TINJU

6 0 0
                                    


Sudah beberapa hari Fany memantau taman kampus di pagi hari, dan selalu melihat Yasir yang sedang makan nasi bungkus sambil membaca buku pelajaran, tapi dia belum berani menyapa. Beberapa kali juga mereka bertemu pandang secara tidak sengaja, dan Fany yakin Yasir tidak mengenalinya.

Pernah suatu pagi, Fany yang sedang duduk di taman berharap bisa bertemu dan menyapa lelaki yang membuatnya penasaran ditambah pesan Eyang untuk menyampaikan terimakasih dan permintaan maaf, ternyata yang datang justeru 4 mahasiswa yang lebih layak disebut gerombolan berandal. Mungkin mereka hanya iseng masuk perguruan tinggi atau sekedar kedok kepada keluarganya. Tidak ada niatan belajar selain mencari teman atau lebih parah, mencari mangsa.

"Hai cantik, sendirian aja", salah satu dari 4 lelaki yang muncul di taman itu mulai menggoda Fany dengan sapaan yang menyebalkan. "Kita temenini yah", selanjutnya 2 orang langsung duduk di samping kanan dan kiri Fany, sementara 2 lagi berdiri di depan Fany. Andai saja hidung belang ini hanya sendiri, tentu sudah ia piting dan hajar habis-habisan, meski perempuan Fany pernah belajar teknik dasar karate, tapi mereka berempat jelas bukan tandingannya.

"Hai, apa-apaan kamu", teriak Fany sambil bangkit berdiri, kaget manakala salah seorang lelaki yang duduk di samping kirinya merangkul pinggangnya. Tapi justeru lelaki satunya menahan bajunya membuat Fany kemabli terduduk. "Awas, kalian", Teriak Fany lagi sambil mengibaskan tangannya. Tapi mahasiswa disamping kanan justeru merangkul dengan kuat membuat Fany semakin tidak bisa bergerak.

"Jangan jual mahal, kita cuma mau nemenin kok", seloroh salah satu mahasiswa yang berdiri sambil tangannya menjawil dagu Fany.

Fany mencoba berontak, dia mulai panik dan berteriak, "Tolooong!"

"Hai, sedang apa kalian", Tiba-tiba terdengar bentakan seseorang yang baru muncul dari balik pohon bougenvil di kelokan jalan taman. "lepasin dia", tambah lelaki yang ternyata adalah Yasir, manusia yang sedang ditunggu Fany dari pagi.

"Tidak usah ikut campur cuk, bukan urusanmu, pergi sanah", hardik salah satu mahasiswa berandalan yang berdiri di depan Fany, berbalik menghadang Yasir.

"Saya tidak suka lelaki yang mengganggu perempuan, cemen kaya ayam jago yang tanpa pandang bulu saat melihat ayam betina, main sosor aja", Yasir berkilah . "Eh, tapi masih mending ayam jago si, ayam jago selalu sendirian saat mendekati ayam betina, dia tidak sudi ditemani ayam jago lain", imbuh Yasir membuat lelaki yang menghadangnya murka dan langsung melompat bermaksud memberikan pukulan dari atas.

Yasir berkelit menghidari pukulan layang tersebut dan sambil memutar tubuh sekaligus melayangkan tendangan layaknya gerakan capoera telak mengenai perut samping si penyerang membuatnya terpelanting dan mengaduh sambil memegang dada. Merasa sesak karena posis jatuhnya yang miring membuat ulu hatinya terhentak berakibat sulit bernafas dan cukup lama untuk menguasai aliran udara dalam dadanya.

3 orang lainnya ikut bangkit dan menghadang Yasir, tidak imbang memnag, tapi Yasir bukanlah pengecut. Meski hanya memiliki sedikit dasar ilmu bela diri yang diperoleh dari pelatihan Bela Panca (penggabungan 5 aliran bela diri mulai dari karate, pencak silat, jiu joitsu, kungfu dan capoera) tapi kerasnya hidup membuatnya tidak pernah gentar menghadapi lawan sebanyak apapun, pantang mundur.

Sebelum ketiga berandalan itu menyerang, Yasir sudah lebih dulu merangsak ke depan dan memberikan tinju ke muka penghadang paling dekat membuatnya terhuyung sambil berusaha membalas, karena gerakan tidak sempurna ini Yasir mengambil kesempatan, berkelit sedikit dan melayangkan tendangan putar menghajar pungung lawan sampai tertjerembab. dua lawan lain yang bersamaan menyerang dengan tendangan dan pukulan sempat dihindari Yasir, meski salah satu pukulan mengenai pipinya, tapi tidak terlalu telak. Yasir menjatuhkan diri berguling mendekat dan menendang selakangan penyerang yang lebih jauh, membuat orang itu kaget karena tidak menyangka dapat serangan dari bawah, dia langsung tengkurap sambil memegang selakangannya yang ngilu tidak karuan. Penyerang satu lagi berbalik hendak membantu, bersamaan Yasir bangkit dan melompat menjejakan kedua kakinya bergantian ke dada penyerangnya selanjutnya koprol ke udaran dan jatuh berdiri dengan posisi kuda-kuda. Sementara penyerang yang mendapat jejakan dua kaki Yasir terpental sejauah 5 meter berguling di tanah berakhir kepalanya menghantam pondasi pot taman. Berdarah tapi masih sadar.

