Chapter 5: Kimi no Shiranai Monogatari

312 30 0
                                    

Sepasang manik krimson mencoba terbuka, walaupun rasanya berat sekali. Nafasnya terputus-putus, tubuhnya rasanya panas tapi juga menggigil disaat yang bersamaan.

Seseorang buru-buru menghampirinya. Laki-laki bersurai hijau tinggi yang memakai jas putih.

"Seijuuro, bagaimana perasaanmu?"

Seijuuro melirik ke arah si dokter muda yang tak lain adalah adiknya sendiri.

"Hah.. Shintarou.. dimana.. aku..?"

"Rumah sakit. Beberapa jam yang lalu, Asistenmu, Reo, meneleponku dan berteriak panik kalau kau pingsan ditengah rapat."

"Dia juga bilang kau bekerja selama tiga hari non-stop tanpa istirahat. Apa kau gila, Seijuuro? kau bukan robot. Jangan paksakan dirimu. Membuat orang lain repot saja." Shintaro membuang muka, " Aku.. tidak ingin kehilangan saudaraku lagi.." kalimat yang terakhir diucapkan pelan sekali, seperti bisikan.

Seijuuro sedikit tersenyum, jarang-jarang melihat adiknya yang tsundere ini banyak bicara. Ia tahu Shintaro sedang mengkhawatirkannya.

Tangan pucatnya yang kurus terangkat keatas, berusaha meraih pipi adiknya, "Hai' hai'.. Seijuuro-niisan.. hah.. tidak akan.. kemana-mana.. tidak perlu khawatir, Shintaro.." kemudian mengelusnya.

Shintaro sedikit kaget, merasakan sensasi panas yang membakar dipipinya. "Seijuuro, tubuhmu panas sekali! Tunggu sebentar."

Ia melepas tangan Seijuuro perlahan, berniat pergi. Tapi tangannya ditahan oleh sesuatu yang panas juga. Itu—tangan Seijuuro yang sedang menahannya.

Seijuuro menggeleng, "Shintaro.. hah.. jangan kemana-mana.. temani aku.. hah.."

"Aku hanya sebentar, Seijuuro. Jangan seperti anak kecil. Aku ingin mengambil makanan dan obat untukmu. Kau pasti belum makan, kan?"

Diam berarti iya.

"Diam disini, aku akan segera kembali."

Seijuuro hanya dapat memandang kepergian Shintaro.

Kepalanya berdenyut sekarang, berdenyut makin kencang seperti ingin pecah. Pusing, seakan ruangan disekitarnya sedang berputar-putar. Nafasnya semakin sesak. Seijuuro masih mencoba menjaga kesadarannya.

Ini akibat ulahnya sendiri, jadi ia harus menanggungnya sendiri juga.

Tiga hari kemarin Seijuuro memang terus duduk didepan laptopnya. Menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk, tanpa tidur dan istirahat, makan pun tidak. Asistennya, Mibuchi Reo terus berteriak dan memaksanya untuk makan dan istirahat tapi Seijuuro abaikan. Dan ketika hari H nya tiba, Seijuuro pingsan ketika sedang memimpin rapat.

Seijuuro harus menyibukkan dirinya, kalau tidak pikirannya akan terisi oleh adik bungsunya yang meninggal tiga bulan lalu, juga merenungi kesalahan-kesalahannya.

Ne, Tetsuya.. kakakmu ini, menyedihkan sekali, ya?

Seijuuro tersenyum miris.

Setetes air mata mengalir dipipi pucatnya yang sekarang agak tirus.

Sampai sekarang, Seijuuro masih berfikir kejadian tiga bulan lalu adalah murni kesalahannya yang tidak mengambil tindakan.

.

.

.

Shintaro memasuki kamar rawat Seijuuro dengan membawa nampan yang berisi bubur, obat-obatan juga ada suntikan disana.

Meletakannya di nakas samping ranjang Seijuuro, Shintaro menyingkirkan poni panjang yang menutupi dahi dan wajah pucat kakaknya yang sedang tertidur. Ia menempelkan dahinya ke dahi Seijuuro.

From You to YouWhere stories live. Discover now