2. Bertukar Tempat

Start from the beginning
                                    

“Sayang sekali, golongan darahku A,” jawab Derren singkat. “Rai, aku butuh bantuanmu dan kau harus membantuku.”

“Tidak,” kata Rai cepat. Dia berbalik menjauhi Derren. “Aku tidak mau membantumu. Lagipula, apa untungnya buatku jika membantumu?”

“Kalau begitu kau harus mengembalikan semua uang yang kuberikan pada Alex untuk membayar hutangmu. Semuanya empat ratus ribu. Dan karena kau menolak bekerja sama, kuberi sanksi seratus ribu,” kata Derren dengan enteng mengikuti Rai menuju dapur.

“Kau memerasku, ya?” Rai mulai emosi, tapi saat dia melihat Derren yang tidak bereskpresi sedikitpun, Rai menghela napas. Bagaimanapun Derren sudah membayar hutangnya, kalau dipikir-pikir masalah ini karena salah paham saja. Kebetulan yang sangat merepotkan Rai.

“Aku tidak punya uang sebanyak itu,” kata Rai, kali ini dia mencoba tenang. Dia harus tahu diri pada orang yang sudah membantunya.

“Mau tak mau kau harus membantuku,” kata Derren.

Rai benar-benar ingin marah pada sikap Derren yang masih tenang. Berbagai pertanyaan sulit meledak-ledak dalam otaknya. Kalau bisa Rai ingin sekali mengeluarkan kata-kata makian yang terlintas dalam pikirannya untuk Derren. Tapi lagi-lagi, Rai menahan diri.

“Dengarkan aku, Derren. Aku sangat berterima kasih kau membayar hutangku walaupun rasanya itu hanya kebetulan. Tapi—”

“Kau hanya cukup menyamar sebagai aku dan aku akan menyamar sebagai temanmu lalu mengikuti kemanapun kau pergi.”

“Apa?” Rai bingung. Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Derren sudah memotong dengan kalimat yang cepat.

“Intinya seperti itu dan tidak ada bantahan. Aku akan menganggap lunas hutang itu jika urusanku selesai,” kata Derren. Dia berjalan kesalah satu pintu. “Ini kamarmu kan?” Derren menunjuk pintu kamar Rai.

“Ya. Kenapa?”

“Aku menginap disini. Bisa aku minta kemeja putih sebagai piyama?”

Rai menggertakan giginya dengan kesal. Rai ingin menolak tapi masalahnya dia tidak bisa mengatakannya.

***

“Rai, kau sudah bangun, Nak?” suara Sandra terdengar dari balik pintu kamar Rai. Beberapa kali terdengar suara ketukan. “Rai...?”

Rai membuka matanya secara perlahan. Dia melihat-lihat dinding kamarnya.

“Rai, apa kau sudah bangun?” kata Sandra lagi.

“Ya, Ma,” kata Rai bangun. Dia menggeliat sambil menguap. Saat bangkit dari tempat tidurnya, dia melihat Derren yang masih tidur disampingnya. “Seperti mimpi saja kejadian kemarin,” gumamnya. Rai mendekati wajah Derren yang masih belum bangun. “Memang mirip, ya.”

Derren dan RaiWhere stories live. Discover now