Bab 08 - Dugaan Mengenai Pakde

Začít od začátku
                                    

Tidak ingin karyawan-karyawannya telat pada waktunya. Marzuki menuturkan, anggaplah Kedai ini sebagai rumah sendiri. Tidak melupakan hal, mana saatnya berpulang dan bepergian.

"Karena aku ditugaskan Pakde menutup kedai, kalau ada siapa-siapa yang masih ada di luar ... jangan biarkan mereka masuk."

"Tunggu, tapi kita ini kan tem—"

Pintu besi secara kasar menghentakkan tepat di depan wajah mereka bertiga.

Hendra meluapkan amarah, menggedor-gedor pintu besi dengan sangat agresif. Dodit berusaha memanggil-manggil penuh permohonan.

Sementara Joshua malah berputus asa. "Sudahlah nggak ada gunanya kalian begitu. Mas Umar nggak akan mendengarkan kalian."

Dia menyandarkan diri di belakang pintu lalu menghempas perlahan tubuh ke bawah kemudian duduk dalam keadaan memeluk kedua tungkai kaki, menenggelamkan kepala di antara keduanya.

"Untuk hari ini kita tidur di luar kedai saja."

Dodit dan Hendra kemudian berhenti setelah Joshua memutuskan secara sepihak. Hendra meratapi akibat dari perkataannya tempo hari. Apa yang pernah dikatakan sudah menjadi pembuktian sekarang.

Dodit muram akibat seporsi makanan untuk berjaga-jaga tengah malam telah berpindah tangan, yang seharusnya sebagai penyelamat malah menjadi musibah. Kini mereka harus sama-sama merasakan di balik dinginnya dunia luar beralaskan puing-puing kardus tipis.

Secara tiba-tiba Umar menampakkan diri kembali di ambang pintu sembari tersenyum tipis.

Joshua, Dodit dan Hendra terbelalak kemudian saling bertukar pandang. Berusaha menampik kenyataan yang baru saja mereka saksikan. Hendra lantas mengepal tangan dalam-dalam, membusungkan dada. Refleks Joshua dan Dodit mengunci lengan kanan dan kiri agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"Hei! yang benar saja aku biarkan kalian tidur di luar sini." Umar melanjutkan dengan gelagat tawanya seraya menggeser pintu besi setengah bagian.

"Aku nggak suka kalian membenciku gara-gara hal sepele."

Mereka bertiga mengedipkan mata berkali-kali, dan benar saja dugaan mereka. Trik lama yang biasa Umar peroleh guna dipakai dalam situasi tertentu berhasil juga untuk situasi seperti ini sehingga mereka tak bisa membedakan mana yang serius dan mana yang hanya akting.

***

***

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

***

Setelah mereka bertiga diperbolehkan masuk semalam adalah sebuah keuntungan yang sangat berarti. Mengingat bagaimana tubuh yang dibaringkan sesaat di atas lantai beralas kardus apalagi membiarkan tubuh berselimut angin malam cukup membuat Joshua merinding kedinginan.

Dia bernapas lega, bersyukur bahwa itu hanyalah akal-akalan Umar agar mereka bertiga mendapat imbas atas apa yang dia dan yang lainnya langgar. Cukup mempan dan berefek jera terhadap pelanggar berikutnya untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama.

Joshua teringat pada malam itu Umar menyakinkan diri dengan tidak memberi tahu hal kecil ini kepada Marzuki. Terbayang di benak Joshua badai besar apa yang akan menimpa dirinya suatu saat, sebelum batas ketentuan itu habis termakan oleh waktu.

"Kenapa kalian berlima nggak masuk kerja hah?!" Marzuki meninggikan suara hingga mengundang perhatian sepenjuru ruangan.

Joshua yang sedang memegang gagang sapu lebih berfokus pada lima presensi yang menunduk di hadapan Marzuki?sampai fokusnya pada lantai berpaling.

