Belantara

6 2 3
                                    

Kicau burung berbunyi nyaring. Aroma rumput yang baru dipotong menusuk indra penciuman. Matanya perlahan terbuka, akan tetapi alam bawah sadrnya belum kembali, Erlan masih terjebak di alam mimpi.

"Erlan, bangun!" Kayla berbisik.

"Erlan .. Bangun!" Kayla berteriak, membuat Erlan menggerejap, bangun dari tidurnya.

"Kayla, kenapa kamu ..."

"Sepertinya kita tersesat, Mas." Raut wajah Kayla nampak menyesal, ada kesedihan, namun sedetik kemudian dia tersenyum.

"Maaf, aku tidak tega membangunkanmu, jadi aku menggantikan kamu mengemudi agar cepat sampai." Kayla melanjutkan.

Erlan memejamkan matanya beberapa detik dengan kedua tangan mengepal, ia menghela napas dan berkata, "Kayla sayang, apa kamu mau membunuh calon suamimu, lalu membuang mayatnya di hutan belantara, hah?"

"Apa maksud kamu, Mas? Kamu menuduhku tanpa alasan yang jelas? Padahal kamu yang ngajak liburan biar kita nggak ada keraguan sebelum pernikahan. Dengan kamu menuduhku seperti itu sama saja kamu tidak mempercayaiku."

"Maksud aku nggak gitu Kayla."

"Nggak gitu gimana, Mas? Aku percaya sama kamu, kamu lelaki 25 tahun, pemilik kartu nama tanpa nama, pacar sekaligus calon suamiku, naik level jadi calon ayah dari anak-anakku."

"Cukup, Kayla."

Erlan membuka pintu, ia keluar lalu menutup pintu mobilnya dengan kasar. Ia memerhatikan sekeliling, pohon-pohon yang menjulang dengan dedaunan rindang menutup jalan. Menghalangi cahaya matahari sampai ke permukaan tanah. Nyanyian burung, embusan angin sejuk, tidak membuatnya nyaman. Semakin lama ia merasa tidak tenang, terlebih suara tembakan terdengar bersahutan. Erlan menutup telinganya, tubuhnya merosot di tanah.

Kejadian kelam satu tahun lalu terputar kembali. Saat di mana Erlan hendak pulang setelah menyelesaikan pendidikkannya di luar negeri. Di perjalanan, ia di hadang beberapa orang tak di kenal, mereka mengenakan topeng binatang. Erlan dibawa ke tengah hutan, di sana ia di siksa, tidak diberi makan, dan menjadi bahan permainan.

Tubuh Erlan diikat kuat dengan tali pada pohon yang menjulang tinggi. Kepala Erlan hampir meledak terkena peluru yang sengaja ditembakkan untuk membidik buah semangka di atas kepala Erlan.

Tidak hanya itu, karena Erlan mencoba melawan dan hampir berhasil melepaskan diri, ia harus menahan sakit luar biasa ketika paku dengan panjang 10 centi menembus telapak tangannya. Hutan belantara menjadi saksinya. Erlan hampir meregang nyawa karena kehabisan darah di sana. Untunglah, ia diselamatkan Tuhan melalui perantara Awan, saudara laki-lakinya.

"Erlan, maafkan aku."

Kayla memeluk tubuh Erlan. "Tenangkan dirimu, aku tahu jalan, kita tidak tersesat Erlan."

"Benarkah, Kayla? Kamu tidak berbohong?"

"Ya, tentu saja. Ayo kita pergi Erlan."

Dengan tertatih Erlan bangkit, ia kembali masuk ke mobil, duduk di kursi penumpang depan, sedangkan Kayla duduk di kursi kemudi. Mereka keluar dari hutan, melewati jalan berbatu, lalu kembali ke jalan besar yang cukup bagus juga aman dilewati.

"Bagaimana rasanya mengingat kembali hal yang tidak ingin kamu ingat, Erlan?"

Pertanyaan Kayla sontak menohok hati Erlan. "Kenapa bertanya seperti itu?"

"Aku hanya ingin tahu saja. Lagi pula, untuk apa kamu bersikeras membuat ingatanku kembali? Tidakkah kamu takut jika aku berubah pikiran setelah ingatanku kembali semua? Atau, kamu memang sengaja melakukan semua itu?"

Erlan bungkam, sejuta prasangka memenuhi isi kepalanya. Mungkinkah Kayla mengetahui masa lalunya, rencana juga rahasia keluarga yang ia jaga.

***

ErlanWhere stories live. Discover now