prelude

528 282 573
                                    

Pagi di hari jum'at, tampak seorang gadis berkemeja hitam tengah duduk termenung di samping gundukan tanah, dengan batu nisan bertuliskan sebuah nama yang terkasih.

Triasa Januardi

Sang pujaan hati dalam tiga tahun yang lalu.

Ayyara Gantari. Gadis itu menyeka air di ujung matanya, berujar penuh pedih.

"Andai hari itu Ayya gak minta mas Trias pergi, pasti ini gak bakal terjadi.." Lirihnya, menangis penuh luka.

Pagi ini langit Bandung sudah menghangat dengat sinar surya yang cukup menyengat.  Benar, bukan saatnya untuk meratapi sesuatu dengan tangis memang. Tapi tetap saja, hujan tidak menyapanya untuk membantu meredam tangisnya.

Hidup selalu tidak mendukungnya untuk bersedih, tapi dia begitu banyak memberi luka yang menetap dalam lubuk hati.

Perkataan Dillan di tahun 90an memang benar, rindu itu memang berat, apalagi merindukan sosok terkasih yang sudah tidak ada lagi di bumi ini.

Kecelakaan tiga tahun lalu, yang membuat kekasihnya kehilangan nyawa masih menjadi ingatan paling mengerikan bagi Ayyara. Semuanya menjadi traumatis bagi Ayyara saat lintasan kejadian yang terjadi hari itu, dengan jahatnya menyapa kepedihan.

"Harusnya mas Trias jangan datang!" Lirihnya kembali, tangisnya pecah lagi.

Dalam tiga tahun terakhir Ayyara masih dipenuhi dengan bayang-bayang sosok Triasa Januardi. Pria itu masih memenuhi hati dan pikirannya, belum tergantikan.

Bagi Ayyara, Trias adalah langitnya. Bersama Trias, akan selalu ada awan biru yang menaunginya di kala mereka berbahagia. Bercakap singkat selepas pulang sekolah, membicarakan hal-hal yang terjadi di hari itu.

Kadang juga Trias menjadi langit dengan hujannya, yang akan selalu menemaninya saat Ayyara harus menangis karena harinya yang cukup berat.

Laki-laki itu selalu berhasil membuat hati Ayyara menghangat setiap menatap senyum manisnya. Lelaki yang selalu ada di sisi Ayyara dalam keadaan apapun dirinya.

Namun, semuanya sudah berubah. Kini dia harus bergelut ulang. Trias sudah pergi, tidak akan pernah kembali.

Tidak ada harapan penuh, Ayyara kembali menjadi si gadis yang kaku akan masalah asmara.

Jatuh cinta adalah permasalahan paling besar, banyak resiko yang harus di tanggung, terlebih mengenai perpisahan.

Pikirannya masih dipenuhi trauma yang mendalam, dia menutup hatinya untuk siapapun yang ingin mencoba menetap.

Hatinya masih enggan menerima kalau-kalau nantinya akan ada sosok lain yang akan menggantikan Trias. Cintanya terlalu dalam. Membuat lukanya pun semakin meluas.

Ayyara masih terduduk dengan tangisnya yang belum usai. Bahunya merosot, memberikan penjelasan kalau dia sangat rapuh pagi ini.

Dibalik tangis Ayyara, ada seorang lelaki tak jauh darinya, menatapnya sendu dalam diam.

Candrasa Bumantara. Lelaki bermata sehangat mentari, mqmpu merasakan betapa pedihnya Ayyara saat ini. Layaknya ada sebuah ikatan di antara dia dan Ayyara yang membuatnya merasakan rasa pedih yang sama.

Dengan tulus, Candra ingin membantu membalut luka gadis yang ada dihadapannya.

__

Cerita ini aku buat untuk kalian yang tengah merasakan pedihnya hidup yang terjadi karena sebuah perpisahan.

Ada yang perlu kalian tahu. Bahwa sejauh apapun langkah dia membersamai kalian. Akan ada satu waktu dia berhenti sendiri. Pergi jauh, untuk waktu yang sangat lama.

Cerita ini dibuat dengan segenap rasa cinta. Jadi tolong bantu vote untuk memberikan kontribusinya. Jangan lupa ramaikan comment juga. Beritahu aku, apa yang kamu suka dari cerita ini nantinya.

"Satu keinginanku adalah pergi tanpa harus merasa bersalah karena meninggalkan kamu sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Satu keinginanku adalah pergi tanpa harus merasa bersalah karena meninggalkan kamu sendiri. Lepaskan aku, sebagaimana kamu mencintaiku dengan sempurna."

- Triasa Januardi, dalam kenangan -

- Triasa Januardi, dalam kenangan -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kepergian datang silih berganti. Tidak ada yang tahu kapan waktumu akan merasakan hal itu. Dalam perjalanan panjangmu untuk melupakan dia yang pergi, sertai dia ikhlas di setiap jalannya."

- Candrasa Bumantara, pada sabtu malam -


Tertanda,
Ama

Perjalanan Untuk Melupakan | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang