Bagian 5

1.6K 232 21
                                    

Happy Reading

.

Arga memasuki kediamannya kala hari mulai petang. Ia memutuskan pulang terlebih dahulu dari rumah Nanta tadi. Takut saja jika Ayah Abraham akan marah bila mengetahui dirinya tak ada dirumah. Namun ketakutan itu kini telah menguap saat netranya tak melihat mobil sedan Ayahnya di halaman rumah. Setidaknya untuk hari ini ia tidak akan dimarahi.

Mengambil tas kecil berisi rantang dari setir motornya. Arga lantas melangkahkan kakinya memasuki rumah. Mengehela napas dalam ketika lagi dan lagi suasana sepi yang menyambut kepulangannya.

"Bi, mau masak apa?"

Bi Inem yang tengah menyiapkan bahan untuk dimasak lantas menoleh sejenak, menemukan Arga yang tengah menegak air didepan kulkas, "Masak ikan goreng sama capcay, Den."

"Kan udah Arga bilang, jangan panggil Den, Bi."

Bi Inem terkekeh, "Iya, Nak Arga."

Arga tersenyum setelahnya. Merasa senang ketika dipanggil dengan sebutan Nak. Bukan tanpa alasan, Arga hanya–merasa dia punya orangtua yang sayang padanya. Merasa punya tokoh Ibu yang baik dalam hidupnya. Meski sebutan itu terlontar dari Bi Inem, seorang pembantu yang bekerja dirumahnya. Tak apa, itu sudah lebih dari cukup.

"Malam ini nggak usah masak, Bi. Nih, siapin ini aja. Sekalian hemat." Ujar Arga dengan kekehan diakhir kalimatnya. Lalu disusul tawa kecil dari Bi Inem.

"Ya sudah, sekarang Nak Arga mandi. Nanti keburu Pak Abraham pulang."

Arga mengangguk patuh, "Jangan bilang ke Ayah ya, Bi. Kalo aku baru pulang." Bi Inem mengangguk.

Setelahnya Arga naik menuju lantai dua. Merebahkan dirinya di kasur sejenak sembari mengumpulkan niat untuk mandi. Menatap langit-langit kamar dengan pandangan menerawang. Bayangan tentang kejadian di rumah Nanta kembali hadir. Membuat hatinya menghangat.

"Andai dia Mamaku."

**

"Ayah," Panggil Arga dengan perasaan takut. Padahal Ayahnya hanya makan dengan tenang disampingnya.

"Hm?"

Lelaki dengan kaos hitam itu menghela napas dalam, sebelum akhirnya angkat suara lagi, "Arga mau nanya, itu..Mama Arga–"

Prang

Abraham membanting alat makannya, membuat Arga seketika terlonjak. "Sudah berapa kali Ayah bilang. Mama kamu sudah mati."

"Kenapa?" Kejar Arga. Pasalnya setiap kali ia membahas tentang mamanya. Lelaki paruh baya itu selalu mengelak. Seperti ada yang ditutupi.

Ayah Abraham diam, tak menjawab.

"Ayah, Arga sudah besar. Arga berhak tahu tentang Mama Arga. Kalau memang beliau sudah meninggal, tolong beritahu Arga dimana letak makamnya."

"Buat apa? Nggak ada gunanya!"

"Setidaknya Arga punya rumah untuk pulang, mengistirahkan beban berat yang selama ini Arga tanggung seorang diri. Meskipun Arga tahu, penghuninya tak akan datang menyambut saat Arga bertamu."

"Bagaimanapun dia Mama Arga, Yah." Hanya itu yang mampu Arga ucapkan.

"Mama?" Ayah Abraham menatap putranya nyalang, "Mama macam apa yang tega meninggalkan keluarganya demi laki-laki lain, ha?!" Bentak Abraham seraya membanting gelas. Membuatnya seketika pecah berserakan.

Arga diam, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Terlalu mustahil untuk dipercaya. Apa mamanya adalah wanita semacam itu? Apa yang dibilang Bi Inem padanya adalah kebohongan? Karena dulu Bi Inem pernah bilang kalau Mamanya adalah orang yang baik. Jadi siapa yang berbohong disini?

ArgaNantaOnde histórias criam vida. Descubra agora