Chapter two

25 2 0
                                    

Gerbang dibuka oleh dua penjaga disana, saat mobil putih yang sedang melaju terlihat dari kejauhan. Anara membuka kaca jendela mobil untuk sekedar tersenyum menyapa kepada penjaga-penjaga itu.

Anara memang berasal dari keluarga berada. Gadis cantik dengan kepribadian baik, cenderung setia kepada orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya. Mungkin hanya satu kekurangan Anara, ketidakpekaannya terhadap pelajaran.

Yah biarkan saja gadis itu melakukan apapun yang dia mau, nilai bukan segalanya. Tentu.

"Anara"

"Iya pa?"

"Sini duduk, papa mau ngomong"

Anara memperhatikan ayahnya yang mulai mengambil tempat duduk di sofa ruang tengah, ibunya juga terlihat berjalan menuruni tangga sambil membawa nampan berisi minuman di atasnya.

"Minum susunya dulu, sayang"

Anak gadis itu mengangguk sambil melepas tas dan meletakkannya di atas meja kecil samping sofa, diambilnya segelas susu putih untuk diteguk habis tanpa sisa. Anara lalu ikut duduk di samping ayahnya, Gio.

"Gimana sekolah kamu hari ini?"

"Baik-baik aja pa, kayak biasa"

"Berarti nilai kamu juga kayak biasanya? gak ada peningkatan?"

Memejamkan matanya sebentar, matanya terasa panas. Anara benci pembahasan ini, setelah bertahun-tahun ayahnya masih tidak mengerti jika dia kesulitan dalam hal memahami pelajaran. Anara benci selalu dianggap malas belajar.

"Tingkatin nilai kamu agar bisa masuk universitas pilihan papa" ucap Gio mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet untuk diberikannya kepada sang putri "kamu pasti bisa kalau mau belajar, jangan malas Anara"

"Anara ngerti. Dan untuk uangnya papa simpan aja, aku masih ada" setelah mengucapkan kalimat itu, gadis cantik itu membawa tasnya dan berjalan menaiki tangga, bermaksud mandi karena tubuhnya terasa lengket. Juga, untuk memikirkan kembali perkataan sang ayah.

Sambil berendam dalam bathtub dengan bath foam beraroma lemon ice, Anara menatap langit-langit kamar mandi yang dihiasi sunset lamp dimasing-masing sudut. Keadaan sepi seperti ini memang mampu membuatnya tenang, selalu seperti itu.

"Gimana pa? Aku udah belajar sekeras yang aku bisa" dia memejamkan matanya untuk menghirup aroma lemon yang menguar disekitar "bukannya paham, kepala aku malah pusing banget. Stres rasanya"

Tapi dirinya cukup bersyukur karena Gio hanya mengingatkannya lewat kata-kata, dan tidak terlalu memaksa juga sebenarnya. Tapi karena hati sensitifnya, Anara jadi mudah terbawa suasana, mudah sedih, mudah kepikiran, mudah marah, mudah menangis, mudah kasihan dan perubahan suasana hatinya yang cepat karena ketidakseimbangan emosi.

1 jam dihabiskan Anara untuk berendam dalam lautan busa. Setelah merasa cukup, dia keluar lalu memakai piyamanya kemudian mulai menyisir rambut didepan cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya. Sampai tak lama dering hp mulai terdengar, Anara berjalan mendekat lalu mengangkatnya.

"Halo Siya?"

"Nara, temanin keluar yok"

404Donde viven las historias. Descúbrelo ahora