Rey menghela napas, pria itu mendekatkan wajahnya. "Masa nggak inget? Coba liat Rey lagi, yang bener liatnya."

Asa fokus mengamati wajah Rey, dari alis tebalnya, mata dengan tatapan dalamnya, hidung bangir dan bibir kemerahan yang selalu terlihat basah.

Tetapi, tidak ada ingatan apapun yang kembali. Matanya malah terbayang rekaman saat mereka ciuman di akuarium raksasa tadi, Asa mendadak menipiskan bibirnya hingga segaris.

Detik kemudian, Asa refleks membekap bibirnya kaget. "Itu beneran kamu?!"

"Udah inget sekarang?" Rey mengerutkan keningnya karena reaksi Asa terlalu di luar dugaan.

"Itu kamu, kan? Yang ngompolin buku aku, tapi malah kamu yang nangis terus jadi aku yang dikira jahatin kamu."

Rey melotot, benar-benar tidak menduganya. "Asaaaaaa, dari sekian banyaknya waktu kebersamaan kita, kenapa harus itu sih yang kamu inget?"

Rey menepuk keningnya, dia langsung memalingkan wajah karena malu. Hal itu justru membuat Asa semakin ingin menggodanya.

"Bener, kan?" Asa menarik bahu Rey agar Rey kembali menatapnya, tetapi wajah Rey malah semakin bergeser ke kiri.

"Kamu juga yang numpahin bekel aku di dalem tas sampai tasku kayak magic com, eh, kamu juga pernah ngupil terus nangis gegara upilnya nggak mau lepas dari jari."

Rey menoleh. "Asaaaa, stop. Nggak usah dilanjut."

"Iyaaaaa, sekarang aku inget. Kamu juga kan yang ngumpetin sepatu aku biar aku nggak bisa pulang karena kamu belum dijemput sama Buna?"

"Asa, berhenti nggak?"

"Aku juga inget, kamu cowok yang suka naruh permen lolipop di tas aku kan? Kamu juga yang suka minjemin aku pensil waktu aku nggak bawa pensil, dan kamu juga yang suka kasih aku buku waktu buku-buku aku suka hilang."

"Kamu juga yang suka nemenin aku waktu aku belum dijemput sama Papa, ya walaupun kita nggak main bareng. Kamu cuma duduk di deket pintu sambil mainin mobil-mobilan atau makan eskrim minion, sedangkan aku sibuk sama buku di meja sudut."

Asa tertawa pelan mengenang masa lalu. "Kamu juga pernah ninggalin payung kuning minion karena aku nggak bawa payung kan? Kalau diinget-inget lucu juga ya?"

Asa menatap wajah Rey yang sedikit memerah, perasaan malu, tersipu, haru, dan senang karena Asa mengingatnya menjadi satu.

"Aku nggak lupa, Rey. Kamu cowok serba kuning yang nggak bakalan bisa aku lupain. Aku cuma nggak tau aja kalau orang itu kamu, kita lama nggak ketemu semenjak masuk SD."

"Rey di pondok, tinggal di sana karena Buna sibuk kerja. Tapi karena itu, Rey jadi punya banyak temen, dan Buna juga sering datengin Rey hampir tiap hari."

"Pantesan kita nggak pernah ketemu."

"Rey sering nemuin Asa kok, ya walaupun Asa nggak liat. Rey sampai hafal jadwal Asa dulu, senin les bahasa inggris, selasa les bahasa mandarin, rabu les matematika, kamis Rey kurang tau tapi Asa suka ke perpus kota sama Bik Ini."

"Itu baca buku, Papa suka nyuruh aku baca buku biar wawasan aku luas." Asa mengimbuhi.

"Nah itu, terus hari jumat bakti sosial ke panti. Sabtu minggu Asa diem di rumah."

"Hahahaa, kamu udah kayak sasaeng."

Rey tertawa, beberapa detik kemudian dia terdiam. Tatapan matanya mengarah fokus pada lengan Asa yang lebam, Rey pun menarik tangan Asa di area atas siku.

"Ini lebam kenapa?"

Asa ikut melihat tangannya. "Nggak tau, nggapapa, kepentok kalik."

"Kapan? Di mana? Kepentok apa? Kok bisa? Kenapa sampai kayak gini? Siapa yang bikin Asa lebam?"

"Nggak tau, nggak tau, nggak tau. Kamu pikir kita lagi wawancara apa? Ditanyain 5W 1H."

"Hish," Rey mendecak, kemudian menarik Asa mendekat. "Ciiiisssssh!"

Rey dan Asa berfoto bersama dengan tangan Rey yang memegang instax, mereka sama-sama melihat hasil jepretan pada kertas foto yang keluar, lantas menertawakan hal-hal yang cukup sederhana.

Asa memegang foto mereka dan memotretnya menggunakan ponsel, terlihat aesthetic.

"Kok difoto lagi?" tanya Rey.

"Biar bisa Asa liat lagi di hp."

"Ikut-ikutan aaaaahhhh." Rey ikut-ikutan memotret hasil foto tadi menggunakan ponsel.

"Sini, sekalian foto pakai hp Rey biar bisa Rey jadiin wallpaper." Mereka berfoto lagi sampai Liam dan Nisha datang.

"Bunda mau ikut!" Nisha mempercepat jalannya setelah memberikan barang bawaannya ke Liam.

"Aduh, Kak!" Liam yang tidak siap itu pun mencoba menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh.

"Sini, ikut foto juga!" Nisha menarik ujung lengan kemeja Liam agar pria itu mendekat, mereka berdua selalu menyentuh tanpa melibatkan kulit.

Empat orang yang tampak seperti keluarga lengkap nan bahagia itu memulai sesi piknik mereka setelah puas berfoto-foto ria.

TBC.

Udah siap konflik belum?

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

7K komen ya, nanti aku update lagi. ♥

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash ✨

DASA (END)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant