| CHAPTER 53 | RUMAH SAKIT JIWA

Start from the beginning
                                    

"Cakra, Cakra dari tadi kerja di luar Pak. Waktu istirahat Cakra juga sama Gabi."

Cakrawala menoleh. Dilihatnya, Gabi sedang mencengkram ujung baju Cakrawala dan bersembunyi di balik punggung Cakrawala.

"Gabi bantuin kak Cakra... Ayo jelasin ke bapaknya. Kak Cakra waktu istirahat tadi nggak main ke kasir, tapi kak Cakra main sama kamu di bawah pohon itu." Cakrawala menunjuk pohon yang berada di samping toko mainan tersebut.

"Gabi ayo bantuin Kak Cakra..."

Pria pemilik toko serta karyawan perempuan itu menatap Cakrawala yang sedang berbicara seorang diri. Pemilik toko yang sebelumnya sudah marah menjadi tambah marah ketika melihat perilaku Cakrawala.

"Kamu mau bodohin saya?! Jangan coba-coba bodohin saya."

"Kamu juga jangan pura-pura bodoh!"

Plak!

Lagi-lagi Cakrawala dipukul kepalanya.

"Kemana uang saya!"

Cakrawala mencengkram erat kedua telapak tangannya. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Sumpah demi tuhan, bukan dia yang mengambil uang di kasir. Ia sama sekali tidak mencuri.

Bagaimana lagi caranya ia menjelaskan kepada pemilik toko tersebut. Tidak ada yang mempercayainya dan tidak ada bukti yang ia punya. Satu-satunya yang Cakrawala harapkan adalah kesaksian dari Gabi. Waktu istirahat yang Cakrawala punya hanya dihabiskan dengan duduk di bawah pohon dan bermain bersama Gabi.

"Gabi ayo bilang ke bapaknya... Bantuin kak Cakra jelasin...."

"Kak Cakra nggak nyuri..."

Gabi mendongak menatap Cakrawala yang jauh lebih tinggi darinya sambil mengangguk-angguk.

"I-iya Pak... Kak Cakra nggak nyuri, Kak Cakra main sama saya. Jangan marah-marahin Kak Cakra lagi Pak..."

"Bukan Kak Cakra Pak..." Gabi lantas menoleh para wanita bermake up menor yang berdiri di samping kanan sang pemilik toko mainan. "Mbak bukan Kak Cakra yang nyuri uang dikasir... Jangan marahin kak Cakra lagi..."

Pria pemilik toko mainan serta karyawan wanita di sampingnya menatap Cakrawala dengan kening berkerut. Cakrawala seperti orang bodoh yang sedang mendengarkan seseorang menjelaskan sesuatu. Cakrawala mengangguk-mengangguk, mengiyakan, tangannya menggenggam angin seolah-olah sedang menggenggam tangan seorang anak kecil.

"Bukan Cakra Pak... Mbak, bukan Cakra yang nyuri... Gabi saksinya."

"Gabi udah jelasin semuanya. Tolong percaya sama Cakra pak, mbak percaya sama Cakra. Bukan Cakra yang ngambil uang dikasir..."

Jelasin? Menjelaskan apa? Penjelasan seperti apa yang Cakrawala maksut? Sedari tadi tidak ada siapapun di samping Cakrawala. Gabi? Siapa dia? Pria pemilik toko tersebut benar-benar tidak mengerti, pun dengan karyawan di sampingnya.

Seorang cowok dengan ciri khas anting berwarna perak di kedua telinganya serta memakai setelan jaket kulit hitam, kebetulan melintas dan melihat keributan yang terjadi. Cowok itu adalah Wicaksana Sasena.

Wicak menyipitkan mata, meneliti dengan cermat badut yang sedang dimarahi di depan toko mainan oleh seorang pria serta wanita bermake-up menor.

"Itu..."

Tanpa banyak berpikir, Wicak melangkah mendekati badut tersebut, lalu menarik rambut keriting yang badut itu kenakan. Cakrawala terkejut sekaligus takut.

"Cakrawala..." Wicak terkekeh.

Wicak melempar rambut keriting Cakrawala ke sembarang arah. Ia bergidik geli. Lama-lama memegang rambut palsu itu bisa-bisa tangannya ternodai. Menjijikan!

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now