Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah Elvan selalu datang setelah Rey kelelahan menunggu.

Setiap hari seperti itu, beberapa langkah Rey pergi, Elvan berlari ke tengah lapangan. Namun, mereka tidak pernah bertemu, seolah takdir memang sedang menentang mereka untuk bersama.
...

Rey menarik rambutnya geram, dia bingung ingin melampiaskan amarahnya kemana lagi. Sifat kasar Papanya masih melekat kuat di dalam darah Rey, meski Rey bersikeras untuk mengubahnya pun ia tetap tidak akan mampu.

Tubuh Rey berbalik, lantas meluruh duduk dengan posisi punggung menyandar almari kayu yang berada di bawah wastafel. Kaki kanannya tertekuk, sementara kaki kirinya lurus di depan pintu bilik toilet.

Tangan Rey menumpu pada kaki kanan, mengusak rambut pendek di pelipisnya dengan posisi kepala menunduk.

Rey terisak lagi, dadanya terlalu sesak. Rasa sesal itu benar-benar ada, sangat nyata hingga Rey ingin mengantikan posisi Asa.

Jika mesin waktu dijual bebas, Rey pasti akan merelakan segalanya untuk memutar kembali waktu yang ia sia-siakan karena melampiaskan semuanya pada Asa. Meski harus menjual seluruh organ tubuhnya, Rey rela asal ia dapat kembali lagi.

"Asa!" Rey menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan, ia kembali menangis hingga netranya membengkak.

***

Sore ini, Rey mengamati Galan yang terdiam di dalam kaca inkubator dengan ventilator, selang makan, monitor jantung, dan selang infus.

Bayi kecil itu terus tertidur pulas tanpa membuat pergerakan apapun. "Mas, kok diem terus?" tanya Rey.

"Mas, kok nggak nangis? Kok diem terus? Mas masih hidup kan? Mas Galan."

Nisha memegang bahu Rey yang masih memakai seragam pasien. "Galan tadi bangun, tapi udah tidur lagi."

Rey mengangkat kepalanya, menatap sang Bunda. "Kapan bisa Rey adzanin, Buna?"

Galan bergerak, seolah baru saja menyambut sang ayah. "Sekarang nggapapa," jawab Nisha.

Rey tersenyum tipis, bingung ingin bahagia atau sedih, di sisi lain Galan lahir utuh meski prematur, dan di sisi yang lainnya Asa koma tanpa tahu kondisi berikutnya akan seperti apa.

Rey beralih ke sisi kanan, pria itu mulai melantunkan adzan dengan suara parau sambil sesekali terisak kecil.

Selesai, Rey beralih komat di sisi kiri tubuh mungil Galan, tepatnya, di telinga kiri bayi itu meski berbatas dengan inkubator yang sedikit terbuka.

Mata Galan terbuka, bola matanya seolah sudah dapat menatap Rey. Hanya berlangsung sekian detik, lalu ia tertidur lagi.

Rey melanjutkan dengan membaca Al Qadar dan Al Ikhlas tiga kali. Ia juga mendoakan Galan sambil memegang tangan mungilnya.

"Tunggu Bunda ya, Nak? Ayah bakalan berusaha keras biar Bunda bisa cepet-cepet peluk kamu."

***

"TIDAK! KAMU NGGAK BOLEH DONORIN SUMSUM TULANG KAMU!" bentak Acil tepat di depan ruangan Asa.

Elvan menarik Acil agar mereka mengobrol di tempat lain. "MA--"

DASA (END)Where stories live. Discover now