TIGA

0 0 0
                                    

Sorry for typo.

Ngak mau terlihat lemah, aku kuat kaya ayah. Tapi ayah ku tidak pernah  mengajarkan kepada ku untuk terlihat kuat.

HAPPY READING

Sebentar lagi, sebentar lagi genap sudah usia nya yang ke delapan belas tahun. Ia  duduk di karpet bulu sendirian dengan satu buah lilin berserta pematik nya.

Ctass

Ctass

Korek gas ia nyalakan untuk membuat api di atas lilin yang ia pegang. 

Tengg

Tepat pada tengah malam ia menangis memejamkan mata nya untuk berdoa sebelum meniup lilin yang ia pegang.

Tuhan.., di ulang tahun ke delapan belas Airell ini, seperti biasa Airell cuman minta kebahagiaan. Airell pengen ngerasain gimana rasanya di peluk papah, mama, gimana rasanya di manjain sama Abang sendiri. Permintaan Airell ngak susah kan tuhan? Kalo susah buat di kambulin, seenggak nya  ganti dengan bagaimana cara agar Airell bisa ngerasain apa yang nama nya rumah adalah tempat ternyaman untuk mengistirahatkan tubuh di saat dunia luar nya hancur. Dan Airell juga minta semoga semua orang yang Airell sayangi selalu sehat.

Fyuhhhh

Bersamaan dengan padam nya lilin ia mendengar suara dari kamar sebelah. Lebih tepatnya kamar kembaran nya,Airall.

Suara tawa bahagia tanpa diri nya. Sudah bisa ia tebak bahwa Abang pertama nya juga sudah pulang hanya untuk merayakan ulang tahun kembaran nya.

Hati nya seperti di tusuk beribu-ribu jarum. Sangat sakit, begitu juga dengan kepala nya yang juga ikut berdenyut nyeri.

"Aku bukan anak kecil lagi yang harus di giniin setiap tahun loh,pah."

" Kamu tetep bakal jadi jagoan kecil papah."

"Ck, Abang juga. Katanya nggak bisa pulang?"

"Haha, mana mungkin Abang ngak pulang pas kamu ulang tahun?"

" Ayo tiup lilin nya."

"  Make a wish dulu dong."  suara mama nya begitu lembut, beda sekali jika sedang berbicara dengan dirinya.

" Yeyyyy"

" Kamu mau kado apa?"  Dan di saat menginjak usia kedelapan belas tahun nya Airall  tetap selalu di tanya mau apa.

" Airal ngak lagi pengen apa-apa, mungkin lain kali bakal Airall bilang"

" Emm mau di rayain?"

Cukup, ia sudah tidak kuat mendengar semua itu. Selalu seperti itu, ia dilupakan padalah ia juga anak mereka, keluarga mereka.

Ia ini di ibaratkan seperti Bungan kuburan, di beli untuk dibuang. Ia dilahirkan tapi untuk di asingkan. Masih mending bunga kuburan yang di buang dengan perasaan dan doa.

Entah lah ia bingung dengan hidup nya.
Semakin ia melangkah semakin sakit juga kaki nya. Ia sakit tapi tidak ada yang menolong.

Ia menunggu uluran tangan dari seseorang, berharap orang itu akan membawa nya naik ke atas meninggalkan kegelapan yang mengekang nya.

Ia ingin bebas seperti yang lainnya, bermain bersama teman sebaya nya. Menghabiskan waktu bersama keluarga dan para sahabatnya.

"Emang masih boleh mah?"

"Ya boleh lah, ajak semua teman kamu. Kalo perlu satu sekolah"

" Padahal udah delapan belas tahun Airal loh, tapi masih aja di anggap bocil sama kalian"

PENENTU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang