09

328 59 9
                                    

Yin meletakkan cangkir kopinya dan beralih pada War yang sedang memakan bubur. "Hari ini bibi Tam tidak datang. Makan siangmu akan ku kirimkan melalui Toey atau layanan pesan antar. Tapi belum ku putuskan, kita lihat nanti."

"Apa terjadi sesuatu dengan bibi Tam?" Tanya War.

"Tidak," balas Yin. "Bibi Tam hanya pergi untuk check up rutin saja." Yin meletakkan kembali koran ditangannya setelah teringat sesuatu. "Ah, dan soal bajumu, aku akan mengirimkan beberapa pasang siang nanti. Sementara gunakan saja dulu bajuku."

War mengangguk dan kembali pada buburnya sebelum Nana berkata, "Ibu, kemarin guruku mengatakan bahwa ayah datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Ia meninggalkan nomor telepon dan menanyakan keadaan kita. Apa ibu tidak menghubungi ayah dan memberitahunya tentang apa yang terjadi dan dimana kita tinggal sekarang?"

War meletakkan sendok ditangannya, "Ibu lupa memberi tahu ayah. Apa kau menyimpan nomor telepon yang ayah tinggalkan pada gurumu?"

Nana mengangguk dan turun dari kursinya menuju tas yang diletakkan diatas sofa ruang tamu. Anak itu kembali pada War dan memberinya nomor telepon Great.

Interaksi antara Nana dan War mencuri perhatian Yin. Pria itu bertanya, "Apa kau bahkan tidak hafal nomor telepon Great? Bukankah dia adalah pria-mu?"

War menggeleng. "Sejujurnya, kami tidak pernah saling menghubungi karena aku tidak memiliki ponsel dan baru-baru ini Great mengganti nomor teleponnya. Lagi pula ia akan datang setiap hari, jadi tidak ada alasan bagiku untuk meneleponnya."

Yin benar-benar tidak habis pikir dengan War. Apa dia pikir dia hidup di zaman batu sehingga benda yang sangat penting seperti sebuah ponsel tak dimilikinya. "Kau ingin menghubungi Great?"

War mengangguk ragu atas pertanyaan itu.

"Gunakan ini dan hubungi pria itu," kata Yin setelah menyodorkan ponselnya pada War.

War terkejut, namun ia tetap mengambil ponsel itu. "Aku akan meminjamnya sebentar, Direktur." Kemudian pergi ke halaman belakang untuk menelepon Great.

●●●

Senyum War sangat cerah ketika seseorang yang sudah ditunggunya muncul dari pintu rumah yang sengaja dibiarkan terbuka. Ia berlari segera setelah pria itu melebarkan kedua tangannya.

"Aku merindukanmu," Pria itu, Great, memeluk dan menenggelamkan wajahnya diceruk leher War untuk menghirup aroma tubuhnya sebanyak mungkin. "Aku sangat merindukanmu." Bisiknya sekali lagi.

"Aku juga," balas War pelan.

"Ayah!" Nana segera melepaskan genggaman tangannya dengan Yin dan berlari pada Great yang sudah menunggunya. "Ayah, aku merindukanmu!"

"Oh, putriku!" Great memeluk Nana dan membawa tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri. "Putriku yang sangat cantik, ayah merindukanmu sayang."

Sementara Great, War dan Nana saling melepas rindu, disana Yin berdiri kaku memperhatikan mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Tuan," Great tersenyum ke arah Yin begitu ia menyadari keberadaan pria itu. "Aku mengucapkan banyak terima kasih atas bantuanmu. Aku benar-benar bersyukur kau bersama dengan War dan putriku malam itu sementara aku tidak disana."

"Yin. Panggil saja aku Yin."

Great mengangguk. "Baiklah, Yin. Terima kasih karena sudah menjaga orang-orang yang ku sayangi selama tiga hari ini."

Yin hanya membalas Great dengan melemparkam senyum tanpa berkata apa-apa.

●●●

UNTOUCHABLEWhere stories live. Discover now