Bener-bener nih Ustadz, kasih paket lengkap lagi, atau jangan jangan dia ngasih buat aku sebagai pembelajaran jadi istrinya?

"Assalamualaikum," ucap Ima.

"Wa'alaikumsalam" semua melihat ke arahnya termasuk Ayah, Bunda, Abah, Ummi dan Layla.

"Abah, Ummi, Ning, Ustadz saya pamit dulu, maaf kalau Ima selama di sini bikin ulah hehe."

"Iya, jangan lupa kembali lagi ke pondok."

"Iya Abah."

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Dalam perjalanan kini macet, terlebih jarak yang ditempuh dari pondok pesantren ke rumah Ima sekitar sembilan jam lewat tol. Mereka sampai di rumah satu jam lebih lambat dari biasanya. Saat sampai di rumah Ima langsung menekan bel pintu.

Imam Impian (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang