Bab 1: Tentang yang Tampak

35 5 3
                                    

Embun pagi menelusup setiap jari kaki seorang gadis, merambat ke setiap jengkal kakinya, setiap bagian tubuhnya, sampai ke daging-daging tengkoraknya. Tanpa ragu, seakan diberi kekuatan oleh embun pagi itu, matanya terbuka. Ya, memang seharusnya begitu. Karena, INI ADALAH HARI SENIN!!!

Eireen Calandra Gerome, gadis yang akrab dengan panggilan Eireen segera meloncat dari kasurnya setelah melihat jam yang menunjukkan angka 05.30 WIB. Bagaimana tidak meloncat? Sekolahnya yang cukup jauh, pastinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai di sana. Apa lagi dia seorang siswa akselerasi yang jamnya lebih dulu memulai pembelajaran. Ah sungguh menyebalkan harus menjalani keseharian yang tiada hentinya ini, begitulah gumam Eireen dalam hatinya.

Tak butuh waktu lama bagi Eireen untuk bersiap sekolah, karena dikejar waktu sudah menjadi bagian hidupnya sedari lama. Eireen dengan rambut yang digerai, turun ke lantai bawah, dan seperti biasa, hanya ada ibunya yang sudah duduk dan memerhatikannya dari meja makan.

"Pagi, Bu," sapa Eireen

Ibunya hanya membalas dengan berdeham. Eireen yang menganggap hal itu biasa, bergegas mengambil selembar roti dan mengoleskan selai sambil berdiri. Ibu dr. Atala Gerome yang melihat itu, langsung menyuruhnya untuk mengoleskannya sambil duduk.

"Duduk dan oles roti itu dengan perlahan sembari ibu berbicara dengan mu," ucap Ibu

Ya, siapa yang tidak terdiam ketika suasana seperti itu? Terasa sangat canggung. Tanpa berkata apapun, Eireen pun segera duduk dan berharap apapun yang ingin Ibunya bicarakan, tidak menyita lebih banyak waktu untuk ke sekolah.

Ibunya berbicara panjang lebar, dan Eireen "masih berusaha" mendengarkannya dengan seksama. Hatinya tidak tenang karena menurutnya waktu berjalan begitu cepat dan dia belum sampai di sekolah. Tak lama kemudian, ibunya mempersilahkan Eireen ke sekolah, dan Eireen bergegas naik ojek online menuju sekolahnya.

Sesampainya di sekolah, memang masih sepi, namun kesepian itu tidak menggoyahkan niatnya untuk berlari. Berlari dengan angin yang setia membuat ranting pohon menari, dan bendera berkibar sudah menjadi kebiasaannya. Kelas 12-B MIPA Aksel, kini terlihat dari sorot matanya, mengintip dengan hati-hati dari jendela, memastikan guru pelajaran pertama belum masuk ke kelasnya.

"Hei, ngapain lu?," suara misterius itu membuyarkan fokusnya

"Hah? apa?," respon Eireen sambil membalikkan tubuhnya

"Oh, Eireen. Kenapa ngintip-ngintip? Masuk aja kali," ajak Gianna seraya menarik tangan Eireen

"Bentar-bentar, emang doi belum masuk?," tanya Eireen waspada, yang ia maksud adalah guru kimianya.

"Belum kok, kayaknya doi telat deh," jawab Gianna

Dengan tenang, Eireen menyiapkan kursinya dan segera mengeluarkan buku-buku les serta buku latihan SBMPTN nya. Eireen Calandra Gerome memang seorang siswa yang cukup ambisius -cukup? hmm menurutnya begitu, namun menurut orang lain Eireen lebih dari itu. Tak jarang teman-teman sekelasnya berebut untuk menjadi teman sekelompoknya, bahkan di luar tugas pun, banyak dari mereka yang menjadikan Eireen sebagai teman diskusi. Meskipun begitu, Eireen tidak merasa benar-benar memiliki teman sekelasnya. Dia tidak tahu dan bahkan tidak percaya apakah benar setiap orang memiliki seorang teman dekat dari teman sebangku? Dia tidak merasa seperti itu. Baru saja dia membatin, sudah 2 orang yang menghampirinya untuk berdiskusi soal fisika.

Tak lama kemudian, guru kimia memasuki kelasnya, dan pembelajaran pun berlangsung. Setiap ada kesempatan, seperti saat gurunya menulis di papan tulis, Eireen pasti mencuri waktu untuk mengerjakan soal-soal latihan SBMPTN nya. Ya, begitulah Eireen jika di sekolah, menjadi seseorang yang sangat amat peduli pada pendidikannya, bak budak akademik. Kasar memang, namun begitulah yang terlihat dari dirinya.

Eireen's Journal: should I be grateful?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang