48. Home

2.4K 389 45
                                    

Taksa terduduk di rooftop rumah sakit sesaat setelah Joana yang beberapa jam lalu meluruskan kesalah-pahaman yang ia ciptakan di otaknya sendiri. Taksa merasa hidupnya beberapa tahun ini terlalu dramatis, hidupnya ternyata tidak sesulit itu tetapi pikirannya sendiri lah yang membuat hidupnya sulit. Bahkan Taksa terlibat narkoba karena ia pikir dirinya lah yang paling tersiksa di dunia. Taksa selalu merasa dirinya adalah manusia yang paling menyedihkan padahal sebenarnya dirinya sendiri lah yang membuat hidupnya menyedihkan.

Apa yang sebenarnya Taksa lakukan selama ini? Tuhan sudah dari dulu ingin membahagiakannya tetapi kenapa Taksa seakan buta akan kebahagiaan itu? Kenapa dia tidak menyadari keluarganya bahkan lebih indah daripada keluarga orang lain? Kenapa Taksa begitu keras kepala? Akibat lukanya ia seakan membutakan diri melihat orang yang begitu sayang padanya dan ia bahkan melukai orang-orang yang menyayanginya akibat ke-egoisannya.

Kenapa Taksa begitu terlambat menyadari semua itu? Sekarang Taksa harus bagaimana? Taksa sudah terlanjur merusak hidupnya. Taksa sudah merusak keluarganya bertahun-tahun. Taksa sudah menghancurkan rumahnya. Taksa adalah penjahat di keluarganya sendiri. Apa yang harus Taksa lakukan? Apakah Taksa sudah sangat terlambat untuk memeluk keluarganya? Apakah keluarganya masih menganggap dia keluarga?

Penyesalan-penyesalan berdatangan di pikiran Taksa, tetapi dirinya hanya menatap lurus dan kosong, ia bahkan tidak bisa menangis karena sepertinya kesalahan Taksa terlalu terlambat untuk ditangisi.

Selang beberapa menit Taksa menegakkan kepalanya, menemukan sepasang mata teduh Joana yang sedari tadi berdiri melihatnya,

"It's okay, Taksa. Kamu cuma perlu mengakui kamu salah dan minta maaf. Dan aku yakin semuanya bakal baik-baik saja." Joana berbicara dengan nada yang menenangkan.

"Aku udah keterlaluan, Jo.. Aku bahkan gak bisa maafin diri aku sendiri, gimana bisa orang lain maafin aku?"

Joana ikut mendudukan dirinya, ia memegang lengan Taksa yang bertumpu lutut, "Itu bukan orang lain, Sa. Mereka adalah keluarga kamu. Keluarga yang bahkan disaat kamu gak bisa maafin diri kamu sendiri mereka masih memeluk kamu dengan erat."

"Tapi Jo.."

"Sa.." Joana menangkup pipi kanan Taksa dengan satu tangannya, "Beberapa hari lagi kamu bakalan ninggalin semua yang ada disini, waktu kamu gak banyak. Dan sekarang udah saatnya kamu nge-keep orang yang kamu sayang untuk selalu nunggu kamu dalam keadaan apapun, udah harusnya kamu pulang ke rumah di saat kamu selesai dari perjalanan kamu yang sangat jauh. Kamu memiliki kesempatan untuk itu, masa kamu sia-siain?"

Taksa berkaca-kaca, "Aku gak tau caranya, Jo. Aku bingung mulainya darimana, ini terlalu tiba-tiba dan seakan-seakan beribu penyesalan menerjang aku. Aku gak sanggup, Jo."

"Aku kan udah bilang, kamu cuma perlu minta maaf, Sa. Maaf itu kata ajaib dan keajaiban itu selalu ada."

Taksa menatap Joana lekat, lalu mengenggam tangan Joana, "Tolong selalu temenin aku ya, Jo?"

Joana mengangguk dan tersenyum tipis, "Selalu."

Taksa akhirnya berdiri di ikuti oleh Joana, "Semua akan baik-baik aja kan, Jo?"

"Iya Taksa, semua akan baik-baik saja." Joana mengaitkan tangannya ke tangan Taksa, "Ke bawah, yuk? Keluarga kamu pasti nunggu permintaan maaf kamu."

Taksa tersenyum, lalu kepalanya mengangguk, setelah itu membiarkan Joana menariknya menuju keluarganya.

***

"Dokter, Hema gimana, dok?" Tanya Shareef saat dokter baru saja keluar dari Ugd.

"Anak Bapak tidak apa-apa, tidak ada luka dalam sama sekali, ia hanya shock dan ada beberapa luka jahitan, Hema lagi masa pemulihan. Mungkin beberapa saat lagi akan sadar dan Hema juga sudah di pindahkan keruangan rawat."

DENGANΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα