TDO : 01

116 25 14
                                    

PART 01

Pelupuk mata perlahan mengerjap terbuka. Suara dentingan alarm memecah gendang telinganya. Selimut berlapis sutera masih membuainya di alam mimpi.

Drr... Drr....

Suara alarm kini malah berganti dengan getaran panggilan masuk. Terpaksa gadis itu harus bangun. Dengan malas dan mata masih memejam, diraihnya gawai di atas nakas.

"Vinaaa! Lo gak lupa kan ini hari senin?" Sekumpulan nyawa yang masih melayang seketika bersatu secara paksa.

"Ih enggaklah?!"

"Masih molor lo yah, gila banget woi. Si bapak Budi terhormat mau rapat dadakan. Gue gak tanggung kalo lo kena damprat, bye!"

Klik...

"Less attitude mah Nita. Wassalamu'alaikum kek atau salam sejahtera, eh salah Nita muslim. Udahlah."

Gadis dengan piyama biru itu mulai meregangkan ototnya. Bergegas santai ke kamar mandi, terpaksa ia harus menggunakan sistem five minutes emergency. Mandi, pakaian, dan bersiap lima menit.

"Tas sudah, laptop ada, apa lagi yah?" ujarnya menyelami sudut kamar. Sifat cerobohnya sulit untuk ia ubah.

"Astaga, jas jas mana?!" serunya heboh seraya berlari ke lemari mengambil jas dokternya.

Arshavina Batari, nama yang tertera di nametag terselip di jas dokternya. Vina, sapaan hangat orang-orang terdekatnya. Beberapa bulan lalu, ia diterima di salah satu rumah sakit swasta terkenal di kota hujan. Vina diterima dibagian spesialis obstetrik dan ginekologi atau disingkat obgyn.

Setelah menyimpan semua tas dan jas di bangku penumpang, Vina mulai melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan ia hanya terus mengatur pernafasan agar tetap dapat mengendalikan emosi dan pikirannya. Lagu relaxing tidak luput menemaninya memulai hari.

Perjalanan dua puluh menit ke rumah sakit sedikit membuat Vina jauh lebih tenang. Ia berjalan memasuki ruangan Dokter Budi yang merupakan senior juga dokter pembimbing di tim obgyn.

Tok...tok...

Vina mengetuk pintu ruangan setelah jas dokternya sudah terpasang dengan rapi. Sudah siap mendapatkan teguran keterlambatan, namun saat asisten dokter Budi membuka pintu, ia malah tidak melihat dokter Budi sendiri.

"Hei Vin!" panggil Nita sedang berdiri bersama beberapa dokter lainnya.

"Telat yah? Kok dokter Budi gak ada? Kemana?" tanya Vina beruntun setelah berada di dekat Nita.

"Lagi keluar angkat telepon, lo gak liat emang di luar?"

"Gak merhatiin. Ini kenapa pada ngumpul?" tanyanya masih bingung.

"Katanya sih gue denger anak pemilik rs mau melakukan program bayi tabung, trus minta dokter dari rs ini langsung," jelas Nita.

"Mau bayi kembar juga," celetuk dokter Feli yang sedari tadi berdiri di samping Nita.

Vina hanya manggut mendengar penjelasan mereka. Yang ia masih tidak paham adalah kenapa mesti disuruh berkumpul ketika dokter Budi bisa saja langsung menunjuk dokter Gea. Dokter obgyn terbaik di rumah sakit ini.

Setelah dokter Budi memasuki ruangan, ia mulai menjelaskan secara rinci kabar tersebut. Memang benar anak pemilik rumah sakit ini sedang ingin program dengan suaminya. Akan tetapi yang Vina tidak suka adalah anak pemilik rumah sakit ini malah tidak bisa hadir.

"Kalo gue tau, gue bisa luluran dulu tadi. Gini ceritanya seperti semena-mena batalin janji begitu aja." Nita tertawa mendengar kejengkelan Vina.

"Sabar Vin, sekarang ada harta dan tahta semua bisa dibawah kendali," ujar Nita seraya menyesap teh hangat. Keduanya kini sedang sarapan pagi di kantin rumah sakit berhubung masih pukul tujuh pagi. Masih sangat pagi untuk menerima pasien.

The Dark OceanWhere stories live. Discover now