Everytime You Come Around

528 58 18
                                    

Raut wajah keduanya masih belum berubah.

Masih keras, dan masih sama-sama tidak mau kalah.

Anta tadinya ingin pamit diri saja, mungkin keduanya butuh waktu untuk membicarakan hal penting, dan tidak bisa didengar oleh Anta yang jelas merupakan orang asing, terlebih untuk laki-laki paruh baya yang tadi memperkenalkan dirinya sebagai Sastro Wijaya.

"Kamu disini aja," jawab Bobby ketika Anta hendak pamit untuk pulang, "Ayah enggak bakalan lama, kan?"

"Bob..." Anta bukan tidak ingin mengerti mengapa Bobby mengeluarkan kalimat sarkas seperti itu. Tapi baginya, Bobby tidak pantas untuk bicara tidak sopan seperti itu.

Bapak Sastro yang tadinya ingin menyesap kopi instant yang Anta sempat buatkan sebelum mereka duduk di ruang tamu sedikit membanting cangkir kopinya, terlihat sekali kalau Beliau sangat keberatan dengan kalimat Bobby.

"Yang begini mau pacaran?? Sikapnya malah lebih dewasa pacarmu, dari pada kamu! Jangan bikin anak orang buang-buang waktu udah pacaran sama anak kecil!" tukas Bapak Sastro, dan memang benar dengan apa yang dikatakan Bobby bahwa laki-laki itu memang tidak bisa menurunkan satu oktaf saja intonasi suaranya.

"Lho, emang Anta lebih tua dari pada aku, kok! Terus kenapa???"

"Bob..." Anta ingin menyerah saja rasanya untuk berada ditengah-tengah keduanya.

"Lagian ngapain pakai datang kesini, sih??" Bobby kembali bertanya dengan sangat tidak sopan.

Kepala Anta mendadak sangat pusing, karena jelas hal seperti ini benar-benar belum pernah ia hadapi sebelumnya.

Bapak Sastro kemudian membuka jas-nya perlahan, dan menyampirkannya begitu saja diatas lengan sofa ruang tamu. Mungkin agar emosinya sedikit lebih reda, lalu kembali menyamankan duduknya. 
Kepalanya menoleh ke arah Bobby yang masih berdiri saja, tidak ikut duduk bersamanya dan Anta.
Wajahnya senja itu mengerut tidak suka. Tidak sekeras seperti di awal, lebih kepada tidak mengerti lagi harus bagaimana menghadapi anak sulungnya itu.
Lalu tanpa diduga kini kepalanya mengarah kepada Anta yang masih berusaha tenang walau sebenarnya tidak, namun lagi-lagi demi Bobby lah ia masih bertahan disitu.

"Anta kenal Bobbert dimana?" tanya Bapak Sastro, dengan intonasi suara yang tidak pernah Anta duga dimiliki oleh laki-laki itu.
Bobby, masih dengan posisi berdiri, dan dengan kedua tangan yang terlipat di atas dada melirik dengan sengit keduanya.

"Seniornya Bobbert di Radio waktu Bobbert magang, Pak," jawab Anta dengan jelas, juga dengan senyum yang ramah. Ia selalu menghargai seseorang yang notabene memiliki usia jauh lebih tua darinya, apalagi orang tersebut adalah salah satu orang tua Bobby. Tidak ada alasan untuk bersikap tidak sopan.

"Pacarnya Bobbert, benar?" tanya Bapak Sastro lagi.

"Ya, kan tadi udah kubilang Anta itu pacarku, gimana, sih??" Bobby kembali protes.

"Bob..." sedangkan Anta, cuma bisa menegur Bobby dengan intonasi yang meminta laki-laki itu untuk sedikit lebih tenang.

"Ayah tanyanya ke Anta, bukan ke kamu!" tukas laki-laki itu kembali dengan nada suaranya yang tidak bersahabat.

"Iya, Pak," Anta memilih merapal sebuah do'a agar segalanya baik-baik saja.

Kepala laki-laki itu kemudian mengangguk perlahan, dan Anta yakin sekali kedua matanya tidak salah lihat saat Bapak Sastro tadi sempat menyunggingkan senyum hangatnya walau sangat tipis.

Sepertinya kekhawatiran Anta terlalu berlebihan tentang sosok dihadapannya ini.

"Kamu katanya sidang hari ini, makanya Ayah datang, dan mau tau hasilnya. Karena ponselmu enggak bisa dihubungi, WA-mu juga enggak dibalas, enggak diangkat," akhirnya Bapak Sastro mampu bicara dengan jauh lebih tenang kepada Bobby.
Tatapan matanya sudah jauh lebih lembut.

Can We Talk? - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Where stories live. Discover now