"Sampaiin makasih ya buat Mama kamu? Sama, maaf juga karena udah rusak kamu."

"Aku yang minta maaf, El. Aku tau kamu nggak suka sama aku, tapi aku tetep keukeuh buat dapetin kamu dengan cara kayak gini."

Elvan tersenyum miris. Kenapa hidupnya harus seperti ini? Elvan merasa tidak memiliki tujuan lagi, ia sudah tidak bermain basket, harus bertanggungjawab atas wanita yang tidak pernah ia cintai, juga menanggung beban sakit yang entah harus ia pikul sampai kapan.

"Nggapapa," kata Elvan, lebih ke diri sendiri. Seolah sedang menguatkan dirinya agar lebih tegar menjalani kehidupannya.

"Kamu lagi di mana? Kok brisik ada suara ambulans?" Aurel sedikit panik.

"Lagi di rumah sakit--"

"Pukulan Papa aku keras banget ya, El? Kamu sampai pergi ke rumah sakit?" Aurel mengambil jaketnya. "Rumah sakit mana? Biar aku ke sana--"

"Enggak, Aurel. Bukan gitu. Aku cuma mau nemuin Mama." Bohong, jelas sekali Elvan berbohong. Karena sejatinya, dia selalu rutin ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kesehatannya.

"Aku kirain kenapa-napa," Aurel kembali duduk di ranjang kamarnya. "Yaudah, nanti kalau udah pulang bilang ya? Aku pengen main ke rumah kamu."

"Jangan!" sergah Elvan cepat. "Mama aku sekarang lagi sensitif, kalau ada cewek yang main ke rumah, dia pasti bakalan mikir yang aneh-aneh. Nggak bagus buat kesehatan jantungnya."

"Um... Yaudah deh--"
"Telpon sama siapa kamu?! Sama Bajingan itu?"
"Papa jangan--"

Tut! Sambungan telpon itu terputus secara sepihak, sangat menggantung. Elvan tidak tahu apa yang terjadi di sebrang sana, mungkin Aurel kena amukan Papanya?

"Ih, REEEEEEEEEY!" Asa memekik karena Rey menggendongnya ala bridal style secara tiba-tiba.

"Rey nggak mau Asa capek, biar Rey gendong aja sampai mobil! Pegangan!" Rey mengarahkan tangan Asa agar melingkar di lehernya.

Asa melingkarkan tangannya di leher Rey, lalu Rey membenarkan posisi Asa agar lebih nyaman.

"Emangnya Rey kuat gendong Asa sampai parkiran? Asa berat loh!"

"Ya berat lah, ada Mas Debaynya juga."

"Ih turunin!" Asa menepuk dada Rey.

"Nggak mau." Rey malah semakin cepat melangkahkan kakinya keluar rumah sakit, melewati Elvan, tanpa kedua orang itu sadari.

Mereka tertawa seakan-akan mereka adalah pasangan terbahagia di dunia.

Kenapa juga Elvan selalu menyaksikan mereka, saat mereka sedang bahagia? Hal itu membuat perasaannya semakin tersakiti, luka tentang Asa masih sangat membekas di hatinya.

"Aku harap, kamu bahagia, Asa."

TBC.

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

7K komen ya, nanti aku update lagi. ♥
Jangan cefat-cefat, vliss. Mau nyantai dulu.

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash ✨

DASA (END)Where stories live. Discover now