22

492 79 41
                                    

Jieun memejamkan mata menikmati semilir angin malam yang berhembus di taman kecil samping rumahnya. Cukup dingin namun hal itu tidak membuatnya berniat untuk beranjak dari kursi yang ia duduki saat ini.

Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan keras. Sangat lega walau tidak dapat dipungkiri sebentar lagi rasa sesak itu akan kembali datang.

Melihat istrinya yang penuh beban Junki berinisiatif untuk mendekat, menyampirkan syal berwarna pink hasil rajutan sang putri tercinta. Syal bertuliskan inisial JE yang menjadi hadiah saat ulang tahun pernikahan mereka ke lima belas.

"Yeobo, sedang apa hmm? Udara sangat dingin malam ini." Junki membenarkan letak syal yang ia kenakan di leher jieun. Sang istri melirik sekilas lalu tersenyum sendu.

"Ini hadiah dari Minuu di hari ulang tahun pernikahan kita, 'kan?" Junki mengangguk.

"Bahkan Minju merajutnya sendiri. Dia masih tiga belas tahun saat itu. Aku masih menyimpan pasangan syal ini, yang berwarna biru." Kata Junki.

"Dulu Minju sangat menyayangi kita. Dia anak yang manja tetapi tidak pernah mengeluh saat ia harus kehilangan semua kemewahannya. Aku terlalu egois untuk mempertahankan Joohyun eonnie sampai kita harus menjual semua asset untuk biaya perawatannya." Kata Jieun menahan tangisnya.

"Sudahlah! Yang terpenting semua pengorbanan kita tidak sia-sia. Joohyun noona sekarang sudah sadar dan bisa melihat anak kandungnya. Begitupula dengan Minju yang akhirnya bisa mengetahui siapa ibu kandungnya." Kata Junki yang memang sudah mengetahui semua kekacauan yang terjadi siang tadi.

"Tapi aku mencintai Minju, Junki-ah. Dia sekarang membenci kita. Bagaimana aku bisa tenang kalau anak yang sudah kuanggap seperti anak kandungku sendiri memilih untuk pergi meninggalkan kita?"

Junki membawa istrinya ke dalam sebuah pelukan hangat, ia pun merasakan hal yang sama dengan Jieun. "Percayalah, Minju hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan ini. Aku yakin suatu saat dia pasti kembali."

"Tetapi kapan? Aku merindukannya detik ini. Aku ingin memeluknya. Aku ingin meminta maaf padanya atau kalau perlu aku akan bersujud di kakinya agar dia mau memaafkanku dan berjanji tidak akan meninggalkanku."

Junki sudah tidak bisa berkata apa-apa. Tangisnya ikut pecah bersamaan dengan Jieun yang mengungkapkan semua ketakutannya.

"Kau harus bersabar, Sayang. Yujin pasti akan membawa Minju pulang. Kau masih ingat bukan kalau bulan depan mereka akan menikah?"

Jieun menangis semakin keras, seharusnya besok ia dan Minju akan pergi untuk mencari bunga yang akan digunakan sebagai bahan dekorasi untuk pesta pernikahannya nanti.

"Percayalah, Minju akan menjemput kita. Aku akan menjadi ayah paling bahagia yang mengantarkan putrinya ke altar gereja nanti. Minju pasti kembali. Pasti."

"Hiks... Aku merindukan Minju. Minju, eomma mohon kembalilah, nak. Eomma tidak bisa jika tanpamu. Maafkan eomma. Eomma mencintaimu." Jieun melemah, di matanya sudah menggenang air yang membuat pandangannya mengabur. Kepalanya sakit. Dadanya terasa sesak. Sampai akhirnya semua gelap.

"Minju-ya... Eomma~"

"Astaga Tuhan, Jieun-ah! Sayang bangun. Kau jangan seperti ini." Junki menepuk-nepuk pipi Jieun berharap sang istri akan membuka matanya. Jieun pingsan. Dengan panik Junki membawa istrinya ke dalam kamar dan menelpon dokter.

TOSKADonde viven las historias. Descúbrelo ahora