|CHAPTER 58| PELUKAN UNTUK CAKRA

Start from the beginning
                                    

"Kembalikan Cakraa..."

Aya menarik Maratungga ke dalam pelukannya.

"Aya, Cakra masih beli sate, kan?"

"Cakra nanti bakalan pulang lagi, kan? Iya kan?"

Aya menarik kepala Maratungga ke dalam dekapannya hingga suara tangis laki-laki itu sedikit teredam.

"Adik kamu udah bahagia sama Bundanya."

——

Moa menatap bendera kuning yang berkibar di depan rumah Cakrawala dengan mata merah karena tangis.

"Aku tahu kamu suka warna kuning, tapi aku nggak suka liat ada bendera kuning di depan rumah kamu."

"Moa." Galaksi menepuk pundak Moa dan gadis itu pun menoleh.

"Kenapa Cakra ninggalin gue, La?"

"Kenapa? Kenapa harus Cakra? KENAPA?!!!"

Moa menangis. Isak tangisnya kembali terdengar.

"Haaa.... Haaaaa!!!"

Suara tangisnya terdengar seperti rintihan yang sangat menyakitkan.

"Haa... Haaa... Cakra... hiks!"

"Kalo lo nggak kuat, kita pulang."

"Kita pulang aja, ya? Hem?"

Moa menggeleng.

"Kalo gue pulang, nanti Cakra sendirian... hiks!"

Ponsel di saku celana Galaksi berdenting, ketika ia lihat ternyata itu panggilan masuk dari Wicak. Galaksi menerima panggilan tersebut, belum sempat ia menjawab, suara disebrang sana sudah memborbardirnya.

"Lo dimana sih? Gue udah nungguin lo lama!"

"Sorry, gue nggak bisa datang, Cak."

"Maksud lo gi—Ah! Sekarang lo dimana?!"

"Gue lagi dipemakamannya Cakra."

"Lo ngapain ikut kesana sih?! Ngapain lo buang-buang waktu lo buat orang sakit jiwa yang udah mati!"

"Nggak ada gunanya, La! Mendingan lo ke sini deh! Nongkrong sama gue sama temen-temen yang lain juga."

Tanpa menjawab, Galaksi mematikan panggilan tersebut. Sementara disebrang sana Wicak langsung memaki Galaksi tanpa henti.

———

Hanya sedikit orang yang datang untuk mengantarkan Cakrawala keperistirahatannya yang terakhir. Sejak kecil Cakrawala selalu dikucilkan, dan saat meninggal pun tidak banyak orang yang datang.

Semua orang hanya mengenal Cakrawala sebagai orang sakit jiwa, jadi untuk apa repot-repot datang ke pemakamannya.

Sama seperti ketika Bunda meninggal dulu, saat ini pun tangis Maratungga semakin pecah ketika melihat jenazah Cakrawala di masukan ke dalam liang lahat.

"Aya keluarin Cakra dari situ, Cakra takut gelap!"

"Aya keluarin Cakra."

"Ayaaa!"

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now