Close To You

493 57 37
                                    

Bobby masih terus mencoba meyakinkan Anta, bahwa ia memang bisa memperbaiki motor tua milik mentornya itu. Bahkan tanpa segan ia berkata, "swear, Mas," sambil mengacungkan dua jarinya ke atas, "kalau boong, saya ikhlas nilai magang saya mau Mas kasih jelek, enggak apa-apa."

Anta lagi-lagi harus menahan tawanya. Rasanya sungguh tidak sopan untuk tertawa dihadapan seseorang yang bahkan sedang meyakinkan mu, bukan?

"Tapi kalau memang akhirnya enggak bisa, bilang ya, Bob?" putus Anta akhirnya memilih untuk percaya kepada juniornya itu.

"Deal!" Bobby membentangkan telapak tangan kanannya ke hadapan Anta, dan membuat mereka berjabat tangan sebagai tanda bahwa Anta mempercayakan motor tua sang Ayah kepada Bobby.

Malam sudah mulai larut ketika Seno memberitahukan apa saja yang harus mereka kerjakan kepada Anta.
Anta hanya menganggukkan kepalanya saja, karena memang dirinya tidak terlalu mengerti.

Sedangkan Bobby?
Ya... Apalagi kalau bukan sedang memangku wajahnya memandangi laki-laki berambut pirang dan berwajah manis, yang malam ini terlihat sangat santai dengan kaos berwarna putih dan ripped jeans-nya yang berwarna hitam?

Tapi tenang... Ini dilakukan Bobby tentu tanpa sepengetahuan si incaran hati.

"Nanti beberapa sparepart akan kita coba cari. Kalau soal harga jujur kita belum terlalu paham, tapi harusnya sih lebih murah dibandingkan mobil. Cuma saya enggak tau apakah ini bakalan lebih langka sparepart-nya atau gimana ya, Mas Anta. Karena kalau langka, udah pasti harganya pasti lebih tinggi lagi," Seno menjelaskan sebisa mungkin dengan kalimat paling sederhana semenjak Anta sempat mengatakan sesuatu tentang dirinya yang tidak terlalu paham perihal otomotif.

"Oke, nanti kabarin aja ya, Seno," pinta Anta.

"Kalau itu tugasnya Bobby, Mas Anta. Doi kan Boss-nya," jawab Seno sambil menunjuk sahabatnya yang masih saja enggan untuk menghilangkan wajahnya yang terlihat menggelikan, menggunakan dagu.

Anta lagi-lagi tersenyum mendapati tingkah Bobby yang kembali memamerkan cengiran khas-nya itu.

"Kabarin ya, Bob..." pinta Anta sekali lagi, kini kepada Bobby.

"Saya bakalan kabarin tiap waktu asal ada nomor WhatsApp-nya aja sih, Mas..."

"Hmm..." Seno memicingkan kedua matanya curiga.

"Sa ae, mamang-mamang bengkel..." timpal Septian.

Bobby tampak sekali menahan makiannya terhadap kedua sahabatnya itu.

"Kita belum tukeran nomor handphone, ya?" tanya Anta dengan raut wajah yang bingung, mengingat betapa mereka berdua bahkan sempat makan siang bersama, namun ternyata ia melupakan hal yang paling dasar, tentang para mentor dan peserta magang yang harus bertukar nomor ponsel untuk kepentingan magang.

"Belum... Hehe..."

Lalu dengan sigap Bobby menulis nama Anta beserta dengan nomor ponsel laki-laki itu ke dalam buku tamu. Sekalian me-list apa saja yang mereka butuhkan untuk memperbaiki motor tua tersebut.

Malam semakin beranjak larut, hingga akhirnya Anta memilih pamit, karena tentu saja ia harus memesan sebuah kendaraan online sebelum jam tangannya keburu menunjuk angka 12.

Anta menolak dengan sopan tawaran Bobby untuk mengantarnya pulang, namun sedikit menambahkan sesuatu agar Bobby tidak merasa tawarannya tidak dihargai, seperti, "lain kali aja, Bob, kalau taxi online enggak ada yang mau nganterin..."

Maka Bobby tidak memiliki pilihan lain lagi, selain menuruti kalimat Anta.

"Hati-hati dijalan, Mas," kata Bobby menundukkan tubuhnya sepantaran jendela mobil, saat Anta sudah menyamankan dirinya pada kursi penumpang sebuah taxi online yang akhirnya tiba setelah membuat Anta menunggu selama 20 menit, "hati-hati dijalan ya, Pak, awas lecet, lho..."

Can We Talk? - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Where stories live. Discover now