See No One But You

532 57 18
                                    

Minggu pagi, dan weekend yang dimaksud oleh Anta akhirnya tiba.

Sebenarnya kalau boleh jujur, kemarin itu ia tidak ingin meminta Bobby untuk datang, karena tentu semenjak Bobby bukan lagi bagian dari Youth FM membuat laki-laki itu tidak bisa seenaknya untuk berada disekitar Anta seperti ketika dulu mereka masih menjadi rekan senior-junior.

Itulah penyebab utama dimana leher Anta seperti 3x lipat lebih panjang sekarang.

Bobby bilang dia sudah tiba, bersama dengan Seno dan Septian, namun mulai dari 15 menit yang lalu mata Anta tak kunjung menemukan 3 orang laki-laki yang ia maksud.
Anta sedang dalam posisinya yang tidak bisa memegang ponsel, jadi, ia akan mencoba untuk sabar menunggu sedikit lebih lama lagi.

Tadi pagi, ketika ia baru sampai di tempat ini dengan keadaan baru saja mengetahui bahwa acara off air kampus kali ini tidak hanya berhubungan dengan musik, namun juga clothing line dan makanan, Anta yakin sekali Bobby tidak akan bosan untuk menunggunya hingga selesai acara, kalau laki-laki itu memang bersedia.
Maka tadi ketika Bobby bilang akan mengajak kedua sahabatnya itu ikut serta, Anta semakin yakin bahwa meminta laki-laki itu datang bukan satu hal yang buruk juga.

Kendati begitu, entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdebar, padahal bukan kali ini saja mereka bertemu pada sebuah acara seperti ini.
Anta berpikir, mungkin karena ada Bagus disitu sebagai rekan penyiar dari stasiun radio yang sama-sama menjadi bagian dalam acara itu lah, maka perasaannya sedikit tidak bisa tenang.
Namun yang terpenting adalah, Anta sudah jujur terhadap Bobby tentang yang satu ini.

Setidaknya kali ini Anta sudah tahu harus bagaimana kalau bayinya itu mengambek lagi...

Anta tersenyum kecil menyadari pikirannya barusan.

Tanpa Anta tahu, gesturnya barusan, mengundang sedikit keingin tahuan mantan kekasihnya yang ternyata sama sekali tidak lepas mengawasi dirinya sedari tadi.

Bagus masih saja berlebihan dengan sikap membujuknya yang bahkan sudah ditolak mentah-mentah oleh Anta.
Perjanjian mereka untuk tetap menjadi teman seperti sebelumnya ternyata dimanfaatkan Bagus habis-habisan.

Bukan Anta tidak mau mengerti, tapi sejujurnya ia risih sekali dengan sikap Bagus yang seperti itu.

"Ada yang mau datang, ya?"

Panjang umur. 
Baru saja Anta menggosipkan laki-laki itu di dalam hatinya, Bagus sudah beranjak dari duduknya kemudian perlahan melangkah mendekati Anta.

Anta menganggukkan kepalanya saja, masih dengan sikap tubuhnya yang seolah sibuk mencari keberadaan seseorang.
Padahal, memang iya.

Kemudian, "pacar barumu itu?"

Anta sudah ingin membuka suaranya, sebelum akhirnya terdistraksi dengan suara teguran Leo yang memang menjadi music director mereka hari ini.

Leo sudah hapal dengan gelagat tidak enak yang dikeluarkan Anta, maka dengan maksud menebus kekeliruannya membaca situasi kapan lalu itu, Leo memutuskan untuk mendekati kedua mantan sepasang kekasih itu.

"Bobby enggak kesini?" tanya Leo, sengaja sekali menyebut satu nama yang ia yakini sudah menjadi sosok yang sangat penting bagi Anta belakangan ini.

Alih-alih terkejut karena Leo menyebut nama Bobby, Anta memilih menganggukkan kepalanya, "tapi enggak kelihatan dari tadi."

Bagus tampak membulatkan kedua matanya tak percaya dengan apa yang kedua telinganya dengar, "Bobby?" tanyanya entah kepada siapa. Namun Leo yang menjawab pertanyaan Bagus dengan sebuah anggukan ringan, lengkap dengan wajahnya yang biasa saja.

"Bobby yang anak magang itu??" tanya Bagus sekali lagi, kali ini benar-benar bertanya kepada Anta.

Tadinya Anta ingin menjawab pertanyaan laki-laki itu, sebelum akhirnya matanya tiba-tiba terpaku pada seseorang yang dari tadi sudah ia tunggu kehadirannya.

Can We Talk? - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Where stories live. Discover now