22. Permohonan

Mulai dari awal
                                    

Afifah mengangguk. "Iya, Bi." jawabnya lirih.

Gus Amar senyum-senyum sendiri karena Afifah mau mengakuinya.

Abi Utsman lalu menceritakan alasan menikahkan putrinya di usia muda, lalu sedikit peringatan agar Gus Amar tak menyentuh Afifah terlalu jauh. Dan memberi wejangan lainnya ke kedua anaknya itu tentang apa saja yang harus dilakukan dan hindari dalam suatu ikatan berumah tangga.

Selang beberapa menit kemudian ia mengajak sarapan sebelum nantinya putrinya akan dibawa kembali ke Albasyari.

Mulailah Hidup dengan damai di bawah naungan Tuhan dan kesenangan surgawi bersama sang bidadari dunia, Amar. Batin Gus Amar saat berjalan di belakang Abi mertua menuju ruang makan.

~~~

Karena posisinya sekarang ini ada Ibrahim, tentu Afifah akan duduk di jok tengah sambil makan cemilan yang Gus Amar beli tadi malam. Ia tak tahan lagi memakai masker, engap.

Sembari nunggu Diniyah aktif lagi, main-main ah ke rumah Amin. Eh tapi kan aku gak tau rumahnya kayak gimana.

Nama kabupaten sama desanya tauk, tapi bentukan rumahnya ...?

Afifah mencoba mengingat-ingat sedikit tentang gambaran bentuk tempat tinggal sahabatnya yang pernah diceritakan padanya.

Depan rumah ada latar lebar, samping rumah ada kandang domba, bentuk rumahnya masih setengah papan. Seberang rumah ada kebun cokelat.

Ia mengangguk-anggukkan kepala setelah mengingatnya hampir setengah yang Amin katakan dulu.

"Aku ada tawaran kuliah ke Mesir mau ambil gak, Kang?" tanya Gus Amar pada Ibrahim.

Afifah menarik fokus dari pikirannya barusan gantian ke 2 orang di depannya.

"Di Indonesia aja Gus kalo cuma buat kuliah dan belajar agama, nggak kalah saing soalnya ilmu yang diajarkan pesantren,"

"Kalo Yaman gimana? Ada 2 tawaran soalnya,"

"Dawuhnya Mbah kyai sih, habiskan dulu ilmu kyai Indonesia baru pergi belajar ke luar negeri, heheh. Mbah Kyai nggih alim walau nggak pernah ke luar negeri selain waktu Haji. Ilmu dan berkahnya kyai-kyai di sini juga bisa mengarahkan untuk dekat dengan Pengeran. Saya cinta Islam yang diajarkan di Indonesia, bisa jadi kalau saya belajar di sana akan sedikit berbeda cara dakwahnya nanti di masyarakat sekitar," tolak Ibrahim yang aslinya lebih ingin melayani para penerus nabi dan kekasih Allah yang tinggal di sekitarnya.

Afifah yang mendengar penuturan Ibrahim itu bertepuk tangan pelan, sangat pelan. Cara pikir pria itu walau aslinya milik Abah Kyai ia kagumi.

Nikahi aku, Kang. Nikahi ....

"Eh astaghfirullah." Ia buru-buru memukul bibirnya saat membatin yang tidak-tidak.

Gus Amar mengarahkan penglihatannya ke arah spion atas untuk melihat apa yang gadisnya perbuat. Tidak ada. Gadis itu kembali tenang dan sibuk dengan makanannya sendiri.

"Itu sih cuma buat saya sendiri, Gus. Mungkin Gus bisa nawarin ke orang lain yang lebih membutuhkan, hehehe." ucap Ibrahim.

Gus Amar mengangguk-anggukan kepala sambil berdehem.

~~~

Setelah akhirnya sampai di Albasyari lagi pada siang hari, kali ini Afifah sudah berhadapan kembali dengan Ummi Nadira di ruangan biasanya ia dipanggil walau Ummi mertuanya itu aslinya sedang sibuk dengan kedatangan wali murid atau lainnya yang tak habis-habisnya berdatangan di hari lebaran ketiga ini.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang