11| Little Thing Sometimes Mean The Most

348 79 14
                                    

Bagian Sebelas

"I never want to leave this sunset town. But one day, the time may come and I'll take you at your word and carry on. I'll hate the goodbye, but I won't forget the good times."

Seharusnya akhir pekan Alisa dihabiskan untuk menonton serial favoritnya ditemani comfort food dari resto langganannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharusnya akhir pekan Alisa dihabiskan untuk menonton serial favoritnya ditemani comfort food dari resto langganannya. Hari keramat yang biasa wanita pertengahan dua puluhan itu gunakan untuk melepas penat, stres dan lelah setelah beberapa hari sebelumnya bekerja. Yah, seharusnya Alisa habiskan seperti yang ada dipikirannya.

Namun, akhir pekan kali ini kebanyakan Alisa habiskan untuk membelah jalanan dari semenjak sebelum senja hingga malam tiba. Dan saat ini, Alisa baru saja keluar dari salah satu store yang terletak di Jalan Kawi Atas—House of Donatello. Tentu bukan dirinya yang saat ini berbelanja, Alisa hanya menemani seorang Bram yang meminta dirinya untuk membantu memilihkan kado berupa sepatu untuk sang adik pemilik Ilegal Cafe & Lounge tersebut.

Ingin menolak, tapi akal sehatnya berbicara—bagaimana mungkin Alisa menolak permintaan Bram, disaat laki-laki itu mengiriminya makanan dan minuman gratis ke tempat kerja.

Sungguh tak tahu diri, jika sampai hal itu terjadi.

"Ada lagi yang mau dicari?" tanya Alisa disebelah lelaki yang kini tengah menenteng beberapa kantong belanjaan. Tentu saja bukan milik Alisa.

Bram menggeleng pelan, "Nggak ada, semua udah kebeli kok. Makasih banyak ya Lis, gue tahu lo pasti mager banget mau keluar."

"Santai aja kali, gue seneng kok bisa bantu elo. Itung-itung bisa post story satnight terus pamerin ke anak divisi biar nggak dikira ngenes." ungkap Alisa bercanda. Walaupun mengganggu jam terbangnya untuk rebahan, Alisa tulus membantu Bram.

Bram berjalan mendekati mobil, kemudian membukakan pintu mobil untuk Alisa, "Ladies first." ucap Bram. Tak lupa dengan gesture tangan yang mempersilahkan Alisa untuk masuk selayaknya tuan putri.

"Thankyou, ajudan." canda Alisa. Tak kuasa untuk menyembunyikan rasa gelinya karena tingkah Bram dan berakhir menertawai lelaki itu.

Bram hanya memutar bola matanya dramatis kemudian menjawab asal, "Mimpi apa gue jadi ajudan putri kodok hari ini."

Tatapan Alisa langsung berubah merajuk, "Ampun ndoro, jangan marah. Saya sedang tidak bawa uang lebih buat naik ojol kalau ditinggal disini tiba-tiba."

Bram menggeleng heran atas tingkah jenaka Alisa yang menurutnya—entah kenapa sangat lucu dimatanya. Hingga Bram tanpa sadar mengacak gemas rambut Alisa. Membuat wanita dihadapannya itu tertegun. Seolah tersadar atas apa yang baru diperbuatnya barusan, Bram segera menarik kembali tangannya dari pucuk kepala Alisa.

Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Shampo yang lo pake ada gulanya apa gimana sih? Bisa-bisanya ada semut diatas kepala."

What a stupid joke, Bram! umpat Bram dalam hati.

NERVESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang