"Asa juga yang bilang kalau aku yang ada di video itu, Rey. Dia bahkan pura-pura lugu dan bersikap seolah nggak tau apa-apa."

"Dia itu iri, Rey. Dia iri karena kamu lebih deket sama aku dibandingin sama dia, katanya, setiap kali makan di kafetaria, terus Asa dateng, kamu langsung pergi sambil cari alesan yang menurut Asa nggak penting."

"Dia itu sebenernya nggak suka kalau aku deketan sama kamu, makanya dia cari-cari alasan buat bikin aku jauh dari kamu, Rey. Percaya sama aku, plis."

"Dan yang punya sweater ungu itu bukan aku doang Rey, itu sweater couple aku sama Asa. Asa yang ngasih ke aku, dia pasti berusaha buat jebak aku."

Rey menarik tangannya hingga genggaman Clara terlepas. "Udah selesai ngomongnya?"

"Rey, tolong percaya sama aku--"

"Gue kecewa sama lo, Ra." Kalimat itu berhasil menjadi penutup percakapan terakhir mereka.

Rey berjalan pergi meninggalkan Clara yang terisak keras-keras, Rey masih tidak mengerti, percaya tidak percaya, ia tetap saja mempercayai semua ucapan Clara.

Duuug!

"Arghhh!" Rey mengacak rambutnya frustasi dengan posisi kepala membentur meja.

"Kenapa, Rey?" tanya Bu Sukma perhatian, seisi ruangan refleks memusatkan perhatiannya pada Rey. "Lupa materi? Apa soalnya susah?"

"Palingan kangen Asa, Bu. Emang suka nggak jelas si Rey, kadang senyum-senyum sendiri."

"Cieee istri, unboxing-nya sebelum nikah ya, Rey. Mantabs abieezzz."

"Berapa kali mantab-mantabnya Rey? Sampai bunting gitu, kasian Asa, badan kecil keisi bayik."

"Kadang masih suka kasian sama Vanvan, jametnya diambil saudara sendiri dong."

"Susah-susah PDKT, sekali pacaran langsung ditikung kakak seayah. Sakit, Bos."

"Sudah-sudah, jangan brisik!" Bu Sukma menengahi. "Kerjakan soal dengan tenang dan cepat. Saya juga capek hari ini, ayo segera kerjakan biar kita bisa segera pulang."

"Yaelah, Bu. Makanya ini kunci jawabannya dikasih tau aja biar kita nggak perlu susah-susah mikirin jawaban."

***

DASA (END)Where stories live. Discover now