Ella Marah?

38 28 28
                                    

"Jodoh?" batin Esha. Ia juga bingung kenapa bisa kebetulan seperti itu. Tapi ia masih tetap pada pendirian, tidak ada perjodohan di dalam kamusnya.

Jika ia memang berjodoh dengan Setya, pasti Allah akan memberikan jalan lain selain perjodohan. "Gak. Gak. Gak! Gak mungkin dia jodoh aku!" Esha menggelengkan kepalanya kuat. "Aku mau ke kamar aja, mau mandi." Esha berdiri, bergegas keluar dari kamar kembarannya.

Ella dan Ina saling tatap bingung, "Kembaran kamu tu!" kata Ina sembari melirik Esha yang keluar dari kamar Ella.

"Iya, Kembaran aku dan teman kamu," balas Ella.

"Aku mandi duluan El, dadaaaah." Ina langsung lari ke kamar mandi dan mengunci pintunya.

"Ina! Harusnya aku duluan, kan ini kamar mandi aku." Ella mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali.

"Mandi di kamar mandi luar aja El, pasti di sana kosong1" teriak Ina dari dalam. Ella paling malas jika mandi di kamar mandi luar. Ia mengalah, memilih duduk dan menunggu Ina menyelesaikan mandinya.

***

Esha kaget saat melihat handphone-nya, ada 10 panggilan tak terjawab dari bosnya. Buru-buru Esha menelpon balik pak Agung - bos Esha.

Esha : Assalamu'alaikum Pak, ada apa?

Agung : Saya dengar dari salah satu karyawati Aji's Production, katanya kamu menjatuhkan kue untuk pak Aji, benar?

Esha gugup, ia gemetar. Karyawati mana yang berani melaporkan kejadian ini pada bosnya. Padahal ia sudah mengganti rugi dengan uangnya sendiri.

Agung : Masih disana, Es?

Esha : I - iya Pak. Maaf Pak, tadi ada yang menabrak saya dari belakang. Sekali lagi saya minta maaf.

Agung : Bapak gak bisa bicara sekarang. Besok kita akan bicara.

*tut tut tut*

Esha langsung melihat handphone-nya saat Agung mematikan panggilannya secara sepihak. Ia sangat takut kali ini. Ia takut jika dipecat dan harus mancari tempat kerja baru. Walaupun Orang tuannya tidak menuntutnya untuk bekerja, tapi jangan sampai Ia dipecat hanya karena kue.

Sebenarnya Esha kerja bukan karena butuh, tapi karena bosan sepanjang hari selalu di rumah.Kalaupun nanti dipecat, ia akan berusaha untuk mencari tempat kerja baru. Katering Ibu juga menjadi pekerjaan keduanya jika ia libur bekerja.

"Siapa si yang berani ngadu ke Pak Agung!" gerutu Esha. Ia menggenggam handphone sangat kuat.

"Es, kenapa?" tanya Ella. Ia berdiri di ambang pintu, melihat kembarannya yang sedang meremat handphonenya kuat.

"Ini, jadi tadi ada insiden pas aku antar kue. Terus ada yang laporin ke pak bos," adu Esha pada Ella.

Ella masuk, duduk di sebelah Esha dan mengelus punggung Esha, "Sabar, Esha. Semua pasti ada jalan keluarnya," katanya menenangkan Esha.

***

"Hallo Bu, masak apa hari ini?" Esha merangkul Via dan mengecup kedua pipi ibunya saat baru saja sampai di meja makan.

"Lihat sendiri don, Es," celetuk Ina. Esha melihat Ina sinis, kemudian ia duduk di samping Ina. Sedangkan Ella, ia duduk di samping Koko.

"Aku bosen deh tiap hari liat Ina. Ina bisa pulang sekarang aja gak, Bu?"

"El, denger sesuatu gak? kaya ada yang ngomong, tapi siapa ya?" balas Ina. Ia mencari keberadaan Esha di bawah gelas dan piring. Ledekan Ina membuat semua tertawa lucu. Kecuali Esha, ia merasa semua tidak sayang padanya.

"Esha ke kamar dulu ya." Esha bangkit dan beranjak pergi dari meja makan.

"Sayang, belum makan 'kan? Ayo duduk lagi!" Koko mengajak Esha untuk kembali duduk. Yaa, jika Esha tidak makan, itu bisa membuat ia sakit dan Koko tidak mau melihat putrinya sakit lagi. Esha pun mengikuti apa kata Koko, ia kembali duduk dan menyantap makan malamnya.

"Ina, pindah sini duduknya di sebelah Ella! Kalian selalu berantem kalau dekat," suruh Koko. Ia melambaikan tangannya memanggil Ina. Ina langsung pindah dan meninggalkan Esha disana.

Mereka menikmati makan malam bersama. Seperti biasa, setelah selesai makan, Esha, Ella dan Ina membersihkan semuanya. Esha dan Ella emang tidak mau membuat Via kelelahan. Sudah cukup mereka membebani Via.

Ella bagian cuci piring, Esha dan Ina menyusun piring dan gelas KE RAKPIRING.

"Jadi gimana, Es?" tanya Ella di sela-sela menyuci piringnya.

"Besok aja aku ceritain. Aku pasrah sama semuanya. Mau besok dipecat pun aku ikhlas."

"Dipecat?!" teriak Ina. Esha langsung membungkam mulut Ina dengan tangannya.

"Diam In, jangan teriak-teriak, nanti Ayah dan Ibu dengar." Ina mengangguk. Esha langsung melepaskan bungkaman tangannya.

"Aku ada sedikit insiden saat mengantar kue. Tapi udah aku ganti pakai uang aku kok. Aku juga gak tau siapa karyawati yang mengadukan ini ke pak Agung." Esha menjelaskan semuanya pada Ina.

"Sabar ya Es, Aku juga gak bisa bantu apa-apa. Tapi kalau kamu bisa jahit, kamu bisa kita masukan ke Ar-Razzaq Butik, 'yakan El?" Ella yang masih mencuci piring tidak mendengar ucapan Ina.

"Masalahnya aku gak bisa, In. Kayanya benar deh kata Esha, kalau aku dipecat nanti, aku akan bantu ibaja di rumah," ucap Esha lemas. Ia harus ikhlas jika kehilangan pekerjaannya nantik. Pekerjaan yang ia idam-idamkan karena ia ingin mempunyai toko kue sendiri.

"Kamu segala-gala gak bias. Manja si!" Ina langsung lari menuju Ella. Ia tau sebentar lagi Esha pasti akan menjewernya.

Belum sempat sembunyi, Esha lebih dulu menjewer Ina, "Apa tadi? coba ulang!" katanya.

"Esha! lepasin!" Ella bener-bener gak habis pikir dengan Esha. Ella langsung mendekat ke arah Esha dan Ina untuk memisahkan keduanya.

"Sehari aja gak marah gak bisa apa?" Ella menarik tangan Esha agar jewerannya lepas dari telinga Ina.

Esha dan Ella memang berbeda. Esha yang kerap emosi dan tidak bisa mengontrol emosinya. Sedangkan Ella, ia sosok yang sabar dan selalu mengalah untuk Esha.

"Sehari aja Es, sehari! Tahan amaramu!" ucap Ella penuh penekanan membuat Esha menunduk takut.

Untuk pertama kalinya Esha melihat Ella seperi ini. Biasanya Ella akan selalu membelanya. Tapi kini, ia malah membentaknya. Bukan membentak, lebih tepatnya menasihati Esha. Ina juga kaget melihat Ella seperti itu. Ella pun begitu, ia baru kali ini melihat sahabat dan kembarannya tertunduk diam.

"Jangan berpikir Aku marah." Ella langsung pergi ke kamar setelah kerjaannya selesai. Sedangkan Esha dan Ina, mereka masih mematung, sampai Ella memasuki kamarnya baru mereka bicara.

"Kamu si!" Esha menyenggol lengan Ina dan langsung berlari ke wastafel untuk mengambil piring dan menyusunnya ke rak piring.

"Kok aku? kan kamu yang jewer aku." Ina menyusul Esha dan langsung menyusun gelas-gelas di tempatnya.

"Kalau kamu gak ngeledekkin aku, aku gak akan jewer kamu."

"Yaudah, nanti kita minta maaf sama Ella. Kita selesaikan ini dulu."

ESELI [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now