BAB 4 ~ 🐅 MEMBANGUNKAN MACAN TIDUR 🐅

22 12 20
                                    


Selamat hari Minggu...

Babah Tan dateng lagi ya....😎😎

Kali ini, Babah Tan mau ngapain ya?? 🤔🤔

Langsung meluncur aja yuk.... 😊😊😊

Jangan lupa pencet bintang dan kasih komen yak... 🥰🥰🥰🥰



Aummmm.... 🐅


🐅🐅🐅


Langit mendung sejak sore hari, tetapi tanda-tanda turun hujan belum tampak. Angin pun tidak berembus, membuat hawa menjadi semakin gerah. Tanujaya sudah membuka lebar-lebar kedua jendela tinggi di belakang kursinya. Ia juga membuka lebar pintu ganda ruang kerjanya. Bahkan sebuah kipas angin besar yang tergantung di langit-langit ruangan dengan kecepatan maksimum pun masih belum bisa mengurangi rasa gerah yang menguar di udara.

Tanujaya sedang melanjutkan mengecek buku besar yang tertunda siang tadi ketika suara ketukan pintu menarik perhatiannya. Kepalanya segera mendongak dan menatap dua karyawan beda generasi tengah berdiri di ambang pintu.

"Ah, kalian dah datang. Masuklah. Eh, dan tolong tutup pintunya," pinta Tanujaya yang sudah kembali menundukkan kepala, menekuri buku besar.

Pria yang lebih muda menutup pintu kayu ganda berwarna cokelat tua itu sebelum menyusul rekannya yang lebih tua, berdiri di hadapan Tanujaya. Ketika lelaki paruh baya itu menyadari dua karyawannya masih berdiri menunggu, ia pun berujar, "Tunggu sebentar. Eh, kalian bisa duduk dulu." Jari-jemari Tanujaya yang sedang memegang pulpen ikut bergerak menunjuk dua buah kursi kayu di seberang meja.

Jari-jemari yang panjang-panjang itu lalu bergerak lincah di atas swipoa. Suara biji-biji swipoa yang saling beradu terdengar nyaring di tengah-tengah kesunyian malam. Tak berselang lama, akhirnya Tanujaya menghentikan kegiatannya. Ia menutup buku besar bersampul tebal itu, lalu menyimpan swipoa ke dalam laci.

"Nah, gini ...," ucap Tanujaya seraya menumpukan kedua siku di tepi meja dan menautkan jari-jemari kedua tangannya, "kalian mungkin menyadari, terutama kamu, Jon, kalau hari ini kita mendapat keluhan dari para pelanggan. Bukan hanya dari Pak Sugeng ce-es, tapi juga dari Pak Jito." Tanujaya menghentikan ucapannya sejenak, memandang dua orang di hadapannya yang mengangguk secara bersamaan.

"Nah, sebenarnya bukan baru kali ini aja kita mendapat keluhan. Sekitar satu-dua bulan yang lalu juga ada keluhan dari toko Pak Bari dan Pak Ahmad meskipun berbeda keluhan," beber Tanujaya. Tatapan mata sipitnya masih tertuju pada Ganjar dan Joni.

"Saya mau kalian berdua menyelidiki hal ini secara diam-diam. Pastikan dulu apakah kelalaian itu berasal dari kesalahan kita selama menyiapkan pesanan maupun saat pengiriman," jelas juragan kopi itu, "atau memang ulah seseorang yang ingin menjatuhkan bisnis saya. Laporkan hasil temuan kalian langsung ke saya. Kalau saya lagi nggak di tempat, kalian bisa menyampaikan pada Lusiana. Ini data-data yang berkaitan dengan keluhan mereka. Tanggal keluhan, siapa yang mengeluh, apa keluhannya, jenis kopi yang mereka keluhkan, dan tanggal pengirimannya." Tanujaya mengeluarkan dua buah berkas hasil cetakan printer yang dikerjakan oleh Lusiana tadi sore dari laci kedua sebelah kanan. Masing-masing orang di hadapannya menerima satu berkas.

"Kalian paham?"

"Paham, Tuan."

"Pa ... paham, Juragan."

"Hmm. Bagus. Ingat! Jangan memancing perhatian. Saya mencurigai sesuatu dan kalau kecurigaan saya benar ...," ungkap Tanujaya sedikit geram seraya memukulkan kepalan tangan kanannya ke atas meja, kemudian mendengkus dengan keras sebelum melanjutkan, "jadi hati-hatilah! Saya nggak akan menolerir siapa pun yang ingin menjegal usaha saya."

(Bukan) Ke Lain Hati ~ (TAMAT) ~ TERBIT E-BOOKWhere stories live. Discover now