"Gue nikahin Asa, hahaa. Aneh kan? Iya, keinginan gue di wishlist akhirnya tercapai. Meski harus pakai cara yang kurang gue suka, tapi gue berhasil dapetin Asa, Ra."

"Maaf ya, gue harus pura-pura suka sama lo karena gue butuh pengalihan dari rasa suka gue ke Asa. Gue jahat ya?"

"Maaf juga, gue jadiin lo sebagai alasan kemarahan gue ke Asa. Padahal gue udah marah sama dia sejak dia jadian sama Elvan, tapi gue mulai nunjukin semua emosi gue sejak lo meninggal."

"Gue ngerasa bersalah banget sama dia. Gue yang terlambat, gue yang nggak percaya diri, dan gue juga yang nggak berdaya. Tapi, gue malah marah ke Asa dengan alasan elo."

"Tapi gue juga marah, dia masih tetep jadi alasan lo meninggal kan? Kalau lo nggak dibully, lo juga nggak bakalan kayak gini kan, Ra?"

"Maafin gue karena pertemuan terakhir kita terlalu buruk, kenangan itu juga nyakitin gue, Ra. Tapi, gue harap lo bisa tenang ya?"

"Asa juga pengen minta maaf, katanya dia udah rebut gue dari lo. Tapi maaf, kita nggak pernah PDKT kan?"

"Mulai sekarang, gue nggak akan dateng ke sini lagi, Ra. Kedatangan gue hari ini cuma mau buat pamitan aja sama lo. Gue pengen bebas dari bayang-bayang lo, gue sayang sama Asa, gue pengen bahagia sama dia."

"Dan, kalau lo masih ada di hidup gue, bayang-bayang lo masih menghantui gue, gue nggak akan pernah bisa bahagia sama Asa, karena ada sesuatu yang terus ganggu pikiran gue."

"Karena itu, sekarang juga gue pengen lepasin lo. Semua barang-barang dari lo udah gue buang, jadi tolong maafin Asa juga ya?"

***

Pisau tajam itu tergenggam di tangan penuh bekas luka Asa, ia amati setiap sisi tajam benda itu lamat-lamat. Asa juga tidak tahu mengapa ia harus seperti ini, tetapi rasanya sedikit aneh.

Ditatapnya pantulan diri sendiri yang terlihat samar di lapisan mengkilap pisau, rambutnya pendek dan terlihat sangat jelek. Setidaknya, itu menurut Asa sendiri.

"Asa?" panggil Nisha.

"Huh?!" Asa terperanjat, dia menyembunyikan pisau di belakang tubuhnya, hampir menggores lengannya karena merasa kesepian.

"Sejak kapan kamu potong rambut?"

"Um--" Asa memegang rambut pendeknya. "Tadi, Bunda. Rey yang motongin."

"Cantik pisan," puji Nisha tersenyum sambil mengambil dompet di dekat meja makan.

"Makasi, Bunda." Asa ikut tersenyum.

"Bunda mau ke supermarket bentar, pembalut Bunda habis, kamu mau ikut?" tawar Nisha.

Asa menggeleng. "Enggak, Bunda. Asa kurang enak badan hari ini."

"Um, bumil nggak boleh kecapekan." Nisha mendekat, dan Asa menyembunyikan pisau tadi di dalam baju bagian belakangnya. "Mau titip apa, Sayang?"

"Eng-enggak usah, Bunda."

"Susu kamu habis ya? Nanti Bunda beliin lagi, nggak akan lama kok, kamu buruan ke kamar ya, istirahat yang cukup."

"Iya, Bunda. Hati-hati di jalan."

Nisha pergi, suara pintu tertutup terdengar hingga dapur. Asa menghela napas penuh kelegaan, kemudian mengembalikan pisau tadi ke tempat semula. Hasrat ingin menyakiti diri sendiri mendadak lenyap.

Asa pun menaiki tangga dan masuk ke kamarnya, gadis itu duduk di bibir ranjang sambil menatap lurus ke lantai. Asa mencoba menelpon Rey, tetapi tidak terjawab.

Asa hanya dapat menatap layar ponsel dengan walpaper foto couple Rey dan Asa. Dia belai layar itu sambil tersenyum samar.

Tes! Darah segar mengalir, semakin deras, tetesan itu juga membasahi layar ponsel hingga terjatuh.

Asa menutup hidungnya, ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Kepalanya sedikit menengadah sehingga Asa harus meraba wastafel untuk menyalakan kran.

Pyar! Vas bunga berisi bunga mawar layu pemberian Rey beberapa minggu lalu itu pecah menjadi kepingan tajam di lantai yang menyebar ke sembarang arah.

Asa akhirnya berhasil menyalakan kran wastafel, dia basuh hidungnya berkali-kali, namun darah itu masih mengalir deras dan berbaur bersama aliran air dari kran wastafel.

Tubuh Asa terasa sakit, seolah ia sangat kelelahan. Asa bergetar, detak jantungnya mulai tidak beraturan, tubuhnya lemas, sampai ia tidak sanggup untuk berdiri lagi.

Asa terduduk di lantai, tangannya tak sengaja menyentuh pecahan kaca karena harus menumpu tubuh beratnya.

"Ah," lirih Asa kesakitan. "Re-reey."

Mata Asa mengembun, genangan air samar-samar mulai terlihat. "Bunaa, Pa-paa, sakiit."

Sekarang, semua rasa sakitnya mulai terpusat di perut. Asa sontak memegangi perutnya, ia pendarahan. "Re-reeeyy."

"A-Asa, ng-nggak ku-at."

Beberapa detik berlalu, Asa tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang menyerangnya. Sampai akhirnya ia tidak sadarkan diri, dan ambruk menuju pecahan kaca di lantai.

TBC.

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

7K komen ya, nanti aku update lagi. ♥

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
✨ ILYSM Dash ✨

DASA (END)Where stories live. Discover now