02. UNDANGAN MISTERIUS II

Mulai dari awal
                                    

Tidak seperti struktur baru yang menampung departemen yang melakukan penyelidikan dan ruang operasi, unit ini telah di bangun hampir tiga puluh tahun yang lalu.

Saat dia berjalan di sepanjang bagian depan blok OPD yang menghadap ke jalan raya yang sibuk di luar, Dougan mendongak. Wajahnya ini di tutupi tanaman merambat yang berbunga biru, memberikan udara yang menawan. Dia bahkan bisa melihat lebah hitam besar melayang di atas bunga.

Dia masuk kedalam sebuah ruangan yang berada di seberang tempat parkir belakang klinik. Vicky ada di dalam, berbicara dengan perawat yang duduk di dekat meja dokter. Dia memegang cangkir dengan kedua tangan dan Dougan melihat dia menangis. Dia melihatnya lebih dulu dan bangkit, meletakkan teh di atas meja. Vicky berbalik kaget lalu melihat siapa itu.

Tapi Dougan sedang melihat perawat itu. "Suster Ellen," panggilnya

Suster Ellen mengusap matanya dengan saputangan. "Inspektur ..." gumamnya.

Vicky tampak terkejut. "Ka-kalian berdua saling kenal?"

"Di sinilah saya datang untuk asma saya. Saudari Ellen biasanya disini, dan-" Dia berhenti lalu melihat sekeliling sebelum berbalik ke Vicky.

"Hey, nak. Kenapa kamu menangis?" tanya Dougan.

"A-ayahku... dimana?"

"Ayahmu sedang ada rapat, sebentar lagi akan selesai. Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja, Vicky?"

Vicky menggeleng, "tidak."

"Oh, kau bisa cerita denganku."

Vicky mengangguk. Mereka akhirnya pamit pada suster Ellen dan bergegas keluar ruangan. Duduk di teras ruangan terpojok itu sembari menghadap halaman parkir.

"Ada apa?" tanya Dougan membuka suara.

"A-aku di teror.. Pak," kata Vicky sambil menyodorkan ponsel miliknya.

"Eh?" Dougan membaca itu, kemudian tertawa.

"Ah, ini mungkin hanya permainan biasa. Anak-anak zaman sekarang ada-ada saja ya," oceh Dougan geleng-geleng kepala.

Senyum merekah terbit dari wajah Vicky. Gadis itu tampak percaya diri setelahnya, tapi sedikit rasa curiga tentang pesan yang ia dapatkan itu masih membuatnya ragu-ragu untuk bermain.

Ayah Vicky terlihat dari kejauhan, pria paruh baya itu melambaikan tangannya.

Dougan pamit dan berpesan, "ikuti saja permainan itu. Barangkali kau bisa mendapat teman."

Dougan tersenyum, "jika ada apa-apa bilang saja padaku. Bukankah kau harus ingat bahwa ayah dan pamanmu ini adalah seorang polisi?"















































Hujan masih mengguyur seperti hari pada sore hari tadi. Ambang jendela berdebar-debar karena tetesan air hujan yang monoton, berjatuhan satu sama lain seperti air mata yang orang menangis.

Vicky dengan rambut yang di ikat ekor kuda sedang duduk kaku di hadapan sebuah monitor. Bertanya-tanya kenapa layar yang ia mainkan itu tiba-tiba berubah menjadi hitam gelap, seperti tidak ada sinyal.

Padahal hujan yang mengguyur tempat tinggalnya tak terlalu lebat, dan sudah mereda. Lagipula, gadis itu sudah memasang anti petir pada monitor kesayangannya itu.

Tiba-tiba selintas kalimat muncul dari layar, menampilkan bacaan "GAME OVER" di cetak tebal disana. Tulisan itu perlahan-lahan menghilang dan kembali menampilkan ruang chat media sosial pada umumnya.

Mendadak rasa ketakutan muncul di benaknya. Kaki nya gemetaran, beralih tuk menganggkatnya. Vicky memeluk lututnya di atas kursi, dengan sorot mata berkaca-kaca menatap layar monitor.

Banyak pesan kembali muncul di layar digital itu. Tanpa dia perlu membalasnya, pesan itu berubah dengan pertanyaan demi pertanyaan yang keluar dari sana.

Vicky terengah-engah. Bunyi hujan terasa semakin lebat di telinganya. Seketika listrik dan lampu padam mendadak. Mulut gadis itu bungkam, ingin teriak tapi ia tak mampu.

Braak!

Vicky terjatuh dari atas kursinya, ia terbaring diam dan hampir terengah-engah di kamarnya yang gelap dan kosong. Keheningan mutlak hanya di patahkan oleh derai di luar. Buku, kertas, pakaian, dan semuanya berserakan di lantai, ruangan itu berantakan dan pikiran nya benar-benar hancur. Jantungnya melambat, sekali lagi.

Tiba-tiba secercah cahaya muncul, monitor yang sedang ia cas dan cabut kabel penghubungnya mendadak hidup tanpa daya listrik.

Sontak hal itu semakin membuatnya takut. Gadis itu menangis dalam diam, dia sungguh ketakutan.

Lalu tiba-tiba layar monitor seperti memperlihatkannya sebuah mension besar dan megah, dengan sosok bayangan muncul di bagian jendelanya.

Gadis itu semakin ketakutan, air matanya sudah berhenti keluar dan menyisakan kekeringan di kantung matanya.

Kantung mata itu memandang sebuah pesan yang terkirim di layar monitor.


























Menampilkan tulisan besar, "Selamat bermain" di bagian tengah-tengah layar.

Vicky membulatkan matanya, jantungnya terasa melambat.

Lalu dengan cepat, monitor itu mati dan listrik kembali hidup sedia kala.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GAME OVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang