5 🎭

9 11 1
                                    

_
_

Arav memasuki teater dengan gayanya yang cool. Seperti biasa, tampilan Arav selalu menghipnotis para wanita yang ada di teater. Ditambah lagi Arav tersenyum dengan manis. Lengkap. Arav adalah sebuah paket lengkap incaran para Ibu mertua.

“Ngapain juga senyum, caper,” gumam Carla. Untung tidak terdengar oleh Arav dan teman-temannya.

Lain lagi dengan tanggapan Tia.

“Keren sih, tapi bukan tipe gue,” ujar Tia.

Tia mengakui jika Arav itu keren, tapi hati Tia sudah stuck ke Dava. Dari tadi Tia juga mencuri-curi pandang ke arah Dava.

Tapi Jay, abangnya itu juga memantau gerak gerik Tia, dan meledeknya sewaktu-waktu. Membuat Tia jengkel. Jay sangat hobi meledeknya.

“Perhatian semuanya, karena Arav udah balik, sebentar lagi akan diumumkan siapa-siapa aja yang lolos jadi anggota teater!!” Dava memberikan instruksi. Semua anggota teater termasuk yang baru langsung antusias dan berkumpul di dekat panggung.

“Mami Maryam ngga bisa dateng, jadi untuk urusan teater beliau serahin sama gue buat sementara,” ujar Arav, yang disambut sorak sorai bahagia para pengagumnya.

Arav memang sudah lama jadi andalan di TN7. Mami Maryam sangat mempercayainya.

Dava memberikan beberapa arahan tambahan agar seluruh anggota berbaris rapi.

Arav lalu memperhatikan mereka semua, dan melihat gadis yang masih dengan seragam SMA-nya sejenak, lalu pandangan Arav jatuh kepada Carla. Lalu mengedarkan kembali pandangannya kepada anggota keseluruhan.

“Itu anak SMA siapa ya ..., baru liat,” lirih Arav kepada Dava.

“Adeknya Jay,” jawab Dava pelan.

Arav lalu mengangguk.

“Kalian harus ingat, kalau sudah masuk ke teater ini, harus menjaga nama baik teater dan sungguh-sungguh. Memang tidak ada sistem di-kick dari teater, tapi jika kalian membawa dampak yang buruk untuk teater, sanksinya akan lebih kejam.”

“Intinya, kalian harus punya komitmen,” tambah Dava.

Semua anggota baru tertegun mendengarnya, termasuk Carla.

Pasalnya, Carla pikir di teater akan sangat santai. Walaupun Arav dan teman-temannya tampak receh di luar, akan tetapi mereka sangat serius menjadi anggota TN7.

“Kalian paham kan?” tanya Riko.

“Paham kak!” ujar anggota TN7 serentak.

“Semua yang daftar …, lolos jadi anggota TN7, tahun ini entah kenapa yang daftar sedikit, cuma sepuluh orang.”

Arav sedikit kecewa. Dari tahun ke tahun, orang yang berminat untuk menjadi anggota TN7 semakin berkurang. Sepertinya eksistensi TN7 perlu ditingkatkan lagi.

Berbagai pertunjukan harus diadakan kembali.

Semuanya bersorak gembira. Biarpun motivasi mereka untuk masuk ke TN7 beragam, mereka tetap diloloskan juga. Tahap seleksi yang sebenarnya adalah ketika mereka sudah ditempa di sana.

Siapa yang kuat dan mempunyai tekad akan bertahan, dan yang menyerah akan pergi dengan sendirinya. Itu sudah lama terbukti.

“Oke, terima kasih atas perhatiannya, silahkan bubar,” pinta Jay. Barisan pun bubar, ada yang langsung pulang dan ada juga yang masih nongkrong di TN7.

Tia contohnya, ia melakukan selfie dengan latar panggung teater. Biar keren. Sebuah keberuntungan yang sangat besar bagi Tia, baru saja mengisi formulir, eh dia sudah diterima. Berkat Dava juga.

“Udah udah, pulang sana,” ujar Jay kepada adiknya itu.

“Gue masih mau di sini dulu,” jawab Tia sembari menghapus beberapa photo yang kurang simetris.

“Biarin aja dia di sini, lu sewot banget jadi abang,” imbuh Dava yang mendapat pelototan dari Jay.

“Nah bener kata bang Dava, lu sewot banget,” cecar Tia dan menjulurkan lidahnya. Jay hanya bisa pasrah.

***

“Carla, tunggu!” ujar Arav ketika Carla berjalan ke arah parkiran.

Suara Arav ketika memanggilnya menarik perhatian beberapa orang yang masih ada di teater, dan Carla tidak menyukai itu.

Carla tidak suka jika dirinya menjadi pusat perhatian. Itu harus digarisbawahi.

“Ada apa sih?”

“Lo pulang sama siapa? Gue anter.”

“Gue pulang sendiri, naik motor. Gak perlu dianter,” ujar Carla.

Carla sudah terbiasa, malahan Carla heran jika Arav tiba-tiba menjadi baik seperti ini.

Pikiran negatif kerap kali menghantui Carla jika menyangkut laki-laki, entah kenapa. Sepertinya Carla harus berhenti menonton film psikopat. Duh, membayangkan bahwa Arav seorang psikopat saja sudah membuat Carla merinding.

“Ya udah deh, lo hati-hati yaa,” ujar Arav.

“I-iya, oke gue balik.” Carla segera menyalakan motor dan merasa heran dengan Arav. Tapi bodo amat, yang penting nanti sampai di rumah ia harus memberi tahu Daddy-nya bahwa ia lolos menjadi anggota TN7.

Suatu pencapaian yang luar biasa.

Jika diingat-ingat selama ini gue cuma rebahan di kamar doang selain kuliah, batin Carla.

Carla segera melaju menuju rumah. Arav melihat kepergian Carla sampai punggung gadis itu benar-benar menghilang dari penglihatannya.

Akhir-akhir ini Arav merasa khawatir dengan Carla, padahal Carla bukan siapa-siapa bagi dirinya.

Bahkan Arav sempat berpikiran akan membuat hidup Carla tidak tenang di teater. Kini pikiran itu Arav buang jauh-jauh.

“Gimana aku mau gangguin kamu Car, ngeliat kamu sedih aja aku jadi khawatir,” lirih Arav.

Dava yang melihat Arav bengong datang menghampiri. Jay dan Riko masih ada di dalam teater bersama Tia.

“Diliatin banget Carla pulang,” ledek Dava yang dibalas senyum oleh Arav. Senyum yang beragam jika diartikan.

“Mastiin aja kalau dia udah ngga sedih,” balas Arav.

“Lo udah kenal lama ya sama Carla?”

“Iya, lo ngga usah kepo ….”

Dava hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Arav. Baru kali ini Arav perhatian banget sama cewek, batin Dava.

Banyak sekali wanita-wanita yang mendekati Arav. Baik itu di kampus maupun di luar kampus. Namun, Arav tidak pernah menanggapi mereka dengan serius. Arav hanya mau berteman dengan mereka tanpa menyakiti. Begitulah Arav. Tapi kali ini sedikit berbeda.

"Arav, gue pantau lo yaaa!!"


Tbc.....








































Next ga nih??

Apa kabar yoerobun ...

Jangan lupa kasih author dukungan yaaa. Tekan bintangnya🙃😊



See you di chapter berikutnya yaa. Segeraaa.

With love,
Renai.

Theater No 7 || Hendery WayV(On Going)Where stories live. Discover now