3. Crying at night

15 3 0
                                    

Setelah kejadian itu Jeanne tidak pernah bertemu dengan Xiaojun. Ia merasa bersalah karena telah membuat nyawa Xiaojun terancam. Ia tidak ingin hal yang dulu pernah terjadi terulang kembali. Untungnya ibu Xiaojun tidak terlalu mempermasalahkannya bahkan ibunya berterima kasih kepada Jeanne. Bahkan sampai sekarang dia tidak tahu tentang kondisi Xiaojun.









○●○●





Lebih kurang tiga bulan Jeanne berada di rumah sakit. Tidak ada hal yang menarik untuk dilakukan hari ini, seperti biasa ia menghabiskan waktunya di kamar rumah sakit. Tidak ada teman atau orang yang menemani hanya ada suara TV yang menyala untuk membuat suasana menjadi hidup, sementara ayahnya sibuk dengan pekerjaannya. Kalau saja saat itu dia tidak melakukan hal tersebut mungkin kondisinya tidak akan seburuk ini. Mungkin saja dia dapat melanjutkan kuliahnya dan dapat melakukan hal yang dia senangi. Tapi untuk melakukan hal itu rasanya tidak mungkin baginya sekarang.

Malam itu ayah Jeanne datang melihat putrinya. Setiap pulang kerja tengah malam ia selalu menyempatkan untuk melihat Jeanne. Bukannya mendapat sambutan hangat justru terjadi pertengkaran diantara meraka. 

"Pa, Jean mau pulang. Mau balik kuliah sama rawat bunga lagi," bentak Jeanne kepada ayahnya.

"Je..."

"Jean bosan kalau disini terus pa. Jean udah gapapa"

"Je kamu tau kan ada yang mau donorin ginjal"

"Iya pa Jean tau. Tapi dari dulu gak ada yang cocok"

"Iya papa tau. Tapi gasalah kalau kita coba dulu. Papa ingin kamu bisa hidup dengan normal kayak anak perempuan lain yang gak harus cuci darah," jelas ayahnya sambil memegang tangan Jeanne

"Lagian Jean dari kecil selalu cuci darah dan masih bisa bertahan sampai sekarang pa"

"Kamu tau sendiri kan, karena kelalaianmu juga bikin kondisi kamu memburuk. Cuci darah gak bisa bikin kamu bertahan lama."

"Salahin aja terus Jean. Yaudah kalau gitu Jean mati aja daripada harus disini"

Jean kemudian keluar meninggalkan ayahnya.

"Jean," panggil ayahnya.

Jeanne tidak menghiraukan ayahnya. Ia hanya ingin menyendiri dan melepaskan semua emosinya. Dia pergi ke rooftop untuk menenangkan pikirannya, namun setibanya disana ia meluapkan tangisnya.









"Papa jahat... papa gapaham kondisi aku. Aku mau mati," katanya dengan keras sambil menangis.

"kenapa sejak lahir aku gak mati aja sih. Kalau aku mati kan papa sama mama gak bakal pisah. Gue cuma jadi beban buat papa. Aku mau ma..."

Dari arah jarum  jam 8 terdengar suara dehaman seseorang yang membuat sorot matanya mencari sumber suara tersebut.

"Uhuk... Lo ngapain sih teriak? gangguin gue tidur, bisa diem gak sih?" kata orang tersebut yang berada di bangku dalam posisi berbaring.

Jeanne menyeka air matanya dan mendongak, ternyata orang itu adalah Xiaojun.

"Kok lo disini?" tanya Jeanne bingung

"Terserah gue. Justru gue yang nanya kenapa lo malem-malem nangis disini kayak bocah?" kata Xiaojun yang kemudian bangkit dari posisi berbaring.

"Lo ngeledek gue ya? yaudah daripada gue ngeladenin lo sama aja kayak gue ngomong sama bocah, mending gue tidur lagi"

Mendengar perkataan Xiaojun malah membuat Jeanne menangis kembali dan melontarkan kata-kata yang buruk, "Xiaojun jahat jahat jahat. Ngapain sih ada orang tidur disini aneh banget. Xiaojun jahat"

PANSY | XiaojunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang