Awal baru

19.5K 1.4K 162
                                    

Aku melihat sekelilingku. Tempat ini mengalami perubahan, tambahan ruang outdoor, dibanding saat aku pertama kali mendatangi tempat ini. Coffee shop kecil yang dulu hanya memiliki beberapa meja outdoor, sekarang menambah meja dan kursi di ruang terbuka disebelah kanan. 

Aku menduduki kursi tinggi di sebelah kiri dari arah pintu masuk, duduk menghadap taman kecil didepanku.  

Menunduk melihat jam dipergelangan tangan kiriku, seharusnya Ellen sudah tiba 15 menit yang lalu. Waiters datang mengantar pesananku, hot green tea dan brownies.

"Sorry, telat." Ellen duduk disebelah kananku. 

Aku memutar bola mata. Malas.

"Menejer gue minta revisi, detik-detik terakhir." Ellen memotong brownies-ku sedikit, melahapnya. "Minum apaan loe?"

"Green tea."

"Wihh.. tumben. Biasanya juga kopi." Ellen turun dari kursi tinggi. "Gue mau pesen kopi. Loe mau nitip apa nggak?"

Godaan. Namun aku menggelengkan kepala.

"Beneran loe?"

"Iya." Jawabku, tidak yakin. 

Ellen berjalan menuju meja Kasir, sambil menggeleng-gelengkan kepala. Aku kembali mengarahkan pandangan ke taman kecil didepanku. Di sebelah kiri, dari posisi tempat aku duduk, ada smoking area bagi para karyawan untuk sebat atau hanya melepas penat. 

"Itu ada yang ganteng, arah jam 8." Aku menoleh kearah jam 8 yang disebutkan Ellen.

"Nggak langsung noleh juga kali." Sungutnya sambil duduk disebelahku.

"Iya, ganteng."

"Temen Andi bukan, ya?"  Aku mengendikkan bahu, "Siapa tahu temennya, jadi siapa tahu dia bisa jadi pak comblang."

"Mana mau Andi." 

"Nah, itu dia. Andi emang nggak tahu namanya balas budi." Ellen mendegus kencang.

"Soalnya namanya Andi, bukan Budi." 

"Garing banget, Kana." Gemas Ellen. Yang diikuti oleh tawa kami berdua.

"Jadi, gimana kantor baru?" 

Ellen pindah tempat kerja lima bulan yang lalu. Dia mendapatkan penawaran salary yang lebih baik, itu alasan yang dia bilang ke Boss, ralat, mantan Boss. Walau kenyataannya tidak. Ellen bilang dia tergoda dengan ngantor di gedung-gedung tinggi kawasan SCBD. Itu alasan utamanya.

"Gimana kantor?" Aku menyeduh green tea yang sudah mulai dingin.

"Udah mending, sih." Ellen melirik cowok arah jam 8 itu lagi. "Udah bisa ngikutin ritme kerjanya juga."

"Mata, Len." Aku tertawa, sambil ikut melirik kearah pandangan Ellen. "Manis."

"Gimana rasanya jadi istri?"

"Bahagia." Ellen tersenyum mendengar jawabanku. Namun matanya tetap menatap cowok arah jam 8, yang mengenakan baju warna biru muda.

Aku dan Andi menikah 6 bulan yang lalu. Intimate wedding. Kami tidak mengundang banyak orang, acara hanya diperuntukan untuk keluarga dan sahabat terdekat saja. Pesta pernikahan impianku. Awalnya ide intimate wedding, ditentang oleh keluarga besar Ibu, tapi aku beruntung karena Ibu membentengi diriku dari sanak sodaranya. 

"Yang nikah Aya. Keputusan ditangan Aya sama Andi." Hanya satu kalimat tapi membuat semua kakak beradik Ibu diam.

"Loe berhak bahagia, Kana." Kata Ellen tulus. Tangannya menggenggam tanganku. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 16, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Insecurity (TAMAT)Where stories live. Discover now