|CHAPTER 56| KEPULANGAN CAKRAWALA

Mulai dari awal
                                    

Gabi semakin berjalan mendekatinya. Suara tangisan Gabi terdengar begitu nyata dan memilukan di telinga Cakrawala, pun dengan luka-luka di wajah pucat Gabi.

"Kak Cakra... hiks! Kak Cakra... sakit..."

"Gabi udah nggak mau lagi sama Ayah... hiks!"

"Gabi... Sini... Peluk Kak Cakra..."

"Sini sayang... Peluk Kak Cakra..."

Gabi mengangguk. Ia semakin dekat dengan Cakrawala, kemudian tangan mungilnya yang di beberapa bagian terdapat luka lebam kebiruan itu melingkar di tubuh Cakrawala. Di dalam gudang dengan cahaya remang-remang, Gabi memeluk tubuh Cakrawala dengan sangat erat.

"Sakit, iya? Nanti Kak Cakra obatin lukanya Gabi... ya?"

"Kak Cakra janji nggak akan ninggalin Gabi."

Namun, kemudian sosok Gabi tiba-tiba lenyap begitu saja dan meninggalkan Cakrawala kembali seorang diri.

"Gabi... Gabi..."

"GABIIII!"

———

Maratungga menatap kosong jalanan menuju rumahnya melalui kaca jendela mobil yang tertutup. Ia hanya diam ketika Tigu berkali-kali mengajaknya berbicara. Hari ini ia sudah diperbolehkan pulang, dan seperti biasa Maratungga lebih suka di rawat jalan di rumah oleh Cakrawala dibandingkan harus di rumah sakit.

"Gimana kamu suka nggak?"

Maratungga menoleh, menatap wajah ayahnya dengan ekspresi datar.

"Ayah, Cakra ke mana?" tanyanya.

Ini sudah puluhan kalinya Maratungga menanyakan kemana adik tirinya itu. Sejak ia sadarkan diri dari koma ia sama sekali belum melihat Cakrawala. Anak itu tiba-tiba menghilang bagaikan ditelan bumi.

"Kamu kenapa sih nanyain dia terus? Ada ayah disini."

"Nggak biasanya kamu begini."

Maratungga mendadak diam. Ia juga tidak tahu kenapa, rasanya ia sangat merindukan senyuman serta tawa renyah milik adik tirinya.

Mobil yang dikemudikan Tigu melaju memasuki komplek perumahan tempat ia tinggal, kemudian berhenti tepat di depan rumah mereka.

Maratungga menghiraukan semua ucapan Ayahnya, ia membuka sabuk pengaman kemudian segera turun dari mobil dengan terburu-buru.

"Mara!"

Maratungga menulikan telinga.

"Maratungga dengerin ayah!"

"MARA!"

Tigu membuang napas kasar ketika putra kesayangannya lagi-lagi mengacuhkannya.

"Cakra!" Teriak Maratungga.

Ia berlari memasuki rumah. Bahkan ia sama sekali tidak memedulikan kondisi tubuhnya yang juga masih lemah karena baru saja keluar dari rumah sakit.

"Cakra..."

"Cakra kamu di mana? Bang Mara udah datang buat Cakra."

"Cakra..."

Maratungga membuka satu persatu pintu dari mulai pintu kamar Cakrawala, pintu kamarnya, pintu kamar mandi, sampai pintu lemari Cakrawala. Ia membuka pintu-pintu itu dengan tidak sabaran. Namun ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Cakrawala.

"Cakra ayo keluar. Cakra kamu ngumpet di mana?"

"Bang Mara udah pulang, Cakra nggak mau peluk Bang Mara?"

2. NOT ME ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang