7

169 9 2
                                    

Tidak ada yang benar-benar berubah sejak hari itu. Kami masih jarang bertemu mengingat kesibukannya dengan 127 adalah prioritas utama. Seperti yang biasa ku lakukan, sesekali aku akan mengunjunginya ke dorm meskipun hanya sebentar. Benar-benar tidak ada bedanya, hanya saja kami saling mengetahui perasaan masing-masing saat ini.

Aku bermain dengan Jeno dan Jisung di ruang tengah. Jaemin tengah menyiapkan makan siang di dapur. Sungchan dan Shotaro berangkat ke kantor SM pagi-pagi tadi.

"Perlu bantuan Jaem?" aku menghampiri Jaemin dan membantunya memasak sementara Jisung dan Jeno terdengar heboh kala jenga yang mereka susun ternyata roboh.

"Injunie, siapkan saja piring-piringnya." Balasnya. Aku menyusun piring dan gelas di atas meja makan.

"Semuanya, makanan sudah siap." Teriakku. Jisung dan Jeno berlarian menuju ruang makan. Oh ya ampun, mereka seperti anak-anak kecil kalau sedang seperti ini.

"Kalian sudah terlihat seperti eomma dan appa." Celetuk Jisung, aku akan menyangkalnya sebelum Jaemin membalas, "Benarkah Jisung? Kalau begitu panggil aku appa dan panggil Renjun eomma mulai sekarang."

Jeno tertawa, mata bulan sabitnya semakin terlihat.

"Eomma~..." goda Jeno. Aku tidak menyahuti dan menunjukkan raut wajah kesal. Tawanya semakin keras.

Sore hari itu awan hitam terlihat siap kapan saja menumpahkan air hujan. Selesai makan, kami berempat menonton serial di ruang tengah. Namun baru setengah jam berlalu, Jisung sudah tidur. Jisung tidur menyandarkan kepalanya di bahu kiriku. Ingin ku bangunkan karena lehernya akan sakit kalau tidur dengan posisi seperti ini. Namun tidak lama berselang, kantukku juga datang.

Menjelang petang, benar saja hujan turun deras. Aku membuka mata dan beradaptasi dengan cahaya ruangan. Kami berempat ternyata tertidur. Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul 18.10, sudah berapa lama kami tidur?

"Jisung-ah, bangun. Ayo istirahat di kamar saja kalau masih mengantuk." Kataku, mengelus kepalanya pelan. Bahuku sangat pegal sekarang. Ia mengerjap, kemudian ku bangunkan Jaemin dan Jeno bergantian.

Selesai mandi, Jeno menuju kamar Jisung untuk bermain game bersama. Ku nyalakan lilin aroma terapi yang baru ku gunakan setelah sekian lama. Dulu, saat masih sekamar dengan Jisung, ia tidak menyukainya jadi aku tidak pernah menggunakannya.

Jaemin? Aku tidak tahu dia sedang apa. Hujan di luar masih deras. Ku naikkan suhu ruangan dan bersantai. Apakah Mark hyung masih bekerja?

Ku dengar Shotara dan Sungchan sudah pulang. Namun aku masih malas sekedar keluar kamar dan menyapa keduanya. Nanti saja pada saat makan malam. Apakah mereka tadi bertemu Mark hyung di kantor?

"Hyung.." kataku ketika panggilan sudah tersambung.

"Haloo cutie, sedang apa?" Mengapa suara Mark hyung terdengar jauh lebih seksi ketika lewat telfon seperti ini?

"Bersantai. Hyung sudah di dorm?"

"Masih di kantor. Latihannya belum selesai Injunie."

"Hyung dan yang lainnya sudah makan malam? Di luar hujan. Jaga kesehatan, apalagi hyung sedang sangat sibuk saat ini."

"Baiklah. Hyung akan selalu sehat. Kami baru akan memesan makanan."

"Ya sudah, selamat makan malam kalau begitu hyung. Salam untuk Haechan yaa. Sampai jumpa."

Sebenarnya aku masih ingin mengobrol atau setidaknya mendengar suara Mark hyung lebih lama. Namun tidak enak kalau member 127 mendengarnya. Tidak ada satu pun yang mengetahui apa yang terjadi diantara kami. Saat ini, sebaiknya memang begitu, kan?

DENIALOnde as histórias ganham vida. Descobre agora