Jika pria itu tidak menyetujui perceraian mereka maka Alfaro akan di buat menjadi orang paling menderita di bumi ini.

Belom lagi kasus kekerasan yang selama ini dia lakukan pada tubuh Lesya. Bisa saja dengan mudahnya Alfaro masuk ke dalam sel jeruji besi.

Alfaro masuk kedalam kamarnya dengan lesu.

Pikirannya sedang kalut sekarang. Hatinya tak rela saat tau akan berpisah dengan Lesya. Tubuhnya lelah memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya dimasa depan.

Dia juga merasa heran kenapa setiap mengurus surat di pengadilan Lesya tidak pernah ikut untuk turun tangan, dan siapa pria-pria berbaju hitam itu.

Sepertinya sangat mustahil saat tau bahwa gadis itu menyewa pengacara kondang yang sangat mahal itu. Darimana uang yang didapatnya mengingat selama mereka menikah Lesya sama sekali tidak punya penghasilan sendiri bahkan keluarga pun dia tidak punya. Jika dengan uang hasil penjualan rumah itu masih kurang pastinya.

"Prak"

Lamunan Alfaro buyar saat mendengar suara benda jatuh.

Dengan penasaran dia berjalan ke arah asal suara itu.

Alfaro membelalakkan matanya melihat kejadian didepannya.

Disana ada Clarisa yang sudah duduk tak berdaya dilantai dengan potongan-potongan kaca dari gelas pecah disampingnya.

Bukan, bukan pecahan gelas itu yang menjadi fokus Alfaro tetapi aliran darah yang mengalir dari sela-sela kaki Clarisa yang menjadi fokusnya.

"Arkhh."

Rintihan itu menyadarkan Alfaro. "APA YANG KAU LAKUKAN SIALAN."

Pria itu membentak dengan nada emosi lalu dengan tergesa-gesa mendekati wanita tersebut dan menggendongnya untuk dibawa ke rumah sakit terdekat.

Selama diperjalanan Alfaro tak henti-hentinya mengumpat.

Sebrengsek apapun dia, tetap saja Alfaro masih memiliki hati untuk anak yang dikandung Clarisa.

Setelah sampai dirumah sakit, Clarisa segera ditangani salah satu dokter.

Sementara Alfaro, dia duduk didepan ruangan dengan perasaan campur aduk antara takut, marah, cemas, sedih dan kecewa.

Beberapa menit berlalu akhirnya dokter yang menangani keluar dari dalam ruangan.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Tanya Alfaro segera.

"Maaf sebelumnya pak, kami semua sudah berusaha semaksimal mungkin namun karena alkohol dengan kadar tinggi yang ibunya minum membuat janin didalam kandungnya melemah dan anak bapak tidak dapat diselamatkan."

"Dan kami turut berdukacita dengan meninggalnya calon anak bapak." Lanjut dokter tersebut.

Tubuh Alfaro mematung mendengar penuturan sang dokter.

Hingga dokter beserta beberapa suster pergipun tubuh Alfaro masih terdiam ditempat dengan pandangan kosong.

Siapa yang tidak sedih ketika tau bahwa calo anak dari darah dagingmu sendiri pergi ke sisi Tuhan?

"Dasar jalang sialan." Desis pria itu.

Tangannya membuka pintu tersebut dengan kasar. Dia mendekat ke berankar yang berisi seorang wanita tengah duduk menyender pada bantal.

"Plak"

Clarisa meringis nyeri saat tiba-tiba sebuah tangan mendarat sempurna di pipinya.

"Apa yang kau lakukan brengsek?" Tangan wanita itu mengusap ujung bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu bicht. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membunuh anakku!"

Alfaro berucap dengan wajah merah memendam emosi.

Jika dia tidak sadar akan dimana keberadaannya sekarang, mungkin saja dia sudah berteriak mencaci maki juga menyakiti orang didepannya.

"Hahaha kenapa kau marah? Aku hanya ingin menghilangkan beban hidupku saja. Lagipula aku tidak mau menampung anak itu didalam perutku jadi aku kirimkan saja dia pada Tuhan."

"Kau!" Geram Alfaro saat telinganya mendengar penjelasan dari wanita jahanam itu.

Pria itu berbalik keluar ruangan untuk membayar uang administrasinya dan segera menyeret Clarisa dengan kasar menuju mobilnya.

Telinganya seakan tuli dengan suara rintihan serta umpatan Clarisa. Yang ada didalam pikirannya sekarang hanyalah cara agar membuat wanita tersebut sengsara dan menyesal karena telah membunuh anaknya.

-
-
-
-
-

Bersambung...

Beda Raga [End]Where stories live. Discover now