2-10 | The Quest [Part 1]

Mulai dari awal
                                    

"Kau bercanda! Kita baru mengenal mereka kurang dari dua puluh empat jam dan Henderson pernah memukul kepalaku sampai pingsan!" omel Dylan.

"Kalau begitu, Davis?"

"No. Aku tidak mau meminta bantuan tentara yang pernah menyeretmu kasar untuk masuk ke dalam Rover!" Dylan bersikeras.

"Kalau begitu mau bagaimana? Kau punya ide?" tanya Chloe.

Dylan bergeming sesaat sambil menopangkan dagu. Kedua remaja itu tenggelam dalam pikiran masing-masing, sibuk mencari ide terbaik yang ada di otak mereka.

"Mungkin kau bisa menghentikan waktu dan diam-diam mengakses data di komputer kantor pencatatan sipil?" Pada akhirnya, Chloe angkat bicara.

"Pertama, aku tidak tahu komputer itu dilindungi oleh sistem keamanan yang seperti apa. Kedua, aku tidak bisa terlalu lama menghentikan waktu, bahkan dengan smart watch sekalipun. Partikel itu akan menggerogoti tubuhku. Ketiga, hanya Quentin satu-satunya yang memiliki kemampuan untuk membobol sebuah database," jawab Dylan.

Mendengarnya, Chloe mendesah pelan, kemudian turut menopangkan dagunya. Kedua remaja itu lagi-lagi terjebak keheningan panjang.

Menit demi menit berlalu, para penyintas mulai meninggalkan kafetaria dan kembali ke kamar masing-masing. Sambil merenung, Dylan dan Chloe mengamati manusia yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Ketika sedang asyik berpikir, atensi mereka teralihkan pada presensi seorang tentara berambut gondrong yang berjalan menghampiri mereka.

"Hai, Chloe," sapa Davis yang sedang memegang nampan makan malam.

"Hai, Davis!" balas gadis itu.

"Aku baru saja kembali dari jadwal shift-ku. Boleh aku bergabung?" tanyanya.

Chloe mengangguk, mempersilakan tentara muda itu untuk duduk di seberang mereka.

"Bagaimana hari pertama kalian menetap di sini?" tanya Davis sambil menyuap mashed potato pertamanya.

"Sangat emosional. Aku dan ibuku banyak menghabiskan waktu di kamar dan membicarakan banyak hal," jawab Dylan.

"Well, aku turut senang kau bisa bertemu dengan ibumu lagi." Kemudian Davis mengalihkan atensinya pada Chloe. "Bagaimana denganmu?"

"Biasa saja. Aku banyak melamun dan teman sekamarku jarang sekali berada di ruangan," jawab Chloe seadanya.

"Kuharap kau dapat bertemu orang tuamu lagi," ucap Davis tulus.

"Well, kuhargai kepedulianmu, tapi aku yatim piatu," jawab Chloe bohong, "aku hanya punya seorang kakak laki-laki."

"Quentin?" tanya Davis, kemudian Chloe menjawab dengan anggukan.

Ketiganya diliputi keheningan panjang. Davis sibuk menikmati makan malamnya, sedangkan Dylan dan Chloe kembali terjebak dalam lamunan masing-masing, sedikit merasa canggung untuk memulai percakapan, berhubung mereka berdua kedatangan pemuda asing yang baru dikenal.

"Anyway ... boleh aku meminta tolong?" tanya Chloe pada Davis untuk memecah keheningan.

Davis mengangguk sambil mengunyah, kemudian menjawabnya setelah ia menelan makan malamnya. "Sure. Apa yang bisa kubantu?"

"Kau bisa membantuku mencari tahu keberadaan Quentin?" pinta Chloe pada Davis, membuat kedua netra Dylan membulat sempurna. Pemuda itu benar-benar ingin protes, tetapi Chloe tidak menangkap kode-kode darinya.

"I'm sorry, aku tidak ditugaskan untuk mencari orang hilang. Selama ini, aku hanya ditugaskan untuk mengantar pasokan kebutuhan primer, berpatroli di zona kuning, dan membawa penyintas yang kami temukan ke tempat aman." Davis menekuk wajah.

Avenir: RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang