"ELVAN!" teriak Acil berlari menghampiri tempat keributan tadi, bertepatan dengan Elvan yang sudah dipindahkan ke brankar.

"Siapkan defibrillator! Atur sebanyak 250 joule!" perintah dokter Elvan sambil memberi CPR manual pada pasiennya.

Salah satu perawat menyerahkan defibrillator yang sudah siap, lalu dokter itu pun segera menempelkannya ke dada telanjang Elvan.

"Shoot!" Tidak ada yang berubah, denyut nadi Elvan masih melemah.

"Lagi!" pintanya menyerahkan defibillator pada perawat dan kembali melakukan CPR.

"Elvan! Elvan! Elvan kenapa, auuhh, Elvan," Acil dilindungi beberapa perawat agar tidak mendekati Elvan karena akan menganggu dokter dan perawat yang sedang menangani Elvan.

"Shoot! 360 joule!"

Acil menangis, dia tidak tahu menahu akan kondisi Elvan selama ini. Tangan yang terkunci di tangan-tangan perawat itu mengepal, Acil mulai terisak keras-keras.

"Shoot!"

Tit.. tit.. tit.. Monitor EKG mulai menunjukkan adanya kehidupan, akhirnya Elvan selamat dari serangan jantung dadakannya.

Sebaliknya, Acil bergantian pingsan di tangan beberapa perawat.

***

Rey mondar mandir di depan ruang intensif, Asa koma. Beberapa alat medis sudah menempel di tubuhnya, terlihat menyakitkan bagi Rey.

Kata dokter Asa membutuhkan donor sumsum tulang secepatnya, Liam tidak cocok, Rey dan Nisha juga, tidak ada yang cocok...

"Coba diperiksa ulang dokter! Pasti ada yang cocok, Om Liam, Om Liam itu ayahnyaaa!" keukeuh Rey beberapa saat yang lalu.

"Maaf, persentase kecocokan orang tua pada anaknya hanya sebesar 5%. Terlebih lagi dia seorang ayah, berbeda jika saudara kandung dari ibu yang sama. Karena Asa tidak memiliki saudara kandung kami harus mencarinya dari orang luar."

"Gimana caranya?! Ini darurat!" Suara Rey meninggi, dia sangat takut kehilangan Asa.

Rey memegang tangan dokter Asa. "Golongan darah saya juga O dokter, saya pasti bisa mendonorkan sumsum tulang saya," Rey terisak, dia sangat berputus asa sampai-sampai tidak mampu untuk berpikir panjang.

"Maaf, jika dipaksa didonorkan menggunakan sumsum tulang yang tidak cocok, komplikasi lain mungkin akan terjadi, itu sangat beresiko...,"
...

Rey mengusap wajahnya yang dipenuhi jejak air mata, ia merebahkan tubuhnya ke dinding, lalu merosot duduk di lantai.

"Asa," Rey membekap bibirnya yang terus terisak meski sebenarnya ia ingin berhenti.

Beberapa saat kemudian, setelah tangis Rey mereda, pria itu memakai alat pelindung, kaus tangan dan pelindung kepala, lalu memasuki ruangan Asa.

Air mata Rey kembali menggenang di pelupuk mata, Rey menengadahkan kepala agar air itu kembali masuk. Setelahnya, Rey pun berusaha tenang dan mendekati Asa.

"Asa, bangun! Mas Debay gimana? Galan kita," Tangan Rey mengambang di atas perut Asa yang tertutupi selimut tipis putih.

Tangan itu bergerak mengambang di atas tangan Asa yang penuh dengan selang transfusi darah. Tidak kuat memegangnya, tangan Rey malah terkepal kuat-kuat.

Rey meremas dadanya yang terasa sesak, ia memukulnya pelan sambil menahan isakan yang terus keluar dari bibirnya.

Rey berjongkok, dia tutup wajahnya menggunakan telapak tangan berselimut kaus tangan medis. Lagi-lagi menangis, cenggeng sekali.

Tiba-tiba, suara aneh terdengar dari EKG monitor yang tersambung di tubuh Asa. Beberapa perawat segera mengerumuni Asa, dokter juga ikut serta sehingga Rey mundur menjauh dari ranjang tempat Asa tergeletak.

"Asaaaaa!" Rey menutup wajahnya dengan lengan, dia terisak hingga ingusnya mengalir.

Nisha mengajak Rey keluar dari tempat itu karena, mereka melihat Asa ditangani dari balik dinding kaca.

Beberapa saat kemudian, salah satu perawat membuka pintu. Brankar dorong Asa bergerak, Asa dilarikan ke ruang operasi.

Rey, Nisha, dan Liam otomatis dibuat panik. Liam langsung menanyai ini itu banyak sekali pada sang dokter yang baru saja keluar dari ruang intensif.

"Janinnya tidak bisa menerima oksigen yang cukup karena ibunya dalam keadaan koma, kami harus mengeluarkannya agar ia bisa selamat...,"

"Bagaimana dengan ibunya?" Rey memegang tangan sang dokter, berusaha mencari secercah harapan di matanya.

Dokter itu tidak segera menjawab, beliau justru memegang bahu Rey sementara waktu. Seolah-olah sedang memberitahu Rey agar mereka bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk.

TBC.

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

7K komen ya, nanti aku update lagi. ♥

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash ✨

DASA (END)Where stories live. Discover now