40. Permintaan Pertama

1.1K 130 26
                                    

Selesai sudah hari hari sibuk selama dua Minggu, kini kembali dengan masa santai ku, menyedot segelas Caramel Macchiato ku yang hampir habis.

Sebelum benar benar pulang ke Indonesia, aku menyempatkan diri berkunjung kerumah Kakek Nenek. Dan kalian tau? Rian tiba tiba memaksa untuk mengantarku kesana, jangan tanya aku dia tahu darimana kalo aku mau pergi, aku sendiri juga gak tau.

Dari kejadian kemarin kalian bisa menyimpulkannya sendiri, kan? Ya. Aku campuran Indonesia dan Malaysia. Ayahku yang dari Malaysia, ibuku asli Bandung. Tapi kami memutuskan menetap di Bandung.

Aku menatap postingan Instagram ku, foto ini aku ambil di belakang rumah Kakek-Nenek. Gak ada yang berubah, sama sekali, keadaan, suasana, dan cuaca nya masih sama.

Oh iya, kalian mau lihat fotonya gak?

Aku tahu kalian mau menggosip kalau hasil fotonya Rian flat banget, kan? Aku setuju!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku tahu kalian mau menggosip kalau hasil fotonya Rian flat banget, kan? Aku setuju!

Eh, atau jangan jangan kalian gak tahu kalo yang motret ini Rian?

Tentang outfitku-- ya, aku sebenarnya suka pakai dress, tapi karena pekerjaanku tidak memungkinkan untuk memakainya, makanya hanya dipakai disaat saat free seperti kemarin.

"Azkia Danita Ansel! Yaallah gue panggilin daritadi!"

Aku langsung tersentak, melihat mbak Wid yang sudah mencak mencak. Aduh, aku keasikan cerita dengan kalian, makanya melamun.

"Apasih, Mbak? Siapa yang badannya gaenak?"

Mbak Wid menggeleng, "Nggak ada."

"Lah terus kok lu heboh?"

"Gue mau ngajakin lu main."

Aku mengernyit, "Apasih, Mbak? Mainan apaan? Mainan bocah?"

"Enak aja!"

"Lah terus apa?"

"Main badminton, yuk?"

Aku terdiam, aduh aku salah dengar gak, sih? Jangan jangan Rian memberitahu mbak Wid?

"Mbak, lu tau?" Tanyaku hati hati.

"Tau apaan? Ga jelas lu, ah! Udah ayok cepetan, Nafi, Febby, sama docta udah nungguin!"

Aku menghela nafas lega, syukurlah mbak Wid gak tau.

"Ih, mbak. Jelasin ke gue dulu. Emangnya kita boleh pake lapangan?"

Mbak Wid menoleh, "Ah iya, gue lupa lo masih anak baru."

"Jadi, Ki. Ada waktu dimana coach memperbolehkan atletnya mau latihan atau engga, tapi bukan berarti libur. Lu ngerti gak?" Jelasnya, aku mengangguk pelan.

"Nah, disaat itu, yang main di lapangan boleh siapa aja, bahkan kalo adek lo yang cakep itu mau main disini juga boleh."

Aku melotot, heh, mbak Wid kenapa? Ketularan Meli, ya?

Moonlight | Rian ArdiantoWhere stories live. Discover now