35: Practice Days

123 45 17
                                    

Sudah satu Minggu Yuga dan yang lain berlatih band di rumah Kei. Lagu yang akan ditampilkan adalah pilihan Yuga, karena katanya hanya lagu itu yang Yuga hafal luar kepala.

Namun, Aga merasa lagunya terlalu romantis untuk ukuran cowok bego seperti Yuga. Jadi, Aga sedikit curiga tentang alasan Yuga memilih lagu itu. Somebody To You, by The Vamps.

"Sesuka itu lo sama lagu ini, Bro?" tanya Aga. "Alasan lo milih lagu ini, bohong, kan? Nggak mungkin cuma lagu ini yang lo hafal."

Yuga merapatkan mulutnya, sebelum menjawab,  "Iya, emang bohong. Gue hafal banyak lagu, bahkan termasuk lagu opening anime yang gue suka."

"Terus? Kenapa lo milih lagu Somebody to You?" tanya Ringgo ikut penaasaran.

"Kepo banget, sih." Yuga mendengus. "Kalian nggak suka lagunya? Harusnya bilang dari awal."

"Kita cuma penasaran. Lagian kita udah latihan selama seminggu, nggak mungkin ganti lagu lagi." Kei berusaha menenangkan suasana.

"Lagu itu ... kesukaan adik gue." Yuga tiba-tiba menunduk. "Dia selalu keliatan seneng banget setiap gue nyanyiin lagu itu."

Aga bingung, karena ekspresi Yuga mendadak terlihat sedih. Lalu Ringgo pun membisikkan sesuatu ke telinga Aga.

"Adik Yuga ... meninggal dua tahun lalu. Karena kecelakaan."

Aga cukup terkejut, merasa bersalah karena ia yang pertama mengeluh soal lagu pilihan Yuga.

"Gue denger, Ringgo. Suara lo terlalu keras," gumam Yuga lalu menghela napas. "Dia bener, adik gue kecelakaan dan meninggal saat dibawa ke rumah sakit."

"Sorry," ucap Aga pelan.

"Lo tahu, orangtua gue mengadopsi gue saat gue umur tujuh tahun karena mereka sulit punya anak. Tapi, ajaibnya, nggak lama setelah mengadopsi gue ... nyokap gue hamil.
Gue bahagia banget karena punya adik, dan dia bener-bener cantik. Lalu dua tahun lalu, dia kecelakaan karena nyebrang sendirian dan ada pengemudi truk yang ngebut. Hari itu, gue selalu merasa bersalah karena nggak ada di sampingnya."

Kata seseorang, persahabatan akan semakin erat jika sudah berani berbagi luka.

Akhirnya, hari itu tiba juga bagi Yuga. Ia berani menceritakan hal yang sulit ia ceritakan pada Aga dan Kei. Sebelumnya, ia hanya punya Ringgo untuk berbagi luka. Kini bertambah dua orang lagi, tanpa Yuga harapkan.

"Lo ada di mana saat itu?" tanya Kei duduk di sebelah Yuga, di sofa yang lumayan luas.

"Di rumah Ringgo, kita belajar karena mau ujian," jawab Yuga, "sejak hari itu, gue merasa nggak berhak buat terlalu bahagia. Makanya gue nggak suka keramaian, apalagi pesta."

"Yuga, adik lo pasti berharap lo tetap bahagia walau dia udah nggak ada. Itu bukan salah lo. It's okay to be happy sometimes." Kei dengan perasaan yang miris, menepuk-nepuk pundak Yuga dengan pelan.

"Really?" Yuga mengusap wajahnya, lalu berusaha tersenyum. "Okay. Ya udah, ayo kita latihan lagi. Atau, mau coba lagu lain? Gimana kalau lagu  Can We Dance?"

Aga, Kei, dan Ringgo ikut tersenyum melihat Yuga.

"Sure!"

"Okay!"

"Let's get it!"

Mereka pun bersiap di posisi masing-masing dan memegang alat musik, kecuali Yuga. Ia ternyata tidak bisa bernyanyi sambil bermain alat musik. Ia takut tangannya gemetaran saat tampil dan malah mengacaukan permainan gitarnya.

Namun, jika rasa gugupnya sudah hilang dan ia sudah terbiasa dengan keramaian, mungkin ia akan mencoba bernyanyi sambil bermain gitar. Lihat saja nanti.

"Semangat! Kita harus tampil yang keren! Demi adiknya Yuga juga!" seru Ringgo semangat, dan latihan mereka pun kembali dimulai.

[]
Hari itu, Aga memang nggak berkata banyak untuk membuat gue merasa lebih baik.
Dia pasti bingung.

Tapi, setelah latihan, Aga yang bertugas bikin mie instan kari ayam ... masukin dua telur setengah matang di mangkok gue.

Dia bilang,
dia bosen makan telur.

Cutie Pie [Short version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang