6. Lampu Hijau!

871 83 3
                                    

Aidan menatap alat-alat untuk meracik kopi di depannya. Dia hanya ingin mencoba. Ya, itung-itung modus bantuin Wafa. Ahaha!

"Mas Aidan. Itu belum dicolok lhoh!" tegur Wafa dari arah belakang.

Aidan meringis malu. Bisa-bisanya dia mempermalukan dirinya sendiri. Ah, tidak masalah. Santai aja, Dan! "Yoi, Mbak Wafa. Terima kasih sudah diingatkan."

Wafa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli. "Iya, sama-sama."

Melihat Aidan yang begitu fokus meracik kopi buatannya, Wafa termenung. Mengapa Aidan menjadi tampan, ya? Apalagi dengan rambut yang klimis miliknya itu. Masya Allah.

"Astaghfirullah, Wafa!" pekik Wafa pelan.

Aidan yang mendengar itu tertawa. "Cieee. Akhirnya mengakui ketampanan saya!" sahutnya dengan kepercayaan tingkat tinggi.

Wafa mendengus pelan. "Sok iya!"

"Lhah, kan memang benar. Saya ini tampan. Alias ganteng banget."

"Terserah mas Aidan aja!"

Aidan tertawa melihat keputus-asaan Wafa. Pepet terus, Dan! Author dukung nih!

"Mbak Wafa," panggil Aidan.

Wafa berdehem.

"Bagaimana dengan perasaan mbak Wafa terhadap saya?" tanya Aidan dengan wajah seriusnya.

Wafa gelagapan. "Mak-maksudnya?"

"Ahaha!" sembur Aidan. "Ngga usah gugup gitu, baru aja ditanya udah gugup. Belum dinikahin lhoh, ini." imbuh Aidan disertai tawa yang belum mereda.

"Ya kan saya kaget!"

"Cieeee."

"Tau, deh."

Aidan tersenyum lembut, netra matanya menatap lurus ke depan. "Wafa. Saya hanya ingin mengungkapkan hal yang serius denganmu. Saya berniat untuk menjadikanmu seseorang yang akan menemani saya hingga akhir hayat. Dan izinkan saya, izinkan saya untuk menjadi salah satu bagian hidupmu," ujarnya dengan lembut, namun terkesan sangat tegas diperdengaran Wafa.

Kali ini, Wafa menarik napas panjang. Dirinya juga sudah menemukan jawaban yang InsyaAllah terbaik. Dari hasil salat Istikharahnya beberapa hari terakhir.

"Bismillahirrahmanirrahim. Silahkan mas Aidan langsung berbicara saja dengan ayah saya."

Aidan terkejut. Benarkah Wafa menerima lamarannya? "Mbak Wafa?"

"InsyaAllah, saya menerima. Namun, ada satu syarat yang masih harus dilalui oleh mas Aidan," Wafa menjeda ucapannya. Dan Aidan masih setia untuk mendengarkan lanjutan dari Wafa. "Mas Aidan harus berbicara terlebih dahulu terhadap kakak laki-laki saya, juga adik laki-laki saya. Bisa?" tanyanya dengan lembut.

Aidan mengangguk mantap. Jika hanya itu, InsyaAllah Aidan siap. Lagipula, dirinya tidak berniat untuk mempermainkan hati Wafa. Dia menyayangi Wafa.

"Baik, jika memang hanya itu," balas Aidan dengan tegas. "Jika boleh, saya minta nomor kakak beserta adik laki-laki dari mbak Wafa."

Wafa mengangguk mantap, setelah itu mengambil gawainya dan memberikan itu kepada Aidan. Namun, Aidan menolak. "Itu hp mbak Wafa. Saya terkesan tidak sopan jika mengambilnya langsung. Jadi, dekte saja nomor kakaknya."

Kali ini, Wafa tersenyum manis. Kemudian mendektekan nomor kakak beserta nomor adiknya kepada Aidan.

"Alhamdulillah. Saya udah dapat. Mbak Wafa, saya izin pamit. Mungkin sampai beberapa hari kedepan," pamit Aidan. Dan Wafa pun mengangguk sambil tersenyum lagi. Ah, sudah tak terhitung hari ini Wafa tersenyum hingga berapa kali.

Setelah mengantarkan Aidan ke depan, Wafa menatap langit yang terlihat cerah hari ini. Secerah perasaannya. Hari ini, Aidan terlihat begitu kalem. Beda dari biasanya.


🌻🌻

Assalamu'alaikum, Reader's kuu!

Berjumpa lagi dengan Aidan-Wafa.

Maaf yah, teman-teman pembacaku. Baru sempat ngelanjutin ceritanya. Qodarullah, beberapa hari yang lalu, badanku tidak enak. Dan Alhamdulillah, aku baru sembuh dari sakitku. 

Oh iya, kalian jaga kesehatan juga, ya!🥰

Kalau mau pergi di luar rumah, pakai masker. Kalo kata papaku, "Maskermu melindungiku, maskerku melindungimu!"

.

.

Ahayy. Mas Aidan dapat lampu ijo nihh!

Gimana pendapat kalian tentang bab inii?

Cerita dongg!🥺

Aku senang jika kalian berbagi pendapat tentang ceritaku🥰

.
.

Dapat salam dari mas Aidan ganteng, nih! Wkwk.

Aidan kan abis dapat lampu hijau😂

Dah, sampai sini dulu, yaa!

Terima kasih sudah berkenan membaca!❤

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang