Rahang sang Ratu sedikit mengeras kala Catrionna lagi-lagi menyanggah ucapannya. Menghembuskan nafas pelan, Ratu Patricia kembali memasang senyum di wajahnya. "Berbicara mengenai teh, bukankah kau menghadiri jamuan teh putriku beberapa saat lalu?"

Catrionna berusaha menahan dirinya agar tidak membuat ekspresi yang tidak diperlukan, seperti mengangkat sebelah alisnya karena terlihat sangat tidak sopan. Bagaimanapun ia tengah berbicara dengan Ratu kerajaannya. "Benar, Yang Mulia."

"Apakah kalian berteman baik? Ku pikir putriku memiliki peringai menyenangkan hingga membuat seseorang ingin berteman dengannya."

"Tidak sedekat itu, Yang Mulia. Kami belum bertemu sesering itu untuk bisa menjadi teman," jawab Catrionna tenang.

Kening sang Ratu mengerut dalam, "Begitu? Lalu kau berteman dengan siapa?"

Aah.. Sepertinya ia mulai paham mengenai arah pembicaraan ini. Mengenai alasan kehadirannya di sini.

"Putri Celine Heroes. Kami berteman dengan baik."

Wajah Ratu Patricia berbinar, "Bukankah ia sangat cantik? Selain itu latar belakang keluarganya juga sangat bagus." Ada seringai kecil tersungging di bibirnya

"Ya?"

"Ku pikir Putri Celine sangat cocok untuk Putra Mahkota." Ratu Patricia kembali menyesap tehnya sebelum berkata, "bukan begitu, Nyonya Gilson?"

Catrionna tidak langsung menjawab. Ada riak keterkejutan di wajahnya meski ia telah menduga bahwa inilah maksud sang Ratu mengundangnya ke istana. Apalagi fakta bahwa Pangeran Albern yang sepertinya juga menyukai sahabatnya membuatnya ikut kebingungan. Apakah sahabatnya tengah diperebutkan oleh dua pangeran kerajaan? Waw.

"Hm.. saya rasa Putri Celine menyukai laki-laki yang memiliki jarak umur sedikit jauh darinya, seperti Pangeran Albern, Yang Mulia."

Ratu Patricia tampak tidak senang. Wanita itu mendengus keras sebagai tanda bahwa ia tidak setuju dengan gagasan Catrionna. "Dia bilang begitu? Ku pikir Putra Mahkota lebih berpotensi daripada Pangeran Albern."

Catrionna mendesah jengah dalam hati. Ibu manapun akan beranggapan seperti itu terhadap anaknya sendiri, apalagi jika menyangkut calon menantu potensial seperti Putri Celine Heroes. Mendengar fakta ini secara langsung, sejujurnya membuatnya sedikit merasa tidak adil untuk Pangeran Albern. Ia putra tertua, tetapi adiknyalah yang menjadi pewaris tahta kerajaan. Dan sekarang, seseorang yang menarik hatinya juga akan diberikan untuk adiknya? Benar-benar kejam. Lagi pula, untuk apa diadakan pesta penyeleksian calon Putri Mahkota jika calonnya saja sudah ditentukan?

Belum sempat ia menjawab, ketukan pintu mengintrupsi perbincangan mereka.

"Ibu, apakah sudah selesai membujuknya?" tanya Putri Odelia saat ia memasuki ruangan. "Sepertinya belum," ujarnya lagi saat melihat wajah Catrionna yang terlihat biasa saja, tidak menampilkan ekspresi berlebih.

Catrionna memasang wajah datarnya. Kedatangan Putri Odelia membuat suasana hatinya berubah drastis, cenderung malas. Apalagi perselisihan tempo hari dengannya masih sangat berbekas.

"Untuk apa kau kemari?" tanya Ratu Patricia saat melihat kedatangan putrinya. Putrinya itu bisa saja merusak rencananya untuk membujuk Catrionna agar mendekatkan Putri Celine dengan Putra Mahkota. Apalagi ia sudah mendengar rumor bahwa sempat terjadi perselisihan di antara mereka saat jamuan teh beberapa waktu lalu. Tetapi ia tidak percaya sepenuhnya mengingat sang putri selalu terlihat anggun di manapun ia berada.

"Memangnya kenapa?" tanya Putri Odelia sambil melirik Catrionna remeh. Ia merasa memiliki pendukung akan keberadaan ibunya di sisinya. Ah.. sepertinya bermain-main sedikit tidak apa-apa. "Bagaimana kabar Kenard, Nyonya Gilson?"

Catrionna tersenyum dingin, "Kabarnya sedikit tidak baik."

"Ah.. jadi maksudmu, suamimu sedang tidak baik-baik saja tetapi kau memilih berada di sini?"

"Dia selalu tidak baik jika saya tidak berada di sampingnya," balas Catrionna telak.

Putri Odelia kontan terbungkam, tetapi hanya sesaat. Kekehan sinis mengalun dari bibirnya, "Kau menggambarkannya menjadi pria yang lemah. Tega sekali."

Sudut bibir Catrionna terangkat hingga membentuk seringaian, "Kondisi orang yang saling jatuh cinta memang begitu."

Ratu Patricia baru akan melerai, tetapi seruan dari penjaga pintu mengurungkan niatnya.

"Tuan Kenard Gilson izin memasuki ruangan.." seru suara lantang itu disusul munculnya Kenard dengan wajah letihnya. Bulir-bulir keringat tampak menetes di sisi-sisi wajahnya. Dadanya naik-turun, seperti orang yang baru saja berlari berkilo-kilo meter.

"Ken!" seru Putri Odelia antusias.

Menyadari kedatangan Kenard, Catrionna segera menundukkan kepalanya dalam-dalam. Wajahanya menyiratkan ketakutan yang sengaja ia buat-buat. Kedua tangannya saling bertautan di atas pangkuannya. Gestur tubuhnya benar-benar seperti orang yang tidak berdaya.

Kenard tidak menghiraukan panggilan Putri Odelia, tatapannya justru tertuju pada istrinya yang tengah duduk sambil menundukkan kepalanya. Rahangnya mengeras saat melihat kondisi Catrionna yang terlihat tidak baik-baik saja.

"Salam hormat, Yang Mulia.." salamnya pada sang Ratu sebelum menghampiri keberadaan Catrionna.

"Ah.. Ken, kau datang?" balas Ratu Patricia kikuk. Matanya melirik Catrionna yang masih menundukkan kepalanya. Apa yang tengah wanita itu lakukan?

"Apakah sebuah tindakan yang benar jika membawa istri seseorang saat suaminya tidak berada di rumah?" tanya Kenard saat ia telah berada di belakang Catrionna. Kedua tangannya memegang pundak istrinya lalu mengusapnya dengan lembut. Kenard mengira bahwa Catrionna pasti telah mengalami waktu yang sulit saat harus berhadapan dengan Ratu dan Putri Odelia.

"Kami hanya mengobrolkan hal ringan saja," jawab Ratu Patricia berusaha tetap tenang saat mendapati wajah datar Kenard, tetapi matanya menyorot dengan tajam.

"Apakah urusan kalian sudah selesai?" tanya Kenard lagi.

"Ya, tentu saja," balas Ratu Patricia ringan. Wanita paruh baya itu berhasil menetralisir ekspresi keterkejutan di wajahnya. Sedangkan Putri Odelia tetap bungkam dengan wajah sedikit pucat di tempatnya duduk.

Kenard membungkukkan badannya dan mensejajarkan bibirnya dengan telinga Catrionna, "Ayo kita pulang."

Setelah mendapat anggukan kepala dari Catrionna, Kenard kembali menegakkan badannya. Laki-laki itu mendesah lelah. Apa yang telah mereka lakukan hingga istrinya yang banyak bicara tidak mau mengeluarkan suaranya?

"Kami pamit, Yang Mulia.."

Kenard menggenggam tangan Catrionna, menuntunnya keluar dari ruangan pribadi sang Ratu. Saat keduanya telah keluar dari gerbang istana, laki-laki itu segera membawa tubuh istrinya ke dalam dekapan hangatnya. "Kau akan baik-baik saja. Aku di sini, aku di sini," gumamnya pelan dengan tangan mengusap punggung Catrionna pelan. Kenard tidak tahu saja jika Catrionna tengah menahan senyumnya sedari tadi. Melihat wajah pias Ratu dan Putri Odelia sungguh menyenangkan. Ia memang sengaja berpura-pura seperti ini agar Ratu tidak semena-mena lagi terhadapnya.

Tbc.

Main sinetron azab aja, Cat wkwkkw

Vote dan spam komeeenn..

Ken & Cat (END)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora