"Iya, Rey." Asa mengigit kukunya, entah apa yang sedang ia pikiran, Asa seperti seseorang yang sedang mencemaskan sesuatu.

"Terus apa lagi?"

"Hah? Um, anu, aku harus cari pelampiasan lain kalau pengen nyakitin diri sendiri."

"Udah dapet?"

Asa mengerling ke kanan. "Rey, kan?"

"Eh, iya."

Hening kembali menyelimuti.

Rey mematikan lampu tidur di atas nakas. "Bobo, Sa."

"Iya, Rey."

Hening lagi. Asa memejamkan matanya, sedangkan Rey masih betah mengerjapkan mata karena tidak bisa tidur.

"Asa? Udah bocan?"

Mata Asa terbuka. "Bocan apaan?"

"Bobo cantik."

"Belum, Rey." Asa tersenyum.

"Tidur gih,"

"Iya, Rey."

"Asaaaaaa?" panggil Rey lagi-lagi membangunkan Asanya.

"Hm? Katanya suruh bobo, gimana sih?"

"Rey nggak bisa bobo."

Asa menoleh ke tempat Rey. "Mau dipeluk?"

"Eh, enggak juga sih, takut adeknya bangun."

"Astagfirullah." Asa menutup wajahnya malu.

"Nyebut, Sa?"

"Menurut ngana?"

Mereka tertawa bersama, menertawakan ketidakjelasan di antara mereka. Tetapi, tawa itu terdengar sedikit canggung.

"Saaaaaaaaa," Rey, ya ampun.

"Apa lagi?"

"Boleh nanya sesuatu?"

"Sejak kapan Rey mau nanya perlu minta ijin dulu?"

"Tapi Asa jangan marah ya?"

"Maaarah aaah."

"Yaudah nggak jadi."

"Eh, cepet banget ngambeknya." Asa berbalik menghadap Rey sambil menggoyangkan tubuh Rey yang sedang merajuk. "Rey?"

"Udah bogan," info Rey pura-pura terpejam.

"Bogan apaan lagi?"

"Bobo ganteng, Sayang."

"Ish, mau nanya apa cepet, jangan bikin anak orang penasaran. Sekarang jadi Asa yang nggak bisa bocan."

Rey memutar tubuhnya menghadap Asa, sekarang mereka saling berhadapan. Lampu temaram di sisi langit-langit ruangan tertutup plafon itu menjadi satu-satunya titik penerangan mereka, terasa begitu mellow.

"Rey boleh tau alasan kenapa Asa buang sweater ungu waktu itu?" Rey bertanya penuh kehati-hatian, takut menyinggung perasaan Asa.

Netra Asa mengerjap samar, pupilnya sedikit membesar karena terkejut ditanyai hal itu. "Dari mana Rey tau?"

"Rey liat, Rey pernah liat Asa buang sweater itu. Sekarang Rey pengen tau alasannya kenapa? Rey takut salah paham lagi kayak dulu."

Asa membalikkan tubuhnya menghadap ke atas, berpikir sejenak. "Em, aku hampir diserang sama om om gegara sweater itu. Aku takut, Rey. makanya aku buang."

"Berarti, yang ada di video itu bukan Asa kan?" Rey masih fokus menatap wajah sisi samping Asa.

Asa menoleh. "Hah? Maksudnya?"

"Video esek-esek yang bikin Clara diserang anak-anak Cassy."

Asa menautkan alis sambil menggeleng. "Nggak tau, Rey."

"Loh, gimana sih?"

"Aku nggak pernah nonton."

"Bisa-bisanya?"

"Ya dinalar aja lah, mana tahan aku liat videoku sendiri yang jadi bahan hujatan netijen."

"Kalau ternyata yang di video itu bukan Asa gimana?"

"Dari mana kamu tau?"

"Tadi Rey nonton."

"Hah?" Pipi Asa bersemu merah. "Jadi tadi kamu nonton itu?"

"Iya, Sa. Mau nonton juga?"

"Rey! Kamu serius ngajak aku nonton bokep?"

"Ya Allah, nonton bokep bareng istri apa salahnya sih?"

"BUNA! REY NGAJAK ASA NONTON BOKE--"

Rey membekap bibir Asa yang super ember. "Shhttt, udah malem, Sayang. Jangan bangunin Buna, ntar nggak enak!"

"Apanya yang nggak enak?"

"Ya nontonnya lah."

"Rey!" Asa memukul dada Rey pelan.

"Mau nggak?"

"Enggak lah. Kamu tonton sendiri aja."

"Ya Allah, Sa. Nemenin suami nonton itu dapet pahala loh."

"Rey, please." Asa memunggungi Rey, lalu Rey akan menariknya kembali agar gadis itu menghadapnya lagi.

Rey terkekeh pelan di posisi tubuh menumpu pada siku, dia usap kening Asa lembut. "Tidur yang nyenyak, jangan sampai kecapekan. Ngandung debay itu nggak mudah, besok jadwal Asa periksa, kan?"

Raut wajah Asa berubah murung. "Maaf, Rey."

"Kenapa tiba-tiba minta maaf?"

"Kamu nggak marah apa?" Asa menatap mata teduh Rey. "Aku sekarang lagi ngandung anak orang lain."

"Marah, Sa. Rey marah banget malahan. Rasanya kayak pengen bawa Elvan ke ring tinju, terus pukulin dia sampai mampus."

"Rey!" Bibir Asa melengkungkan kurva tipis.

"Serius! Kalau bunuh orang nggak dosa, Rey pasti udah bunuh Elvan."

Hati Asa menghangat, seolah ada seseorang yang benar-benar menginginkannya sekarang. "Asa boleh peluk Rey?"

"Jangan! Nanti adek Rey bangun."

"Sebentar aja?"

"Jangan, Sa."

"Asa pengen banget."

"Yaudah bent--" Asa sudah memeluk tubuh Rey erat-erat.

Rey tegang, dia berusaha rileks dan membaringkan tubuhnya di bantal tinggi. Dibelainya surai lembut sang istri. "Maafin Rey ya? Rey udah gagal jagain Asa."

TBC.

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Ga ada adegan nganu ya, mereka masih SMA. Rey kan anak baik-baik. Anak Buna. 😂

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

6K komen ya, nanti aku update lagi. ♥
Jangan cefat-cefat, vliss.

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash

DASA (END)Where stories live. Discover now