Tidak hanya dia, beberapa pemuda lainnya ikut andil mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sekali-kali menyibukkan diri supaya Marzuki tak mendapati mereka sedang menguping pembicaraan.

Joshua menyipitkan mata untuk mengenali pemuda-pemuda itu dan benar, merekalah yang absen kerja kemarin malam. Di antara mereka tak ada yang berani bersuara. Terdengar suara kekecewaan berat yang keluar dari mulut Marzuki. Pria itu mengatupkan mata, memijat hidung dengan kedua jari membuat kacamatanya naik turun.

"Kalian berlima ikut ke ruangan saya," perintag Marzuki dalam keadaan semrawutan. Menyudahi drama di hadapan anak buahnya yang lain. Dia menghela napas diiringi hentakan kaki menuju ke ruangan belakang dekat tangga, sesaat dia membalikkan pandangan ke sekelilingnya yang membisu.

"Teruntuk kalian semua tanpa terkecuali, dengarkan ini baik-baik. Kalau dari kalian merasa ada masalah mengenai pekerjaan dan lain sebagainya yang masih ada kaitan dengan kedai ini, langsung konsultasi pada saya. Dengan begitu apa yang membuat kalian keberatan bekerja di sini bisa diatasi bersama."

Dia menginterupsi kemudian menghilang diikuti kelima pemuda yang bersangkutan.

Setelah beberapa saat, ruangan berdengung. Orang-orang mulai heboh menanggapi dan membicarakan seputar konsultasi karyawan yang sama sekali tak pernah terapkan di sini.

Joshua mengulangi dan merekam jelas-jelas ucapan Marzuki barusan di kepala. Dia mendengar dari orang-orang dulu bahwa mendongkrak gaji dinaikkan itu hal yang sangat mustahil. Dan ini merupakan kesempatan bagus untuknya berkonsultasi.

"Josh!" panggil Hendra, bersamaan itu Umar dan Dodit turut menimbrung.

"Kamu ngerasa aneh nggak kalau Pakde tiba-tiba ngomong begitu?"

"Entahlah, Hen ... aku nggak ngerti." Joshua mengaku.

Di sebelah Joshua, Umar menyibak surat kabar lalu membentangkannya di tengah-tengah mereka berempat. "Coba lihat ini."

Dodit mengernyitkan dahi, menelateni tulisan tebal yang tertera di bagian atas surat kabar kemudian beralih pada paragraf kecil seraya membacanya.

"Karyawan restoran cepat saji banyak mengundurkan diri karena mereka tidak mendapat hak untuk berkonsultasi langsung kepada pemilik. Mereka sangat menyayangkan pihak pemilik yang tidak pernah menerapkan aturan tersebut di lingkungan kerja."

Mereka bertiga mencerna baik berita di genggaman Umar.

Umar menghela napas dalam kemudian mengambil alih posisi Dodit lalu membaca potongan paragraf kecil lainnya.

"Setelah para karyawan itu mengundurkan diri, restoran itu tidak beroperasi kembali. Dikabarkan bahwa sang pemilik terkena imbas dan akhirnya restoran itu jatuh bangkrut."

Pemuda dingin itu pun kemudian menyimpulkan.

"Aku rasa, Pakde melakukan itu bertujuan untuk mengantisipasi agar para karyawannya nggak ada yang mengundurkan diri dan nggak ingin bernasib sama dengan yang ada di koran."

Joshua mulai paham situasinya sekarang. Dia melihat tanggal berita yang tercetak, lalu menyadari kejadian itu berlangsung dua hari yang lalu. Namun ada kejanggalan yang berbanding terbalik, seakan-akan Marzuki menyembunyikan sesuatu dari mereka semua. Baru terpikir olehnya, tapi tidak dapat memastikan apakah itu benar atau tidak.



Hlm 08 | Jendela Joshua

Jendela Joshua (End)Kde žijí příběhy. Začni objevovat