Yasir masih diam dengan posisi kuda-kuda menunggu para penyerangnya, tapi mereka sepertinya mulai gentar. Satu orang sudah berdiri, satu orang duduk di rumput memegang perutnya, satu lagi masih tiduran mengaduh memegang selakangannya, paling naas yang terakhir, menggeleng-geleng seperti orang linglung karena kepalanya terantuk coran pondasi membuat pandangannya kabur, darah masih mengalir dari sisi jidatnya. Yasir akhirnya beranjak menghampirinya, orang itu sempat takut kawatir Yasir kembali menghajarnya, tapi selanjutnya dia diam saja, karena melihat Yasir mengambil handuk kecil yang biasa dia pakai lap keringat saat di pasar, memegang kepala orang itu dan mengelap darah yang masih mengalir, mengambil air mineral yang selalu dia bawa dari rumah dia siram luka dan bersihkan secukupnya. "Tidak parah", kata yasir sambil menyiram air mineral sekali lagi, kemudaian menahan luka dengan jari agar pendarahan berhenti. "Kau punya obat luka, atau plester", lanjut Yasir sambil menatap Fany.

Fany yang dari tadi menyaksikan kejadian yang mendebarkan sekaligus membuatnya tegang tersadar, "Oh, ada", Fany segera membuka resleting tasnya, mengaduk isinya dan mengeluarkan obat merah beserta plester dan menghampiri Yasir.

Yasir langsung meneteskan obat merah ke luka lawannya, menahan sesaat dengan jarinya kemudian memasang plester. SI Berandal hanya diam saja, disamping takut dihajar Yasir, kepalanya juga masih pening. "Sebaiknya kalian tidak mengganggu anak ini lagi, pergilah", Ucap Yasir halus tapi penuh penekanan sambil menunjuk Fany disusul gerombolan berandalan itu bangun dan pergi dengan muka yang penuh tanya, mereka baru pernah lihat ada lawan yang mau menolong musuhnya. Yasir sendiri sebelum bangkit, dia mengakat tapak sepatu, sambil berpura-pura membersihkan ujungnya dia mengendurkan tumit sepatunya, menaruh sesuatu di bawah tapak kaki. Ada barang berharga milik penyerang tadi yang jatuh tanpa mereka sadari, sebungkus plastik kecil berisi serbuk mirip tepung terigu, dan itu menarik perhatian Yasir. Dia sengaja menginjaknya selama membersihkan luka musuhnya tadi. "Harus dilaporkan Mas Sanjaya", batinnya.

"Te..Terimakasih ya", cicit Fany setelah para penggangu tadi berlalu dan tidak kelihatan lagi.

"Iya, ga papa. Saya duluan ya, udah terlambat nih", jawab Yasir cepat sambil mengangguk. "Oh iya, kamu sebaiknya jangan sendirian kalo di taman, ajak kawan biar lebih aman. Mari", Yasir segera berlari menuju kelas, inisiasi Matematika sudah dimulai 5 menit lalu, batinnya.

Fany bengong tak bisa banyak bicara, padahal tadi berniat mengenalkan diri. Akhirnya diapun bergegas ke kampus Akuntansi.

Hari berikutnya Fany tetap berniat ke taman dan akan memberanikan diri menyapa jika ada Yasir di sana, tapi sayang dia bangun kesiangan dan harus bergegas ke kelas sehingga tidak sempat mampir ke taman. Saat pulang juga tidak mungkin dia mencari Yasir, Bapaknya, Pak Prawira minta dibeliin tambahan bawang putih satu karung karena ada tambahan pesanan catering. Pak Prawira merupakan pemilik restoran Prawira Group yang memiliki beberapa cabang di Kota Malang, selain melayani di resto, restoran Prawira juga melayani pesanan catering.

Setelah jam mata kuliah terakhir yaitu MENYUSUN KONSEP DASAR KEUANGAN selesai dibawakan dosen Hibawa Mukti, Fany bergegas ke parkir motor dan menyalakan mesin. Motor 250cc 2 silinder segaris dengan knalpot Akrapovic full Carbon menyalak garang tapi tidak memekakan telinga, sesampai Jalan besar, gas ditambah, Pasar Mergan tujuannya, mengambil pesanan Bapaknya, meski jengah tapi dia harus patuh perintah orang tuanya, daripada dikutuk jadi bawang merah, dia inget seloroh kakaknya tadi pagi sebelum berangkat kuliah. Mendekati pasar ada penjaja mie ayam dengan gerobak dorong, reflek Fany meminggirkan dan menghentikan motor samping gerobak, pertunya lapar dan menuntut perhatian. Semangkok mie ayam dan es teh manis segera terhidang, pelan tapi pasti, kedua hidangan itu tandas kurang dari 15 menit, segera membayar dan melanjutkan tujuan.

===============***==============

TRUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang