3

945 161 16
                                    

Di tempat yang sama, jam yang sama, dengan sosok yang berbeda. Junkyu duduk termenung dalam keheningan malam. Ah, lebih tepatnya ia sedang memperhatikan Asahi yang berada di sampingnya. Hantu bersurai pirang, kulit pucat, juga mata sayu itu sedang melamun, menaruh pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong. Datar.

Dibanding teman-teman hantunya yang lain, Asahi terlihat paling tenang, ia tak banyak berbicara. Namun, Junkyu berani menjamin, hanya dengan menampakkan dirinya saja Asahi mampu membuat orang terkencing-kencing ketakutan. Untungnya Asahi tidak sejahil itu, daripada menakut-nakuti orang lebih baik ia jalan-jalan mengelilingi kota atau sesekali menyususri hutan, ia rasa itu lebih menarik dan tidak menghabis-habiskan tenaga.


"Jadi, kenapa kau ingin menemuiku?"


Junkyu tersentak kaget saat Asahi tiba-tiba menolehkan wajah tepat ke arahnya. Menatap Junkyu intens dengan sorot mata sayu andalannya.

"A-ah, itu...."

"Sebelumnya aku turut prihatin melihat kondisimu sekarang. Semoga kau bisa segera pulih dan kembali ke ragamu, Kim Junkyu," ucap Asahi dengan nada datarnya.

Junkyu menyunggingkan senyum. "Terima kasih, Asahi. Tapi aku akan lebih senang jika kau mendoakanku cepat mati."

"Sepertinya aku mengerti kenapa kau mencariku dan ingin mendengar ceritaku."

"Jika kau sudah mengerti, maka ceritakanlah!"

Tidak seperti malam sebelumnya, langit kali ini menampakkan pesonanya dengan melihatkan kerlap-kerlip bintang dan megahnya rembulan. Junkyu dapat dengan mudah menyaksikan kedua hal itu dari atas atap rumahnya, indah sekali. Angin malam yang berhembus lamat-lamat turut mendramatisir atmosfer keduanya. Memantapkan Asahi untuk mencurahkan isi hatinya.







"Pertama, ubahlah keinginanmu... ma-"







"Kenapa harus begi-"








"Jangan potong pembicaraanku atau tak akan kulanjutkan bercerita!?"

Junkyu mengangguk ribut sembari menelan salivanya sendiri. Menahan tremor dari tangannya setelah mendengar nada mengintimidasi Asahi. Ada baiknya untuk Junkyu diam dan menuruti apa yang makhluk tak kasat mata ini mau.

"Ubahlah keinginanmu itu, Kim Junkyu. Kesempatan tidak datang dua kali dan penyesalan selalu ada di akhir. Mati bukanlah jalan yang harus kau ambil untuk lari dari permasalahan, keterpurukan, atau kesengsaraanmu. Mati hanyalah pilihan paling bodoh yang kuambil saat itu, pilihan paling tak masuk akal untuk menyelesaikan masalah. Percayalah, jika bisa menyesal, aku akan menyesalinya. Bertahan dan teruslah berjuang sampai maut yang menghampirimu dengan sendirinya, dengan layak dan pantas, saat memang telah tiba waktunya, bukan malah menjemputnya dan menyalahi takdir yang telah digariskan untukmu. Itu sama sekali tidak keren.

"Aku sangat bodoh waktu itu. Sungguh, jika bisa memutar waktu aku tak akan pernah melakukan tindakan paling konyol itu, aku berjanji. Tapi apa daya, sudah terlambat. Aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa, menyesali pun rasanya tidak ada gunanya. Untuk apa? Toh aku tidak bisa kembali hidup. Aku mati di tanganku sendiri. Bayangkan seperti apa hinanya diriku, Kim Junkyu.

"Dulu aku hidup dalam penuh tekanan, dibayang-bayangi perasaan tak tenang dan khawatir yang berlebihan. Itu semua karena orang tuaku sendiri. Iya, merekalah alasan utamaku untuk menyudahi hidup waktu itu. Tidak, aku tidak pernah menyalahkan mereka. Akulah yang salah di sini, aku yang bertanggungjawab atas diriku sendiri. Ayahku seorang koruptor, dan ibuku adalah dalangnya. Bukankah mereka serasi? Haha, miris sekali.

"Aku dikucilkan. Teman-temanku menjauhiku, mereka mengataiku sebagai anak koruptor. Parahnya, orang tua mereka juga melarang anak-anaknya untuk bergaul denganku. Mereka tidak ingin anaknya terjerumus ke hal-hal negatif karenaku, hanya karena ayahku korupsi dana perusahaan. Bukan, aku bukannya membela ayahku, hal yang dilakukan ayahku memang sepenuhnya salah. Aku hanya tidak terima, ayahku yang salah, kenapa aku yang menjadi tumbal? Kenapa aku ikut merasakan dosanya? Ah, apa karena aku turut menikmati uangnya yang merupakan hasil menipu? Tapi aku tidak sepenuhnya menikmati. Lebih tepatnya aku terpaksa. Ya, aku sempat berpikir seperti itu.

"Dua tahun berlalu. Ayah tidak kunjung mendapatkan hukumannya, entah dengan apa sampai orang-orang kantor tetap mempercayainya. Lebih tepatnya tidak bisa berkutik dibuatnya. Sedangkan ibuku, ia semakin tidak terkendali, belanja ini, belanja itu, membeli barang-barang bermerek yang berharga fantastis. Aku tidak kuat, Junkyu-ya. Aku tidak mau hidup dengan uang hasil membodohi orang lain seperti itu.

"Aku memang tidak menerima perlakuan kasar sepertimu, tapi sebagai gantinya mereka yang tak ada di sisiku. Aku kehilangan kasih sayang, dan perhatian. Yang mereka beri kepadaku hanya uang, uang, dan uang. Itu tidak ada artinya bagiku. Yang kubutuhkan hanyalah cinta mereka. Iya, ayah dan ibuku selalu pergi ke luar kota bahkan ke luar negeri selama berbulan-bulan. Aku tidak betah, Junkyu-ya. Aku sudah muak.

"Hingga akhirnya tiba di hari itu. Hari ulang tahunku. Orang tuaku yang kudamba-dambakan kehadirannya pun tak menunjukkan batang hidung mereka. Tidak, aku tidak berharap kado atau apapun itu, yang kuharapkan hanyalah mereka ada di sisiku, di sini menemaniku, meniup lilin bersamaku, atau setidaknya memberikanku ucapan selamat ulang tahun. Tapi sepertinya mereka lupa. Hingga akhirnya aku bertekad untuk membunuh diriku sendiri, mengakhiri semuanya malam itu juga. Aku loncat dari lantai tiga rumahku begitu saja tanpa berpikir panjang, tanpa salam perpisahan untuk mereka, karena kuyakin mereka pun tak akan peduli. Setelah itu aku tak lagi bisa merasakan apa-apa. Aku mati. Di tanganku sendiri."








"Asa-"









"Aku menyesal, Kim Junkyu, aku menyesal. Aku menyesali perbuatanku itu. Andai aku tidak bunuh diri di malam itu, andai aku berpikir panjang dengan akal sehatku malam itu, andai aku tidak mengambil jalan buntu ini di malam itu, aku bisa saja mengubah segalanya. Berjuang untuk mengungkap fakta yang ada, melaporkan ayah ke pihak berwenang atau semacamnya. Bukankah itu pilihan yang lebih bisa diterima dengan nalar? Aku memang bodoh sekali. Aku menyesal.

"Maka dari itu, Junkyu-ya, jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Jangan berpikir semesta jahat kepadamu hanya karena telah melibatkanmu dalam dramanya. Taklukkanlah, kau adalah peran utama di dalam dramamu sendiri, jadilah kuat dan buat akhir dramamu menyenangkan. Lebih-lebih bisa menginspirasi banyak orang dan dapat dikenang oleh generasi-generasi penerusmu nanti. Dijadikan sebuah tauladan yang bisa berguna untuk pengobatan akhlak mulia manusia dalam memanusiakan keadaan nantinya. Bukankah menyenangkan?"








"Asahi... aku ingin memelukmu!"









Asahi terkekeh. "Bukankah kau takut denganku? Wajahku yang paling menyeramkan di antara teman-teman hantumu yang lain."

Junkyu menggeleng-gelengkan kepala tanda bahwa hal itu tidaklah benar. "Tidak. Yang paling menyeramkan itu wajah Haruto," ucapnya setelah itu yang mengundang gelak tawa keduanya.

"Asahi, aku mengerti. Aku sekarang paham kenapa kau melarangku untuk mengakhiri hidup. Terima kasih telah menyadarkan pikiran kolotku yang kekanak-kanakan ini."

Hantu dengan pakaian tidur itu mengangguk semangat. "Ehm! Berjuanglah, Junkyu-ya!"









"Ngomong-ngomong di mana orang tuamu sekarang?"














-To Be Continued-







-To Be Continued-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Damn, I'm A Ghost ✔Where stories live. Discover now